Pernah nggak sih kamu merasakan cuaca yang begitu panas? Kipas angin yang berputar seakan nggak cukup. Keringat tetap meluncur dan membuat baju basah.
Lalu, saat hujan turun begitu lebatnya, tiba-tiba sebentar saja sudah ada informasi kalau beberapa wilayah sudah terendam banjir.
"Waduh mbak, rumah saya banjir sampai seatap rumah," ucap Pono, pekerja bangunan yang biasa membetulkan rumah di lingkungan kami. Saat itu awal tahun.
Cuaca ekstrem dan kondisi kota menyebabkan banjir semakin sering terjadi. Contohya Jakarta, kalau dulunya banjir lima tahunan, sekarang lebih cepat, bahkan cenderung tiap tahun. Siapa yang mau, coba?
Peristiwa cuaca yang tidak menentu seperti suhu yang semakin panas dan hujan yang lebatnya tak biasa, kemudian saya ketahui dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG), dampak perubahan iklim ini diproyeksikan sampai akhir abad ke-21.Â
Tandanya, kondisi ekstrem saat musim hujan akan semakin basah dan apabila musim kemarau  akan semakin kering. Frekuensi kejadian periode ulangnya dan intensitasnya tinggi.
Net-Zero Emissions  dan Aktivitas Manusia
Perubahan iklim, pemanasan global, dan Net Zero Emissions. Bisa dibilang, tiga serangkai ini merupakan hasil aktivitas manusia yang juga berdampak pada manusia. Tiap hari kita beraktivitas, dong.
Maksudnya? Pemanasan global (global warming) menyebabkan perubahan iklim di bumi.Â
Sementara, pemanasan global/ efek rumah kaca muncul dari aktivitas manusia yang mengeluarkan emisi kemudian memicu pencemaran.
Emisi? Menurut KBBI, emisi artinya  pemancaran cahaya, panas, atau elektron dari suatu permukaan benda padat atau cair; pemancaran. Â
Aktivitas manusia setiap hari mengeluarkan emisi atau disebut juga gas buang sebagai hasil pembakaran bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak, gas alam ataupun batubara.
Melalui penelusuran, saya mencari tahu keterkaitan perubahan iklim, pemanasan global, dan net zero emissions.Â
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti dikutip dari laman ditjenppi.menlhk.go.id , mendefinisikan perubahan iklim sebagai gejala yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia, sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan.
Gas Rumah Kaca (GRK) antara lain  Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya. Sebenarnya, Gas Rumah Kaca dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil.Â
Namun, Gas Rumah kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal.
Akibatnya, jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak. Â Sehingga, terjadi peningkatan suhu bumi akibat efek rumah kaca.
Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia terkumpul dari kendaraan, penebangan pohon, kebakaran hutan, proyek batu bara, dan produksi pabrik yang besar.Â
Perubahan Iklim dan Bencana Alam
Kalau ngomongin perubahan iklim, dampaknya sangat mengerikan. Bisa menimbulkan bencana dimana-mana.Â
Mulai dari melelehnya es di kutub sehingga menimbulkan naiknya permukaan air laut, terjadi gelombang panas yang bisa menimbulkan kebakaran hutan, ekosistem laut yang rusak karena air laut memanas dan terjadi pergeseran cuaca, erosi garis pantai, gagal panen karena tidak menentunya musim hujan, hingga banjir yang semakin sering terjadi.
Lain daerah, bencana yang dialami tentu berbeda. Ada yang erosi garis pantai, kebakaran hutan, kekeringan dan gagal panen. Daerah pesisir akan mengalami dampak dari kenaikan tinggi muka laut yang menimbulkan banjir pantai lebih sering dan erosi pantai.
Ujung-ujungnya, bisa menyebabkan kerugian dan kepunahan mahluk hidup. Ngeri banget, kan? Â Pikiran yang langsung muncul adalah, kenapa harus ada perubahan iklim sih? Ternyata, Â ada kaitannya dengan pemanasan global.
Kisah Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat bisa jadi contoh. Dulu, disebut kampung dolar karena membuat para petambak menjadi jutawan. Kini, ribuan orang meninggalkannya karena terjadi pengikisan garis pantai atau abrasi  oleh ombak.
Mata pencaharian penduduk hilang, rumah-rumah rusak diterjang gelombang pasang air laut. Banjir rob menggenangi. Jarak permukiman dengan laut menjadi semakin menyusut. Semua berubah menjadi laut!
"Nanti Jakarta juga tenggelam, seperti itu?" tanya Arya, keponakan saya yang berusia sembilan tahun. Nggak terbayang kalau saat dia besar nanti, pesisir Jakarta semakin terkikis bahkan cepat tenggelam. Aih,pindah kemana?
Untuk menghindari terjadinya bencana yang semakin luas dan bumi yang semakin memanas, maka munculah gagasan Net Zero Emission. Dikutip dari Mongabay.co.id NZE mengemuka sejak COP 21 di Paris yang menghasilkan Paris Agreement.Â
Setiap negara wajib umenyampaikan target penurunan emisinya yang disebut dengan Nationally Determined Contribution (NDC), yang pelaksanaannya dimulai tahun 2020 yang lalu.
dok.windhu
Lalu, Apa yang Perlu Dilakukan Supaya NZE?Â

Net-Zero Emissions  (NZE). Lidah Indonesia saya lebih mudah menyebutnya nol emisi karbon. Saya mengartikan nol dengan nggak bersisa.Â
Jumlah emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida, dll yang kita keluarkan ke udara harus sama dengan yang diserap kembali. Memangnya, bisa? Tidak tahu. Setidaknya, mampu mengurangi dan tidak menimbulkan jejak karbon yang ditimbulkan oleh diri kita.Â
Sejak bangun tidur hingga kembali terlelap, sebenarnya banyak  yang bisa dilakukan agar bisa menjaga bumi. Hemat energi jadi pilihan utama.Â
Langkah yang biasa dan bisa dilakukan dimulai dari diri sendiri dan dari rumah, yakni:
1. Hemat listrik
Kebutuhan listrik setiap orang tentu berbeda-beda. Tergantung perangkat listrik yang dimiliki. Rumah tangga masa kini, menggunakan listrik untuk lampu, televisi, laptop, kulkas, AC, dan lainnya.
Semakin banyak penggunaan listrik, semakin besar jumlah watt yang diperlukan.
Sejak kecil hingga tarif listrik naik, saya dan keluarga di rumah selalu  saling mengingatkan  untuk mematikan lampu saat pagi sudah datang dan pada  ruangan yang sedang tidak digunakan.Â
Sinar matahari cukup untuk menerangi ketika siang hari dengan ventilasi cahaya dan udara yang cukup.
Itupun juga masih ditambah dengan penggunaan lampu hemat energi yang ternyata berdaya tahan lebih lama.
 Selain juga mencabut stop kontak barang yang tidak dinyalakan. Tahu kan alasannya? Supaya bayar listrik bulanan nggak melonjak.  Pakai  kipas angin dan AC secukupnya.
Namun sebenarnya, ini juga sudah mendukung nol emisi karbon (NZE) karena saat ini masih banyak pembangkit listrik yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
2. Pilah Sampah, Mengurangi dan Menggunakan Kembali
Setiap orang, setiap rumah tangga pasti mengeluarkan sampah setiap harinya. Dikutip dari katadata.co.id , Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah pada 2020.Â
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 37,3% sampah di Indonesia berasal dari aktivitas rumah tangga. Kebayang, kan?
Selalu mengusahakan tidak membuang sampah sembarangan dan memilah sampah dari rumah. Sebab, selalu ada sampah sayuran, daun, plastik, kertas, kardus dan lainnya. Untuk sampah basah, dipisahkan.Â
Seorang tetangga rajin menampungnya untuk dibuat kompos. Untuk botol plastik, kardus, kertas dipisahkan untuk dijual pada penjual barang bekas atau diberikan pada pemulung.
Untuk mengurangi sampah, saya selalu membawa tas kain yang bisa dilipat di dalam tas pergi.Â
Termasuk membawa botol minum dan tempat makanan agar tidak menjadi sampah karena penggunaan sekali pakai.
 Idealnya, Reduce, Reuse, Recycle. Untuk mendaur ulang sampah, saya masih perlu belajar membuatnya lebih berguna, seperti jadi pernak pernik.Â
Saya selalu menggunakan sisi kertas yang masih kosong sebagai catatan. Menghindari pembakaran sampah agar tidak menimbulkan pencemaran udara Co2.
3. Â Menanam pohon
Menanam pohon buat orang yang tinggal di kota tidak mudah. Pohon penting banget buat menyerap karbon.Â
Halaman rumah  yang tidak luas membutuhkan bantuan pot-pot tanaman. Jenis tumbuhan yang dipilih pun disesuaikan dengan keterbatasan lahan.
Meskipun tak seperti pohon trembesi yang mampu menyerap co2 lebih  banyak, tumbuhan lain juga bisa jadi penyerap karbon bersih dengan kadar berbeda.
 Tanaman pembersih udara seperti  puring, lidah mertua, sirih gading, paku-pakuan, dan lidah buaya ada di halaman rumah.
Selebihnya, saya punya mawar, melati, dan sejumlah tanaman yang bisa dijadikan santapan, seperti katuk, pepaya jepang, pepaya, terong, mengkudu, dan cabai.
4. Menggunakan transportasi umum
Prinsip asyiknya ramai-ramai diterapkan dalam menggunakan transportasi umum.Â
Kalau bisa naik angkot dan sewa mobil bareng ke suatu tujuan, bisa lebih irit sekaligus mengurangi karbon di udara.
 Untungnya, Trans Jakarta listrik sudah ada. Mobil listrik yang bisa dipesan lewat aplikasi online juga sudah ada.
Nah kalau jarak berpergian dekat dan hanya sekitar rumah, tidak perlu menggunakan kendaraan bermotor. Cukup jalan kaki atau mengayuh sepeda.Â
5. Mengurangi Pemakaian Tisu
Pikiran jika sekarang lebih muda cari tisu dan nggak perlu repot-repot cari kain lap yang perlu dicuci kembali, dihindari.Â
Tisu bersumber dari pohon. JIka semakin banyak tisu yang digunakan, berapa banyak jumlah pohon yang harus ditebang? Sayang kan,nanti hutan semakin gundul dan menyebabkan bencana alam.
Sejak sekolah dasar, ibu selalu meletakkan sapu tangan di dalam tas untuk mengelap.Â
Kebiasaan ini mulai tergantikan tisu yang lebih praktis. Karenanya, mengurangi penggunaan tisu  pilihan  paling pas. Â
Sebuah Harapan
Net Zero Emissions (NZE) merupakan sebuah harapan agar bumi tidak semakin memanas.Â
Agar tidak terjadi pemanasan global, perubahan iklim yang bisa membuat bencana alam yang akhirnya merugikan manusia sendiri.Â
Perubahan iklim terjadi dalam proses waktu yang panjang. Sebaliknya, untuk tercapai NZE pun butuh waktu lama.
Selain peran, kebijakan, dan keseriusan pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan menggunakan energi baru terbarukan dan penyediaan produk ramah lingkungan  di masyarakat.
Tentu saja, peran swasta untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam proses produksi juga berperan. Plus dukungan langkah sederhana dari rumah. Yuk mari, Net Zero Emissions untuk masa depan!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI