Haantjes Kerk 1913 tertera di pintu utama gereja sebagai menunjukkan tahun dibangunnya gereja. Đưa menara kembar ada di sisi bangunan.
Gereja Ayam atau Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) PNIEL, kata Oci, dibangun sebagai bentuk perlawanan sosial di zaman kolonial Belanda dalam hal beribadah.
Sebelumnya, sudah ada Gereja Imanuel tapi lebih enjadi tempat beribadah pejabat Hindia Belanda dan kalangan atas kala itu.
Gereja ayam kemudian dibangun untuk mengakomodasi kebutuhan beribadah orang pribuni dan menengah ke bawah. Dulunya hanyalah sebuah kapel kecil sebelum berbentuk gereja seiring bertambahnya jumlah jemaat. Kini mampu menampung sekitar 1500 jemaat.
Sebuah Alkitab Kuno berbahasa Belanda yang didatangkan dari Belanda menjadi keunikan gereja ayam. jumlahnya cuma ada dua di dunia."Hanya dimiliki Belanda dan Indonesia,"kata Oci sambil menunjukkan Alkitab setebal lebih 20 cm yang ada dalam kotak kaca agar terjaga.
Selain itu, tidak ada yang berubah dari bangunan gereja bergaya Eropa yang diarsiteki Ed Cuypers dan Hulswit ini meski sudah berusia lebih dari seabad. Begitupun halnya dengan bangku, mimbar, dan lainnya. Cagar budaya yang terjaga.
Ingat Pasar Baru, Ingat Toleransi dan Kebhinekaan
Pergi ke Pasar Baru kini jangan lagi hanya untuk sekedar belanja atau kulineran.
Pasar Baru juga menyajikan toleransi beragama, etnis, dan kebhinekaan rumah ibadah.
Keberagaman yang ada justru menjadi perekat perbedaan yang ada. Seperti semboyan bangsa Indonesia yang ada di lambang negara, yakni Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi satu juga.