Setahun yang lalu, tepat di tanggal yang sama 2 Maret, termangu menatap layar televsi. Positif sudah Indonesia terkena COVID-19. Presiden RI Joko Widodo sendiri yang mengumumkannya. Dua warga Depok  Jawa Barat terkena.Â
Apa itu? Virus apa? Virus yang berasal dari kelelawar? Bikin sesak napas? Menyerang paru-paru? Bisa menyebabkan kematian? Dari Cina?Â
Banyak pertanyaan menyerbu pikiran. Sejak itu, semua tak lagi sama. Setiap hari melalui layar televisi dikabarkan kondisi dan jumlah penderita COVID-19 yang selalu bertambah. Bahkan hingga kini, setelah setahun.Â
Orang tak lagi bebas kemana-mana. COVID-19 menyebar ke -34 provinsi di Indonesia. Semua seakan mencekam.Â
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan di Jakarta, mulai 10 April 2020. Spanduk-spanduk imbauan untuk pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan dipasang di pintu-pintu gerbang perumahan.Â
Posko covid berupa tenda hijau dibangun di depan pasar. Siapapun yang tidak menggunakan masker akan kena sanksi. Denda uang atau disuruh menyapu halaman pasar yang luas.Â
Petugas keamanan pasar bersama beberapa tentara menggunakan toa berteriak-teriak menyuruh semua pengunjung dann pedagang pasar menggunakan masker.Â
Segera, yang menggunakan masker seadanya. Dilepas atau diletakkan di dagu, segera menaikkannya. Gawat, kalau sampai ketahuan!Â
Setelah itu, pasar perlahan sepi! "Pasar sepi banget. Toko-toko tutup cepat. Yang jualan makanan sore nggak ada. Baru sekarang, sepinya pasar melebihi saat lebaran, "kata Ayuk penjual jamu langganan.Â
Selain menjajakan jamu gendong di perumahan, ayuk juga menjualnya di pasar. Tiba-tiba penggemar jamu bertambah. Empon-empon menjadi idola banyak orang.Â
Kebiasaan baru pun dimulai. Tak ada lagi jabat tangan atau cipika cipiki. Ngobrol jarak dekat pun takut. Ada yang bersin, langsung menghindar. Awas, kena Covid!Â
Berjemur di pagi hari kala matahari mulai hangat muncul. Demam bersepeda mulai muncul. Tidak sedikit tetangga yang mulai membeli sepeda baru.Â
Aku ikutan membawa sepeda ke bengkel untuk dibetulkan. Cukup pakai ini saja, harga sepeda sedang melangit.Â
Semua grup whatsapp di ponsel setiap hari juga tak kalah membahas covid. Ada yang bercerita tentang kawannya, saudaranya atau keluarga yang terkena.
Ada yang mengungkapkan kecemasan dan ketakutan akan terkena. Rasa saling menguatkan berbaur dengan banyaknya link informasi covid dari berbagai sumber yang tersebar di wag. Wisma atlet dan rumah sakit penuh!Â
Sesekali diselingi ada jualan online yang semakin marak. "Beli sayuran online saja sama mbak Anu, nanti diantar, " gerak cepat tetangga membuat daftar pemesan dan jumlahnya.Â
Setiap siang hari, para ojek online berbaris antri untuk mendapatkan makan siang gratis. Kerjasama ibu-ibu mewujudkannya.Â
Sayangnya, tak ada lagi ibadah ramadan tahun 2020. Kami tak menyentuh masjid di bulan suci! Salat Jumat pun ditiadakan di masjid untuk beberapa waktu.Â
Lebaran yang sepi. Tidakak ada pulang kampung. Tidak ada  tradisi silahturahmi berkumpul di taman perumahan untuk bersalaman dengan seluruh warga untuk saling meminta maaf.Â
Lebaran 2020 cukup melalui online. Saling menyapa dan tertawa dituntaskan melalui video call atau aplikasi.Â
Ponsel menjadi sangat penting. Keponakan menangis minta dibelikan ponsel baru untuk mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).Â
Sekolah harus online. Seluruh tugas ada disitu. Satu ponsel mulai dirasa kurang untuk PJJ dengan jumlah anak di rumah lebih dari satu.Â
Kegiatan sekolah, rapat kerja, hingga seminar dilakukan melaui aplikasi. Untung juga, bisa pakai baju rapi tapi celana sedengkul di rumahm
Ibu-ibu di whatsapp grup mulai nyaring berbincang, kuota oh kuota. Syukurlah, akhirnya ada bantuan pemerintah. Untuk para pekerja yang diberhentikan, ada bantuan prakerja.Â
Bantuan sosial dari Pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial dibagikan. Begitupun yang dari pemerintah provinsi. Penerima suka cita meski kemudian kecewa ketika tahu ada yang dikorupsi.Â
Sepupu senyum-senyum ketika akhirnya lulus sebagai angkatan covid. Pengalaman yang tak diduga sebelumnya.Â
Setelah satu tahun, lalu apa?
"Banyak yang berubah karena covid. Â Sudah nggak sama seperti dulu. Tapi, aku juga nggak mau juga balik seperti dulu, " kata seorang teman.Â
Ya, banyak yang berubah. Aku pun tak sama lagi. Ada kebiasaan baru seperti mengurus tanaman, yang sebelumnya tak kupedulikan.Â
Kebiasaan belanja berubah. Frekuensi belanja online semakin bertambah. Mulai dari makanan matang sampai buah dan bahan mentah. Mulai dari tas hingga buku.Â
Sejumlah sertifikat online seminar bermunculan di email. Kegiatan dan seminar online yang tak memungut biaya, sayang sekali dilewatkan bila ada waktu dan bisa menambah ilmu.Â
"Ternyata pandemi  bawa hikmah, ya. Selama ini kita cuek dengan  kemampuan diri dan merasa sudah cukup ilmu. "  ucap salah seorang teman.Â
Mereka yang jeli pada peluang saat pandemi justru semakin berkembang.Â
Salah seorang sepupu, justru membuka gerai makanan saat pandemi, selain berjualan di market place.Â
Setelah setahun pandemi covid, jumlah penderita memang masih ada dan tetap bertambah. Jumlah kluster keluarga di lingkungan perumahan juga meningkat.Â
Kabar kerabat yang dimakamkan dengan prosedur covid juga ada beberapa.Â
Namun, kecemasan agaknya mulai berubah perlahan menjadi adaptasi. Bila ada yang isolasi mandiri, kini lebih baik segera memberi bantuan.Â
 Ya, hanya itu caranya selain berdamai. Pilah pilih info yang membuat tenang dan tidak terjebak hoaks.Â
Peluang dan jalan keluar pasti selalu ada. Entah kapan virus ini pergi seutuhnya. Selalu ada kesempatan bertumbuh dan berkreativitas.
Inilah saatnya menentukan pemenangnya dengan bersedia divaksinasi. Ah, setahun pandemi, banyak kisah tercipta dan bisa diceritakan.Â
--020321dhu--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H