Musim mudik tiba. Tradisi tahunan yang selalu banyak orang rindukan. Sejak jauh-jauh hari, bahkan sudah banyak yang mempersiapkan momen kepulangan ke kampung halaman. Berkumpul bersama keluarga memberikan rasa bahagia, sekaligus melepas penatnya rutinitas hidup di kota.
Setiap perjalanan mudik, baik yang dilakukan melalui laut, udara, maupun darat punya cerita tersendiri. Suka dan duka yang membuat sebuah perjalanan itu menjadi salah satu bahan obrolan saat seluruh anggota bertemu di hari raya.
Macet, lama perjalanan, kerepotan menjelang mudik dan saat mudik, hingga rencana mengisi kegiatan selama mudik biasanya menjadi obrolan yang mengasyikkan.
Meski perjalanan mudik sudah pasti menimbulkan rasa lelah dan mengeluarkan banyak energi, selain pengeluaran uang pastinya, para pemudik tak pernah merasa kapok untuk pulang. Silahturahmi di hari raya lebih mempunyai nilai di hati.
Mudik melalui jalur darat diprediksi akan menjadi primadona di tahun 2019. Pemerintah bahkan sudah sejak jauh-jauh hari menyiapkan sarana dan jalur darat yang akan dipergunakan mudik.
Buat saya, semakin lama perjalanan mudik semakin lebih baik. Untuk mudik ke Jawa Tengah, ada perbedaan mudik yang saya rasakan saat dulu dengan sekarang, baik dengan menggunakan transportasi kereta api, maupun menggunakan bus. Secara pribadi, saya lebih suka dan lebih sering menggunakan perjalanan menggunakan kereta api untuk mudik ke Jawa Tengah.
Mudik dengan Kereta Api
Saat pertemuan ngabuburit Mudik Aman, Sehat, dan Selaat bersama Kemenkes di Stasiun Gambir akhir Mei 2019, Menkes Nila Moeloek sempat bergurau jika mudik saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan dari beberapa tahun lalu. Sekarang tidak ada lagi penumpang yang duduk di atas atap.
Mudik Kereta Api Zaman Dulu (10 tahun lalu dan lebih)
Memang itu benar adanya yang dikatakan. Mau naik kereta dari kelas ekonomi, bisnis, ataupun eksekutif pada zaman dulu, masalah kenyamanan jangan dipertanyakan. Untuk mudik kala itu yang penting adalah terangkut.
Perjuangan untuk mudik sepuluh tahun lalu lebih lelah. Untuk membeli tiket kereta api, calon penumpang harus mengantre panjang. Bahkan sebelum loket dibuka. Menginap di stasiun kereta api adalah biasa jika ingin mendapatkan tiket.
Akhirnya, membeli tiket berdiri pun dilakukan meski pada kenyataannya dalam perjalanan kereta jarak jauh, orang tak mungkin berdiri sepanjang jalan. Akhirnya koran ataupun tikar pun digelar untuk alas duduk dan alas tidur.
Saat terkantuk-kantuk, banyak orang berlalu lalang, mulai dari petugas pemeriksa karcis yang memang bertugas, pedagang aneka makanan, pengemis yang hanya seakan-akan membersihkan kereta, hingga pengamen sambil lalu yang memaksa meminta uang dengan mencolek-colek penumpang.
Untuk ke toilet, minimal buang air kecil jangan ditanya betapa susahnya. Sebab, toilet pun diisi orang yang rela berada dicsana meskipun bau pesing menyerang, asalkan terangkut hingga kampung halaman.
Cirebon menjadi stasiun pemberhentian yang favorit kala mudik zaman dulu. Waktu singgah yang lama, memungkinkan untuk membeli makanan di stasiun atau mampir sejenak ke toilet untuk buang air kecil.
Jika kebetulan dapat naik kereta api kelas ekonomi, terkadang lampu tidak menyala. Sepanjang perjalanan mudik minimal 8 jam harus rela bergelap-gelapan andai berangkat malam. Lilin yang dinyalakan di dalam kereta dan kipas bambu di tangan tak pernah lepas.
Perjalanan kereta api kala itu meski banyak menyimpan duka karena lebih lelah, tetap menimbulkan suka saat sudah bertemu dengan keluarga besar. Hingga kini, cerita perjalanan mudik itu masih tersimpan.
Saat ini, untuk mudik menggunakan kereta api tidaklah sesulit dulu. Sejak pembenahan perkeretaapian yang dilakukan oleh Ignasius Jonan, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), pada tahun 2009.
Pembenahan kereta api penumpang yang menyeluruh itu sangat menyenangkan buat para pemudik kereta. Pembelian tiket kereta api tidaklah harus berdesak-desakan antre mengular saat loket penjualan karcis belum dibuka.
Pembelian tiket kereta api bisa lewat metode online, yang pembayaran bisa disetor melalui m-banking atau convenience store. Jika sudah memiliki jadwal kepulangan, bahkan bisa memesan tiket 90 hari sebelum keberangkatan.
Tidak ada tiket berdiri yang dijual. Saat ini, yang ada hanyalah adu cepat pembelian tiket online agar tidak kehabisan. Tarif tiket yang diberlakukan sama. Maksudnya jika saya naik kereta api jurusan ke Yogyakarta, harga tiket yang dibayar pun segitu, meski saya nantinya turun di stasiun Kutoarjo, sebelum Yogyakarta.
Kini, mencetak tiket kereta api bisa dilakukan sendiri melalui mesin pencetak tiket yang sudah disediakan. Petugas yang akan memastikan nama penumpang di tiket dengan yang tertera di kartu identitas.
Mudik menggunakan kereta api saat ini tidak ada lagi orang yang berjualan makanan di atas kereta. Petugas reska (restoran kereta api) yang mendatangi para penumpang jika ada yang membutuhkan makanan, minuman, hingga jajajan untuk di perjalanan. Jika mau, bisa juga dengan datang ke gerbong resto untuk makan di sana.
Mudik dengan kereta api saat ini juga tidak perlu berbekal kipas karena gerbong-gerbong sudah dilengkapi dengan mesin pendingin (AC). Selimut dan bantal juga bisa disewa. Jika ingin ke toilet tersedia air, tisue, dan cairan pencuci tangan.
Selama di perjalanan, mudik dengan menggunakan kereta api saat ini jauh lebih menyenangkan. Bisa lelap tidur jika lelah selama perjalanan. Bisa menikmati perjalanan melihat sawah-sawah dari jendela bila berangkat dengan kereta pagi.
***
Mudik menggunakan kereta selalu meninggalkan cerita. Itu yang saya suka. Menikmati pemandangan dari balik jendela, bisa sekaligus mengoperasikan smartphone. Jika baterai smartphone habis, tinggal mengecasnya pada fasilitas charger yang tersedia.
Pengalaman mudik sebelum era 2009 hingga tahun 2019 tetaplah menarik. Suka dan duka selalu menyertai. Cerita suka saat ini lebih banyak. Cerita duka? Akan beralih menjadi cerita suka jika mampu mempersiapkan perjalananan mudik dengan sebaik-baiknya. Mudik membawa ransel, koper, dan tas jadi pilihan. Tidak lupa membawa oleh-oleh secukupnya. Stasiun kereta api menjelang mudik semakin dipadati calon penumpang KA.
Mudik menggunakan kereta api tetap menjadi favorit karena jam keberangkatan dan jam tiba yang lebih pasti. Suasana ramai pemudik yang memenuhi stasiun kereta pada musim mudik justru menjadi sebuah kenangan. Selain itu, setidaknya, saya tidak perlu gelisah menahan pipis berjam-jam seperti sepuluh tahun lalu sebelum ketemu Stasiun Cirebon.
Selamat mudik, kawan! Semoga aman, sehat, selamat sampai tujuan. Jangan lupa baca doa sebelum perjalanan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H