"Bubur telurnya nggak amis, kan?" tanya saya saat memesan semangkuk Bubur Telur yang ada di Bubur Ayam Cikini H.R. Suleman. Bubur legendaris yang sudah ada sejak tahun 1960-an ini, masih tetap menjadi salah satu favorit  dari banyak kuliner yang berada di sepanjang Jalan Cikini, Jakarta Pusat. Pun, di masa pandemi. Â
Sabtu 25 Desember 2021, saya bersama teman-teman Kompasianer yang tergabung dalam peserta #KPKGerebek Jajanan UMKM Bareng KPK berkumpul di Cikini.
Kawasan yang mempunyai daya ngangenin  dari kisah sejarah, seni, dan kulinernya. Cikini yang identik dengan Taman Ismail Marzuki (TIM), Raden Saleh dan lainnya. Nggak heran, dari Benyamin Sueb sampai Duo Anggrek menyebut kawasan Cikini dalam lagu.Â
Ya, Cikini tak hanya asyik ditelusuri dengan berjalan kaki. Lokasinya sangat strategis, bahkan sejak dari zaman kolonial Belanda. Untuk saat ini, gampang ditempuh dengan menggunakan Trans Jakarta, Kereta Api, dan ojek online. Kawasan yang cocok dijadikan destinasi wisata urban.
Nah kalau ngomongin kuliner di Cikini, juga seakan nggak ada habisnya karena banyak sekali ragam makanan dan minuman yang tersedia. Ada yang ala resto atapun gerobakan kaki lima beratapkan tenda di pinggir jalan. Ada yang menu modern atau menu jadul nan legendaris.
Oh ya, jika mau ada juga jajaran Warung Tegal (warteg) dengan berbagai menu andalannya. Masih ada lagi roti legendaris  Tan Ek Tjoan  dan Lauw yang dijual pakai gerobak sepeda. Mau es krim? Ada Tjanang, Mau ambil sendiri? Ada rumah makan Ampera 2 Tak. Mau gado-gado? Tinggal pilih. Cendol dan rujak pun ada.
"Jadi, mau makan apa?" Â tanya mbak Eka. Setelah berkumpul dulu, membagi doorprize dan berfoto bersama di bangku yang ada di persimpangan berlatar Stasiun Cikini, kami pun menyebar. Kami menyusuri sepanjang jalan arah Pasar Kembang Cikini yang berderet pedagang makanan gerobakan. Â Penjual parcel ada di sisi kiri dan sisi kanan jalan.