Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan dan Pesan Toleransi Beragama dari Film Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara

5 April 2023   22:39 Diperbarui: 5 April 2023   22:47 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara. (Gambar: imdb.com/canva)

Ramadan tanpa film religi rasanya tak lengkap. Selain sebagai hiburan, film religi punya peran sendiri saat ditonton untuk mengisi waktu selama bulan puasa. 

Pesan yang diangkat dalam film dapat menjadi sarana belajar, terutama yang menyangkut agama.Karenanya, film religi umumnya tidak pernah absen hadir menyambut ramadan maupun lebaran di Indonesia, yang merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar. 

Banyak hal yang diangkat dari film religi. Temanya juga beraneka. Pemerannya pun kerap berbeda meskipun ada juga yang sama.Bila ditarik garisnya, dari film religi yang umumnya berdurasi 120-180 menit, yang pernah saya tonton, biasanya mengangkat kisah berlatar pesantren, perjalanan hidup, tokoh agama, hingga toleransi beragama.

Ada yang membungkusnya melalui kisah percintaan, perjodohan, relasi kakak-adik atau anak- orang tua, pendidikan, poligami, hingga berlatar sejarah sepak terjang pemimpin agama dalam membantu perjuangan kemerdekaan RI.

Pada tahun 2023 ini saja, sederet film religi hadir menyambut datangnya ramadan dan hari raya Idul Fitri alias lebaran.Ada Buya Hamka, film mengenai tokoh agama Islam yang dinanti-nantikan. Ada film yang berjudul cukup menghentak, yakni Bismillah Kunikahi Suamimu.

Selain itu ada juga film Bidadari Bermata Bening dan Hati Suhita. Dari judul yang diangkat, agaknya cukup mengundang agar penyuka tontonan, terutama religi merapat ke bioskop terdekat di ramadan ini.  Uniknya sebuah film, meskipun hadir yang baru, film lawas alias film yang lama tetap asyik ditonton. 

Terlebih jika film tersebut mendapatkan penghargaan dari dalam negeri bahkan luar negeri.Ini pun juga berlaku untuk film religi.Film-film lawas seperti Mencari Hilal, Sang Pencerah, Sang Kiai, Negeri 5 menara, dan Perempuan Berkalung Sorban, tetap relevan disimak. Ada pesan moral dan pembelajaran yang dapat meningkatkan kedekatan kepada Allah SWT.

Bila tak sempat menonton saat masih terpampang di layar lebar, saat ini siapapun bisa menikmatinya lewat layanan steaming berbasis langganan dan tayangan televisi Indonesia.Bedanya hanya pada waktu ditayangkan untuk televisi dan tak menjamin pasti ada. 

Misalnya film religi yang dianggap terbaru adalah rilis tahun yang sebelumnya.Layanan streaming biasanya menyajikan film yang lebih baru setelah dari bioskop.Namun, televisi lokal Indonesia juga serial-serial religi saat ramadan.

Laudya Chintya Bella permeran Aisyah  (sumber foto: Kompas.com)
Laudya Chintya Bella permeran Aisyah  (sumber foto: Kompas.com)

Film Bernuansa Toleransi Agama


Nah, film religi boleh saja mengangkat tema yang beragam. Namun buat saya, film dengan sentuhan toleransi beragama sangat menarik. Alasannya mungkin saja karena tumbuh dan besar di wilayah dan negara yang heterogen. Terdiri atas beberapa agama dan suku. Indonesia adalah negara mayoritas muslim dengan toleransi beragama dan toleransi antar suku sangat kuat. 

Itu yang harus selalu disuarakan dan dijaga selalu. Sebab, terdapat daerah yang juga memiliki mayoritas agama tertentu.Pemahaman mengenai toleransi harus selalu digaungkan. Film Tanda Tanya yang dibintangi Revalina S Temat dan Reza Rahadian sangat baik mengangkat isu toleransi. Saya pernah mengulas Tanda Tanya. 

Salah satu film religi terkait toleransi yang menarik untuk ditonton dan diambil hikmahnya adalah film Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara.Menurut saya, film ini cukup menarik menjadi tontonan saat ramadan. 

Cukup mengena dan membuat yang menonton punya pesan moral untuk menghargai perbedaan.Baik perbedaan suku, agama, adalah, budaya, suku, kebiasaan, maupun tempat tinggal. Apalagi, pemeran utamanya perempuan dan mengangkat kisah perempuan. 


Adalah Aisyah (Laudya Cynthia Bella), perempuan asal Ciwidey, Jawa Barat yang tinggal bersama ibu dan adiknya. Dia menerima tawaran bekerja sebagai guru di wilayah terpencil Dusun Derok, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tentu saja keputusan ini membuat ibunya (Lydia Kandou) was-was dan keberatan. Lokasi mengajar yang jauh membuat ibunya tak rela tapi tak bisa melawan kehendak Aisyah yang tetap ingin ke NTT untuk mengabdikan dirinya sebagai guru SD.

Adaptasi tak mudah harus dijalani Aisyah di Atambua, NTT. Kondisi dan lokasi mengajar yang berbeda di desa terpencil tanpa penerangan dan sulit sinyal ponsel.

Saat baru pertama kali datang, Kepala Dusun Perok sudah salah menyambut kedatangan dengan menyebutnya suster Maria. Padahal, Aisyah seorang muslimah yang menggunakan jilbab. 

Di desa yang mayoritas beragama Katolik itu, Aisyah juga tidak dapat makan hidangan yang disajikan karena berasal dari daging babi yang diharamkan buat muslim.

Tantangan Aisyah lainnya yang tak mudah adalah murid-muridnya yang tak masuk sekolah. Mereka takut diajar oleh seorang guru muslim, yang menurut salah seorang teman mereka, akan membakar gereja-gereja di desa itu. "Ibu datang kesini untuk membakar gereja-gereja Kami, ' ujar salah seorang murid. 

Lordis Defam sangat membenci Aisyah karena doktrin pamannya yang membenci Islam.Dengan bantuan kepala Dusun dan Pedro (Arie Keriting) pemuda desa, murid-murid kembali sekolah. Antusiasme dn keingintahuan saat dialog guru dan murid mengenai keberagaman agama dan toleransi tergambar jelas di sela-sela mengajar.

"Jadi, di Indonesia itu banyak sekali agamanya. Walaupun berbeda-beda,  hidup berdampingan dengan damai karena penuh cinta, penuh kasih, " kata Aisyah saat berdialog dengan murid-muridnya. 

Sebagai muslimah, Aisyah tetap menjalankan shalat lima waktu. Ibu Dusun membantunya untuk mengambilkan air untuk berwudhu.Kondisi desa sangat panas, gersang, dan terjadi kesulitan air. Aisyah kadang harus tayamum sebagai pengganti wudhu.

Bulan ramadan pun tiba. Aisyah tetap menjalankan profesinya sebagai guru meski hanya satu-satunya yang berpuasa. Jelang Hari Raya Idul Fitri, Aisyah sangat rindu berlebaran di kampung halamannya.Sayangnya, uang yang dimilikinya kurang karena digunakan membantu Lordis berobat ke rumah sakit akibat jatuh. 

Di tengah kegalauannya, para mama yang beragama Katolik patungan mengumpulkan uang untuk membantu Aisyah pulang kampung bertebaran. Nenek Siku juga menjual kain tenunannya untuk urunan. Aisyah tak mampu menolak melihat ketulusan untuknya meski sebenarnya merasa bukan haknya.

Sayangnya, harga tiket pesawat ke Jawa Barat melonjak hampir dua kali lipat. Di antara sedih dengan kemungkinan tak bisa bertebaran bersama orang tua, Aisyah bersyukur  dapat mengembalikan uang urunan para mama. Bisakah Aisyah pulang kampung?Inilah kelebihan film Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara yang diproduseri  Hamdani Koestoro.

Film yang mampu menyajikan permasalahan sosial dan budaya dengan apik. Malah terdapat beberapa adegan Aisyah berdoa sesuai dengan agamanya. Begitupun dengan penduduk desa dalam waktu yang sama. 

Perbedaan agama dan suku pun disampaikan dengan pesan toleransi yang bisa diterima dengan baik oleh penonton film tanpa menyakiti siapapun. Bisa jadi karena dikemas dengan dunia pendidikan.Kondisi desa tanpa listrik dan internet, terik matahari, kekeringan dan kesulitan air di desa terpampang jelas.

Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara saat di Sofia. (foto: Kompas.com)
Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara saat di Sofia. (foto: Kompas.com)

Pantas saja jika film dari Rumah produksi Film One Production yang rilis pada tahun 2016  ini mampu mendapatkan sejumlah penghargaan.Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara yang ditulis Gunawan Raharja berhasil masuk 6 nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) , memenangkan Piala Citra untuk kategori Penulis Skenario Asli Terbaik. 

Aisyah yang disutradarai Sutradara  Herwin Novianto juga memenangkan 5 kategori termasuk Film Terbaik di Usmar Ismail Awards 2017. Pada piala Maya tahun 2016 juga mampu memenangkan 4 kategori termasuk Film Panjang/Bioskop Terpilih.

Selain itu juga jadi  salah satu film favorit saat diputar di Sofia Menar Film Festival 2017, sebuah festival film bertema Islami terbesar di kawasan Balkan, Eropa Timur.

***

Film Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara menarik untuk dijadikan salah satu film religi saat ramadan. Apalagi, tokohnya seorang perempuan pendidik. Karenanya, pas juga sebagai tontonan terkait pendidikan. 

Meski sudah lawas, film Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara tetap asyik ditonton karena pesan moral untuk selalu menjaga keberagaman. Indonesia terdiri dari berbagai agama, suku, budaya yang hidup berdampingan dengan damai.

Jadi, Biarkanlah semua Bersaudara meski ada perbedaan yang ada, baik agama, suku, adat dan budaya. 

---Jakarta, 0504dhu23---


#samberthr
#samber2023hari5
#filmreligi

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun