Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[RTC] Bersamamu Melukis Senja di Pengungsian

1 Februari 2021   23:54 Diperbarui: 2 Februari 2021   00:06 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear Dika, 

Senja mungkin sebentar lagi tiba saat kamu membaca tulisanku. Aku yakin, kamu sudah bersiap-siap dengan beberapa lembar kertas dan sekotak pensil warna. 

Sejak guncangan gempa yang mengguncang Sulawesi Barat, dan membuatmu harus tinggal di tempat pengungsian, kamu selalu menunggu hadirnya senja. 

Sabarlah, semua akan berlalu. Saat ini, meski di tempat terpisah, aku pun sudah siap dengan beberapa lembar kertas dan sekotak pensil warna di hadapanku. 

Kita akan menggambar bersama. Mengekspresikan kenangan indah dan keinginan yang terpendam di dalam hati. 

Tanpa banyak berkata, kamu tersenyum. Tanganmu yang memegang pensil sudah beraksi di atas kertas. 

Perlahan, gambar dua buah ayunan sudah  dibuat. Di bawah ayunan itu, kamu menambahkab pasir dengan torehan titik-titik. 

Ah, aku tahu. Kamu pasti akan mengajak seorang temanmu untuk naik ayunan itu bersama-sama. Ataukah, kamu mau mengajakku? 

Dengan ayunan yang cukup kencang dan berirama, kamu bisa tertawa lepas. Berteriak gembira saat terbawa angin berembus ke posisi yang lebih tinggi. 

Begitu ayunan selesai dibuat, kamu menggambar sebuah perosotan. Beberapa anak seusiamu tampak ada di dekatnya. 

Ada yang sedang meluncur dari atas, ada yang baru saja tiba di dasar, ada juga yang baru akan menaiki tangga sebelum sampai di puncak untuk meluncur. 

Aku suka setiap kali melihatmu menggambar. Matamu terlihat berbinar-binar. Dengan tekun, garis dan goresan pensilmu sudah memenuhi seluruh kertas putih. 

Imajinasimu berkembang. Kamu menambahkan pelangi warna-warni di antara ayunan dan perosotan yang kamu buat. 

Oh iya, aku baru ingat. Kamu yakin di ujung pelangi biasanya seseorang akan menemukan kebahagiaan. Setidaknya, jalan keluar atas sebuah masalah. 

Kamu mulai mewarnai, Dika. Warna biru muda menjadi andalanmu. Langit yang biru menurutmu begitu menenangkan. Sekaligus menjanjikan harapan. 

"Aku ingin bisa bermain bebas bersama teman-teman seperti dulu, " ucapmu. 

Dua pekan sejak gempa  bermagnitudo 6,2 di Mamuju, bukan waktu sebentar bukan? Sebab, Dika tak pernah tahu sampai kapan harus berada di tempat pengungsian. 

Kenapa menyukai senja, Dika? Kamu tersipu. Lalu, menjawabnya sederhana. 

Senja selalu indah dilihat. Jika alam sedang baik-baik saja, banyak orang yang ingin melihat matahari perlahan menghilang. 

Demi sebuah senja, banyak orang rela jauh berpergian. Mengabadikannya melalui jepretan kamera ataupun dengan caramu melukis senja. 

Senja yang perlahan berubah malam, menurutmu selalu menyisakan kecantikannya pada malam. 

Ehem, aku mengernyitkan dahi. Malam itu kan gelap? Kamu akan  memandangku tajam. Bersikukuh jika malam akan berganti menjadi pagi yang sangat cerah. 

Gempa ini, katamu, akan usai. Tempat itu kamu ibaratkan sebuah kondisi malam. 

Meski pekat, tetap ada sinar yang memancar indah. Selalu ada lampu penerang. 

Serupa itulah kamu bisa berada di tempat pengungsian atas bantuan orang baik, kala gempa mengguncang. 

Lembar-lembar kertas yang diberikan tim layanan dukungan psikosial kementerian di posko pengungsian, menjadi temannya berjuang hari demi hari. 

Kemarin kamu menggambar sebuah tempat pengungsian dengan pintu keluar terbuka lebar. Di atasnya, ada gambar serupa bola berduri. 

"Itu virus covid. Kami di pengungsian dibayangi terus. Bisa terkena kapanpun jika badan lemah," katamu. 

Namun kamu selalu berpikiran positif. Pintu yang terbuka lebar, lagi-lagi kamu istilahkan sebagai jalan keluar.

Ah Dika, kamu tekun sekali menggambar. Katamu, sedang membuat maha karya lukisan di kanvas meski kamu hanya menggambarnya di atas kertas dan menggunakan pensil warna. 

Dika, lembar kertasku saat ini juga sudah mulai penuh. Aku menggambar sebuah rumah baru untukmu. 

Tepat di halaman depan rumah, aku juga membuat ayunan supaya kamu bisa bermain dengan teman-temanmu. 

Melalui sebuah gambar, Dika, semoga harimu terhibur. Gambar-gambar hasil imajinasi merupakan pelipur lara yang terbaik. 

Nanti, bila musibah ini berlalu, kamu bisa melukis senja dengan baik di atas kanvas. 

Tidak ada yang tidak mungkin, bukan? Siapa tahu gambar-gambar yang diimpikan bisa berubah jadi nyata. Agar dukamu hilang. 

Hari ini, menggambarnya cukup sampai disini. Besok, dalam tulisan selanjutnya, gambar yang lebih optimis akan kita buat, sahabat kecilku 

Selalu semangat, ya sobat kecil! 

R Windhu

--010221dhu--

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Surat Rindu untuk Sahabat yang Berduka

Logo Rumah Pena
Logo Rumah Pena

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun