Entah apa yang jadi bahan obrolan dan membuat cekikikan saat itu, saya sudah lupa. Kami anak-anak perempuan ini memang tidak berteriak keras-keras  Amin.... seperti anak laki-laki.
Namun, obrolan kami para bocah perempuan ini baru berhenti jika sudah ada orang tua yang menegur ataupun ada sorot senter mengenai salah satu dari kami. Saat itu, biasanya penjaga masjid akan menyenterkan sinar ke anak-anak yang tidak segera shalat.
Meski demikian, melaksanakan tarawih di masjid tetap saja menyenangkan. Bisa ikut membantu ibu guru, yang sepertinya aktif di masjid, untuk menyiapkan konsumsi para jemaah masjid. Ketika itu, ibu guru memanggil untuk ikut menempatkan pada kotak kue  dan membagikannya ke jemaah masjid saat  kegiatan Nuzulul Quran.
Duh, sangat senang bisa dipercaya ikut terlibat meski sesederhana itu. Bahkan, kadang kalau masih ada, suka mendapatkan tambahan kue, Dobel senangnya membantu dan mengikuti kegiatan di masjid.
Hal lain yang menarik saat bulan ramadan adalah meminta tanda tangan penceramah atau imam untuk mengisi kegiatan ramadan. Sejak dulu saya suka untuk membuat ringkasan ceramah. Kata ibu, saya bisa menyarikannya dengan bagus. Namun, meminta tanda tangan imam atau pencermah menjadi tantangan tersendiri.
Tantangan? Ya, buat anak perempuan seperti saya harus buru-buru melesat ke bagian laki-laki. Selain itu, ada ragu dan bimbang. Rata-rata iman dan penceramah adalah laki-laki. Supaya tidak ketinggalan mendapatkan tanda tangan, saya perlu cepat-cepat. Ada saja anak perempuan yang menitip tapi saya lebih suka memintanya sendiri supaya pasti dapat dan tidak ketinggalan.
Setahu saya, jumlah anak perempuan yang meminta tanda tangan untuk buku kegiatan ramadan jauh lebih sedikit dibandingkan anak laki-laki. Tidak tahu kenapa, tapi yang terpenting saya senang kalau saya sudah mendapatkan tanda tangan imam atau penceramah. Rasanya, seperti sebuah pencapaian.
Setelah shalat tarawih di masjid dekat sekolah, masih ada nostalgia lainnya. Berjajar penjual petasan dan kembang api. Inilah kesempatan untuk membeli dan memilikinya. Beberapa kotak kembang api biasanya dibeli. Saya hanya sekali dua kali membeli petasan karena takut berbahaya.
Saya suka dan kagum pada pijar warna-warni kembang api  saat dinyalakan.Tangkai-tangkai kembang api biasa diletakkan di batang-batang pohon untuk dinyalakan. Sebagian dipegang tangan. Indahnya warna saat dinyalakan saat malam masih gelap.
Nostalgia tarawih di masjid dekat sekolah punya cerita. Karena jaraknya ke rumah hampir 1 kilometer, saat pulang tarawih terkadang turun hujan. Pergi tarawih belum tentu membawa payung.