Dari zaman Belanda hingga zaman digital, Pasar Baru, Jakarta dikenal sebagai pusat perdagangan dan pusat perbelanjaan yang perlu dikunjungi. Belanja dan kulineran merupakan hal yang biasa dilakukan. Namun, menjumpai keberagaman rumah ibadah disana, bisa jadi masih merupakan hal yang mengundang keingintahuan.Â
Batavia, Passer Baroe, 1820. Gapura tinggi berwarna cokelat bernuansa Tionghoa berdiri gagah. Penanda kawasan pusat perbelanjaan itu sudah terlihat jelas dari kaca bus Trans Jakarta menuju perhentian halte Pasar Baru yang saya naiki. Pagi masih belum ramai pengunjung. Hujan sejak semalam mengguyur Jakarta, Minggu, 26 Februari 2023.
Sejenak saya memandang gapura itu. Sudah lama saya tidak datang ke kawasan Pasar Baru. Kecuali melewati kawasannya saja dari kaca angkutan umum. Pandemi selama lebih dari dua tahun turut membuat jarak waktu. Padahal, dulu cukup sering, mulai dari sekedar jalan-jalan, cari makanan, hingga belanja sepatu dan kain.
Ya, Belanja dan cari jajanan, itulah yang biasa yang saya lakukan seperti halnya banyak pengunjung pusat perbelanjaan pertama di Jakarta itu. Toko-toko berjajar yang saling berhadapan tinggal dikunjungi sesuai kebutuhan dan keinginan. Tak selalu membeli, tapi juga sekedar melihat-lihat.
Hmm, mungkinkah pada zaman dulu orang-orang Eropa juga melakukan hal yang sama? Kawasan Pasar Baru merupakan pusat perbelanjaan bergengsi sejak pindahnya ibukota kolonial Belanda kala itu ke Weltreveden, yang berada di sekitar Gambir, Lapangan Banteng, dan Istana Merdeka.
Lokasi yang dekat dengan tempat tinggal kaum Eropa, yakni di Jl. Veteran, tak heran jadi pilihan kunjungan. Saya tersenyum membayangkannya.Â
Selain tempat belanja, Pasar Baru ternyata juga kawasan dengan kebhinekaan rumah ibadah. Inilah yang menjadi daya tarik untuk menjelajahi melalui Festival Kebhinekaan.
Makanya banyak yang ingin turut serta. Ada sekitar 35 orang. Enam di antaranya anggota Koteka (Komunitas Traveler Kompasiana). Salah satu peserta special guest adalah Agustinus Wibowo yang terkenal sebagai penulis buku travel.
Ups, ternyata seharusnya saya turun halte di Trans Jakarta Pasar Baru Timur yang letaknya berhadapan dengan Sikh Temple. Saya harus berjalan dulu beberapa ratus meter karena turun di halte Pasar Baru.Â
Ada tiga tempat ibadah dengan keunikan masing-masing, yakni Sikh Temple yang merupakan kuil penganut agama Sikh, Kelenteng Sin Tek Bio (Vihara Dharma Jaya), dan GPIB PNIEL.