Sebab, kalau tidak disukai dan tidak laku, suatu sinetron tidak mungkin bisa mencapai ribuan episode, bukan? Iklannya pun banyak.Â
Dalam tulisannya, kompasianer Tety Polmasari mengakui jika sinetron yang ditontonnya cukup mengaduk-aduk perasaan. Di sisi lain, juga merasa jadi korban sinetron. Ehemm!Â
Tayangan sinetron mau tidak mau masih menjadi hiburan bagi banyak orang. Tidak semua bisa berlangganan TV kabel, langganan netflix atau punya Smart TV bukan?Â
Sinetron  masih menjadi magnet yang ditunggu sejumlah kalangan. Terutama, betulkah oleh perempuan?Â
Dalam sinetron Dari Jendela SMP (DJS), keponakan perempuan yang masih SMP pun awalnya suka menontonnya. Saat ini tidak lagi karena semakin lama, jalan ceritanya semakin janggal.Â
Ketika tahu sinetron Dari Jendela SMP merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Mira W, saya pun mencari novel itu untuk membacanya.Â
Beruntung, lewat perpustakaan online, saya bisa menamatkan cerita novelnya.Â
Serupakah dengan sinetronnya? Nama dan dasar awal cerita sama. Ada Joko dan Wulan sebagai pemeran utama.Â
Namun tak ada kisah hilang ingatan dan mati Suri seperti yang ada dalam sinetronnya. Kisah sinetron berkembang banyak sekali.Â
Tapi, itu sah saja bukan? Tidak ada yang keberatan. Bukankah hanya sebuah cerita? Banyak penonton yang menyukainya. Adaptasi novel ke sebuah sinema juga tak harus sama, bukan?Â
Lalu apa kesimpulannya? Menonton sinetron Indonesia agaknya tidak perlu banyak mengkrtisi karena akan bertemu hal janggal.Â