Selamat hari raya Idul Fitri. Selamat lebaran. Mohon maaf lahir batin. Begitu ucapan itu terlontar, yang menerima pun langsung tersenyum dan mengucapkan hal yang sama. Tangan-tangan saling berjabat erat. Sejumlah perempuan di antaranya menambahkan dengan cium pipi kanan dan kiri dengan perempuan lainnya.Â
Usai melaksanakan salat Idul Fitri di masjid perumahan, semua warga akan berkumpul di taman. Diiringi dengan sura takbir yang dikumandang, satu per satu keluarga akan datang. Semakin belakangan datang, dialah yang harus berkeliling paling panjang untuk menyalami warga yang lainnya.Â
Semua lebur, tidak ada sekat. Tua dan muda. Beda agama dan suku. Beda latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Semua hadir untuk saling mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri.
Kegiatan halal bihalal warga perumahan ini, selain silahturahmi dengan saling bersalaman memaafkan, seperti biasa diisi dengan sambutan dari sesepuh dan pemuka warga setempat. Rasa kebersamaan membuat kegiatan yang hanya terjadi satu tahun sekali berlangsung selama puluhan tahun. Idul Fitri yang menyatukan.
 Idul Fitri, Momen Leburnya Kesalahan
Hanya saat Idul Fitri, suasana silahturahmi dalam bentuk halal bihalal bisa tercipta. Menyempatkan diri untuk berkunjung untuk mengucap maaf antar para tetangga. Â Bunyi kumandang takbir dalam lantunan musik membuat suasana yang selalu dirindukan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allahu Akbar,
Laa-illaha illalahu wa allahu Akbar
Allahu Akbar wa lillahil khamd
Idul Fitri memang khas. Tak hanya di sebuah perumahan, sebuah wilayah, ataupun di tingkatan nasional Indonesia sekalipun. Idul Fitri memberikan nuansa yang berbeda bila dibandingkan dengan hari-hari lain dalam satu tahun. Begitupun halnya buat saya.
Idul Fitri dan  Ketupat
Kekhasan Idul Fitri yang tak bisa terganti adalah selalu ada ketupat. Tentunya dilengkapi dengan teman-temannya untuk disantap bersama keluarga, seperti rendang, opor, sambal goreng kentang ati, dan sayur labu kacang panjang, yang disebut  sayur ketupat.
Di rumah, bukan lebaran kalau tidak ada ketupat. Tradisi Ketupat konon diperkenalkan Sunan Kalijaga dalam penyebaran agama Islam. Berdasarkan filosofi Jawa, makna dari  ketupat,  yakni ketupat atau kupat merupakan kependekan kata dari Ngaku Lepat yang artinya meminta maaf dan Laku Papat yang berarti empat tindakan
Ngaku lepat atau meminta maaf di hari raya Idulfitri diimplementasikan  bagi orang Jawa dengan tradisi sungkeman yang mengajarkan pentingnya menghormati orangtua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Sementara laku papat, yakni lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran artinya sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Luberan,diartikan meluber atau melimpah,yang dapat dimaknai ajakan bersedekah untuk kaum miskin berupa zakat fitrah.
Leburan bermakna dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. Laburan dimaknai supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.
Sungkem, Salam, Silahturahmi, Sampaikan Maaf
Nah, seperti makna yang terkandung dari sebuah ketupat itulah yang saya lakukan di hari raya Idul Fitri ini. Usai salat Idul Fitri, sungkem pada orang tua dan kakak, bersilahturahmi dengan tetangga melalui halal bihalal. Lebaran kali ini juga diisi dengan mengunjungi makam bapak yang belum 100 hari.Â
Selain itu, bersalaman dan meminta maaf pada saudara dan keluarga besar atas kemungkinan khilaf yang pernah dilakukan. Idul Fitri merupakan juga berarti kemenangan setelh satu bulan menjalankan rangkaian ibadan di bulan ramadan. Â
Kemenangan di Idul Fitri lebih pada kemampuan untuk menahan diri untuk bersedia sungkem, menyampaikan salam, bersilhturahmi ke tetangga, kerabat, dan keluarga. Kemenangan juga berarti kemampuan untuk saling memaafkan. Terutama untuk meminta maaf secara langsung. Â
Semua itu diawali dari lebaran dalam rumah untuk merayakannya. Di saat yang sama, semua masyarakat Indonesia di setiap daerah pun merayakannya. Pun dengan para tokoh di negara Indonesi.
Senang rasanya membaca pemberitaan media online, sejumlah tokoh saling bersalaman dalam kunjungan open house, yang juga diadakan di Istana Kepresidenan. Idul Fitri memang saatnya untuk saling memaafkan.
Hanya di Idul Fitri, ucapan selamat hari raya dikirimkan tak henti-henti, salah satunya melalui media sosial whatsapp. Saling membalas ucapan meskipun berbeda agama, suku, dan latar belakang. Selamat jadi pemenang.Â
Idul fitri memang momen yang menyatukan dan tepat untuk menjalin kebersamaan. Sebagai penutup dalam tulisan ini, saya juga ingin menyampaikan Selamat Idul Fitri. Maaf lahir dan Batin. Ketupat masih tersedia, saya makn ketupat dulu. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H