Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenapa Mereka Bertanya Hal yang Sudah Ada?

27 Januari 2021   23:53 Diperbarui: 28 Januari 2021   00:03 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini aku ikut zoom meeting lagi. Bahasannya nggak jauh-jauh, mengenai cara membuat konten vlog yang baik dan disuka orang. 

Kebetulan, ada sebuah aplikasi baru yang muncul di kala pandemi. Jadi, mereka coba menarik minat para konten kreator untuk mengisi minatnya pada bidang yang disukai. 

Ada kuliner, ada jalan-jalan, ada edukasi, ada mengenai bisnis dan lainnya. Ujung-ujungnya sih ada sebuah lomba yang harus diikuti. 

Salah satunya yang diperhitungkan adalah para pengisi konten terbanyak per minggunya. 

Pandai juga, dengan sendirinya, kebutuhan konten aplikasi terpenuhi. Nggak apalah, hitung-hitung latihan buat vlog yang bagus. Betul, kan? ,

Tapi, bukan itu sih yang mengganggu. Para peserta zoom meetingnya yang terlalu banyak bertanya hal-hal yang tidak perlu. 

Sampai-sampai sebuah grup WA yang beberapa anggotanya juga ikutan pertemuan virtual, mulai berisik saling chat.

"Lihat saja, sebentar lagi panitianya ngomel"

"Itu pasti banyak orang baru yang ikutan. Jadi maunya nanya melulu'

Bertanya, Salahkah?

Aku nggak bilang bertanya itu salah, lho! Cuma, kalau bertanya hal yang tidak perlu, lebih baiknya sih nggak usah. 

Maksudnya, kenapa sih mereka harus bertanya hal yang sudah ada? 

Coba deh, contohnya mereka tanya seperti ini. Durasi videonya harus berapa lama? Boleh pilih kategori apa? Bisa upload berapa kali? 

Pertanyaan ini nggak salah sih. Cuma, jadi nggak tepat ketika itu semua sebenarnya sudah ada di keterangan yang diberikan. 

Bahkan, ada yang mengaku gagal mengupload berkali-kali. Setelah dicek, ukurannya terlalu besar.

 Nah daripada bertanya kenapa dan sudah tertera ukuran maksinal yang ditentukan, kenapa tidak bertanya bagaimana membuat ukurannya kecil.

Jadi ada ilmu yang bisa didapatkan jika belum tahu dan belum ada di keterangan. 

Sayangnya sih, orang-orang lebih suka berisik dulu untuk bertanya. Padahal membaca ketentuan yang ada juga belum. 

"Kenapa sih nggak bisa diunggah?"

"Itu kan ada di keterangan"

"Memangnya,  ada caranya? '

" Ada, kok"

"Yang mana"

Kemudian yang lain meninpali. "Iya, betulan ada. Pada poin ketiga. "

"Beneran nih? "

" Eh iya, memang ada"

Tuh, parah kan? Peserta yang lainnya harus 'terpaksa' menyimak obrolan nggak perlu. 

Coba deh, Orang-orang bersedia mau membaca dulu sebelum bertanya. 

Pantas, kadang ada panitia sebuah kegiatan yang mengomel. Eits, seharusnya ini juga nggak perlu kok.

 Jadi panitia di lini apapun harus sabar. Selalu ada saja orang-orang seperti itu. Haha. 

Ya begitulah. Andaikata saja orang-orang mau meluangkan waktu sebentar untuk menyimsk ketentuan, nggak akan ada deh chat panjang tanpa guna. 

Membaca sesuatu itu penting, lho! Ya, dari yang sederhana saja mengenai syarat dan ketentuan, belum tentu orang membacanya. 

Ah, kenapa ya orang-orang suka bertanya mengenai yang sudah ada? Bahkan kadang sudah tertera jelas 

Apakah hanya untuk mengisi waktu? Apakah karena ingin ikut memeriahkan kegiatan?

 Ataukah sebagai pengusir Kebosanan? Ataukah memang benar-benar nggak tahu karena tidak membacanya. 

Bertanya itu bagus banget, lho! Aku senang banget kalau ada orang yang bertanya suatu hal. Senang karena bisa dapat ilmu dari jawaban atas sebuah pertanyaan . 

Ah sudahlah, hari sudah malam. Aku mulai mengantuk. Ini cuma ceritaku hari ini. Untunglah kamu mau menampungnya. 

Ingat, jangan tanya sesuatu yang sudah ada ya? 

--270121--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun