Apa yang membedakan ramadan dengan bulan lainnya? Selain ibadah yang harus dilakukan, tentu saja suasananya. Sayangnya, ramadan kali ini semua aktivitas harus di rumah saja. Tak ada salat tarawih di masjid. Tidak ada kegiatan langsung di rumah ibadah. Suasana di jalan pun lebih sepi. Â
Angin berhembus perlahan di depan rumah. Sepi sekali suasana yang belum terlalu malam. Padahal baru lepas Isya. Biasanya, ramadan tahun lalu orang-orang baru pulang dari masjid sekitar pukul 21.00. Â Berjalan kaki dari masjid yang jaraknya hanya beberapa ratus meter. Â
Pada tarawih pertama, setelah salat tawarih berjamaah, setiap jemaah masjid akan saling bersalam-salaman menyambut datangnya ramadan. Saling bermaafan. Â Tidak jarang diikuti dengan bersentuhan pipi alias cipika cipiki.
Namun, ramadan kali ini semua itu tidak ada. Masjid memasang poster besar berupa instruksi pemerintah dan MUI  untuk melakukan ibadah di rumah saja. Setelah meniadakan salat Jumat di masjid, salat berjemaah di masjid pun tidak ada.  Tujuannya  untuk  memutus rantai penyebaran virus corona.
Pada pintu masuk gerbang perumahan yang kini ditutup lebih cepat pada pukul 19.00, dipasang spanduk pengumuman untuk waspada korona dan anjuran menggunakan masker.
Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diperpanjang hingga tanggal 22 Mei seakan mempertegas jika tidak mungkin untuk salat tarawih di masjid. Menurutkalender yang sudah tercetak, lebaran atau 1 syawal jatuh pada tanggal 24-25 Mei.
Meski ramadan sebelumnya tidak penuh salat tarawih di masjid karena berbagai hal, tetap keinginan itu memanggil-manggil. Ingatan buru-buru pergi ke masjid selepas buka puasa agar tidak ketinggalan salat tarawih tersimpan. Â
Lupakan keinginan untuk berkumpul buka puasa bersama. Baik dengan keluarga, apalagi dengan teman atau kolega.Melalui sambungan telepon, adik menelepon tidak akan pulang pada ramadan kali ini. Menyantap makanan bersama walau  menunya sederhana.
 Ramadan kali ini meski menu untuk berbuka puasa lebih sederhana lagi, malu rasanya mengakui sebagai kesulitan. Berbagai pemberitaan di media-media, baik online, cetak, maupun siaran televisi menyampaikan ada sejumlah orang di berbagai daerah yang mengalami kelaparan akibat kelaparan.
Ramadan kali ini mengajarkan untuk lebih bersyukur karena masih bisa menyantap sahur dan berbuka puasa dengan makanan bergizi sebagai energi untuk beraktivitas. Beruntungnya saya dan keluarga masih menikmati yang mungkin tidak dirasakan oleh orang lain.
Tangisan para karyawan yang harus berhenti bekerja, yang salah satunya viral seperti di sebuah department store di kawasan Depok membuat  saya tetap merasa harusnya lebih beruntung.
Memang, dalam percakapan singkat melalui whatsapp kakak bercerita jika saat ini di tempatnya bekerja, sudah diberlakukan masuk selang seling hari. Satu hari masuk dan satu hari tidak.
Gaji yang diterima kakak hanya dihitung sesuai dengan jumla hari masuk kerjanya. Namun, kakak tetap merasa bersyukur karena sejumlah karyawan lainnya malahan sudah dirumahkan terlebih dulu tanpa menerima gaji.
Satu-satunya yang tersulit adalah menjaga kestabilan kesehatan ibu yang sudah lansia. Entah kenapa, sejak bapak berpulang dipanggil Allah tahun lalu, ibu yang biasanya selalu kuat, saat ini seringkali melonjak tensinya jika ada suatu kabar kurang baik mengenai kehidupan anak-anaknya.
Pernah di awal puasa, ibu demam sehingga membuat khawatir. Ibu pun batuk-batuk. Cemas rasanya. Ah, di masa pandemi covid-19 ini siapakah yang tidak timbul rasa was-was kalau di rumah memiliki orang tua yang suhu tubuhnya naik. Ibu juga sangat enggan diajak untuk berobat dan bilang tidak apa-apa.Â
Untunglah, Â setelah ibu minum vitamin dan dipaksa minum susu (ibu tidak suka susu), kesehatan ibu membaik. Ibu bisa beraktivitas kembali. Selalu berpuasa ramadan, selalu salat tarawih di rumah, dan mengaji. Sehat selalu ya, bu. Â Â
Selain ramadan tahun ini yang tidak bisa dilewatkan dengan salat berjamaah di masjid, ada hal lain yang membuat saya sedih. Melihat begitu banyaknya orang hidupnya semakin susah yang terkena dampak dari masa pandemi covid-19, saya tidak dapat membantu secara biaya. Penghasilan saya pun turut terimbas.
Ramadan yang berbeda. Suara Azan panggilan salat lima waktu selalu terdengar dari rumah. Kami salat di rumah aja kali ini. Lebih aman. Semoga masa pandemi covid ini segera berlalu.
Saya sudah ingin beraktivitas normal seperti sebelum masa pandemi covid-19. Ups, satu hal saya lupa. Saya jadi kangen bapak. Maafkan bapak, saya belum datang  untuk ziarah ke makam. Namun doa untuk bapak selalu dipanjatkan. Semoga badai virus korona cepat berlalu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H