Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Nostalgila Mudik, di Atas Kereta Api Tak Berkutik

12 April 2023   23:53 Diperbarui: 12 April 2023   23:55 1488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nostalgila Mudik, di Atas Kereta Api Tak Berkutik (dok.windhu/olahcanva)

Musim mudik dimulai, nih. Sudah sepuluh hari terakhir puasa. Lebaran sebentar lagi. Pantas saja anjuran-anjuran pemerintah untuk segera pulang kampung biar nggak macet-macetan di jalan raya atau desak-desakan saat di kendaraan umum bisa dihindari.

Semakin dekat lebaran semakin macet naik mobil itu sih sudah biasa. Kalau desak-desakan di atas kendaraan umum, itu juga biasa. Etapi itu dulu. Kalau sekarang, masih ada nggak sih desak-desakan dalam angkutan lebaran? Sekarang mudik sepertinya sudah lebih teratur dan nggak sesemrawut dulu.

Ingat lebaran, Dani jadi ingat ketika dulu pulang kampung. Waktu itu, masih zaman angkutan lebaran uyel-uyelan. Naik mobil sendiri, belum punya. Naik bus kota, gampang mabok perjalanan. Naik pesawat, mahal dan nggak ada bandara dekat kampungnya.

Naik kereta, sepertinya memang nggak ada pilihan lain, itu yang paling tepat. Lebih murah dan mengurangi macet. Meski butuh tenaga, siasat kegesitan dapat bangku, dan sedikit sikut menyikut untuk naik ke dalam kereta, selain uang untuk beli tiket  dan oleh-oleh.   

Hasrat untuk pulang  tak bisa ditolak. Tradisi lebaran sudah pasti mudik. Pulang kampung ketemu simbah, orang tua, dan saudara-saudara di sana buat maaf-maafan dan salam-salaman. Meskipun saat makin gede, justru bukan terima THR lagi pas keliling salaman lebaran. Gantian, seperti isyarat tak tertulis, harus mulai jadi yang ngasih amplop ke para ponakan di kampung.    

Dua hari jelang lebaran, akhirnya bisa juga pulang kampung. Bukannya nggak ingin mudik lebih awal, tapi kerjaan kan nggak bisa ditinggal karena perusahaan bukan punya sendiri. Datang ke stasiun, tiket kereta api untuk  ke stasiun tujuan pulang kampung sudah habis. Celaka, bagaimana caranya pulang ini, gumam Dani.

Untungnya, kemudian ternyata masih dijual tiket tanpa tempat duduk. Sebenarnya, gegayaan juga sih, pulang kampung tapi belinya tiket berdiri. Betis kaki bisa nyut-nyutan adhuhai kalau harus berdiri berjam-jam sampai stasiun tujuan di Jawa Tengah. Mana bawa beberapa kardus mie instan berisi oleh-oleh, lagi. Belum termasuk tas berisi baju ganti yang bagus buat lebaranan di kampung.

Ah sudahlah, yang lain saja bisa, kok. Cuma ke Jawa Tengah saja, bukan ke Jawa Timur yang lebih jauh dan lebih lama lagi untuk sampai. Hup, hup, hup. Tas dan kardus-kardus pun diangkat. Orang-orang banyak mengantri di peron. Sebagian asyik menyantap makanan sambil duduk di atas tas-tas mereka. Calon penumpang dengan tas-tas mereka di sampingnya, terlihat berdiri menunggu kereta datang.  

Tiba-tiba pengumuman dari pengerasa suara terdengar. Kereta api ke tempat tujuan akan datang. Orang-orang mulai mengangkat tas dan memanggul barang di pundak. Dani pun begitu. Adu cepat dan adu gesit harus dimulai. Hayooo, pasti bisa, tekad membara dalam hati.

Nostalgila Mudik (dok.windhu)
Nostalgila Mudik (dok.windhu)

Perlu strategi jitu. Strategi satu, begitu kereta datang, langsung lari ke pintu. Biar kebagian tempat masuk ke dalam kereta, segera masuk pas kereta datang. Nggak kepikir lagi ada yang masih belum turun. Mau bagaimana lagi soalnya, daripada nggak bisa masuk ke dalam kereta.

Jadi gini caranya, satu kaki langsung naik ke atas tangga kereta, tangan angkat tas dan, satu kaki kemudian menyusul. Lalu, dorong... dorong... dorong.... Adik yang jadi teman bareng pulang kampung, memegangi bagian belakang baju supaya nggak terpisah.

Fuih, sampai juga di atas kereta. Titik-titik keringat menyembul di dahi. Baju sedikit basah, terutama di ketiak. Alamak, seperti kereta habis perang. Sampah kertas koran dimana-mana.

Nggak apa-apa, sebagai penumpang tanpa tempat duduk, untungnya tadi juga sudah beli juga kertas koran. Nanti saat kereta mulai jalah, mulai deh bikin gelaran koran buat duduk dan tidur. Dilangkahin orang, ah sudahlah biarkan saja. Cuma setahun sekali.

Udara dalam kereta panas. Kipas plastik, kipas kertas, sampai kipas anyaman bambu untuk bakar sate dikibas-kibas. Namun, orang-orang mulai terkantuk-kantuk saat kereta api mulai berjalan. Dani pun begitu. Nggak lama, ada yang mencolek-coleknya. Antara masih setengah sadar dalam mimpi, terdengar nyanyian dan orang bermain gitar.  

Colekan di punggung tangannya terasa lagi. Apaan, ini? Matanya membuka. Sebuah bungkus permen disodorkan kepadanya oleh seseorang yang menunggu. Lha, dia nggak mau pergi. Dani merogoh saku celananya. Untunglah ada duit seribuan. Orang yang mencoleknya itu pergi. Ini jadi strategi kedua saat itu, banyakin uang receh selipan, masih ada beberapa colekan lainnya sebelum sampai ke stasiun tujuan.

Mudik pakai kereta di zaman dulu ada asyiknya juga. Banyak pedagang menjual makanan hilir mudik. “Nasi rames, nasi rames. Nasi ayam, nasi ayam. Pecel, lontong,pecel lontong,” terdengar bersahut-sahutan.

Minuman, juga nggak kurang-kurang beragam. “Kopi...kopi,teh... teh.. aq**a...,aq**a...semprit..., mezon...,” juga nggak henti-henti. Nggak bakalan akan kelaparan di atas kereta selama menuju stasiun tujuan pulang kampung. Nggak bawa bekal makanan, cuma mengandalkan makanan di atas kereta sudah kenyang.

Dani terkantuk-kantuk. Malam mulai larut. Perut yang terisi kenyang mulai membuainya terkantuk-kantuk  ke alam mimpi. Diliriknya Dini juga, sudah mulai terlelap dengan kepala bersandarkan tas jinjing. Guncangan laju kereta terasa seperti alunan merdu.

Tiba-tiba, Dani kembali merasa punggung tangannya dicolek-colek lagi. Matanya membuka perlahan. Dilihatnya Dini memandangnya memelas.”Mau pipis,” katanya. Dani melihat sekelilingnya. Jalan antara tempat duduk penuh orang yang tidur dan terkantuk-kantuk. Ada sebuah kecoa terbang. WC-nya dimana?  

“Ya sudah sana ke WC. Hati-hati jangan sampai nginjak orang,” pesan Dani yang masih terkantuk. Nggak lama kemudian, ada colekan di punggung tangannya lagi.

“Kak, nggak bisa pipis. Di WC juga ada orang.”

“Suruh gantian, lah. Tunggu sebentar,” kata Dani.

“Nggak bisa, kak. Ada orang yang memang kebagian tempatnya di WC. Kereta penuh banget,”

“Hah, beneran di WC?”

“Iya, aku harus gimana? Sudah susah-sudah jalan ke WC, eh ada orangnya,” wajah Dini semakin memelas.

“Cari botol Aq**a,” spontan Dani menceplos.

“Buat?” Dini memandang bingung.

“Di botol saja pipisnya, terus buang botolnya. Sini tutupin pakai sarung,” kata Dani.

Dini meringis,”Bagaimana caranya? Nanti malah kemana-mana.”

Sekejap Dani menyadari,”Waduh, aku lupa kamu perempuan,dik.”

Saat kereta transit di sebuah stasiun, Dani pun menyuruh adiknya turun untuk pipis. Sayang, Dini adiknya kembali meringis. “Nggak bisa turun, kak. Di stasiun banyak sekali orang. Di WC-nya pasti juga begitu. Bisa ketinggalan kereta api nanti,”  kata Dini.

Seorang perempuan tampak memperhatikan obrolan Dani dan Dini. Tingkah Dini yang gelisah. mulai duduk geser ke kanan dan ke kiri. Dini pun tersenyum sambil meringis menahan pipis. “Kamu sih, sudah dibilang kalau mau naik kereta jangan banyak minum dan banyak makan,” gerutu Dani pada adiknya.

Kereta mulai bergerak lagi. Kereta sudah melewati Cirebon. Berarti sudah di tengah-tengah perjalanan. Tiba-tiba tercium bau yang menyengat. Bau busuk yang perlahan tapi pasti mulai memenuhi udara gerbong kereta. Orang-orang mulai saling pandang-pandagan.Mulai ribut dari mana bau itu berasal.

Dani sedikit ciut. Sedikit khawatir. Diliriknya Dini yang sesekali masih meringis. Ingin ditanyakannya, apakah Dini yang mengeluarkan gas berbau itu. Kereta berhenti di Stasiun Purwokerto. Tiba-tiba, perempuan yang duduk di depan Dani berdiri dan segera berlari menerobos menuju pintu kereta. Bau tidak enak semakin tercium.

Dani terperangah. Ada noda di belakang celana perempuan yang berlari-lari ke luar kereta. Orang-orang di dalam kereta menjadi ribut. Dari balik jendela, masih dilihatnya perempuan itu berlari-lari. Dari dalam kereta, orang-orang menyorakinya.

“Huu.., dasar... diam-diam saja, nggak tahunya.”  
“Huu.., sakit perut dia. Wangi banget lagi,” ujar yang lain sambil tertawa-tawa dan bersungut-sungut.

Dani menggeleng-gelengkan kepala.  Sebuah nostalgila Mudik, di Atas Kereta yang Benar-Benar Bikin Tak Berkutik

***

---Jakarta,dhu120423---

Catatan : Hanya kisah humor, bukan sebenarnya meski berlatar kejadian mengenang mudik di atas kereta pada masa lalu.

Selamat memulai #mudikramadan2023 untuk semuanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun