Kau bisa patahkan kakiku
Tapi tidak mimpi-mimpiku
Kau bisa lumpuhkan tanganku
Tapi tidak mimpi-mimpiku
Lirik lagu Manusia Kuat yang dinyanyikan oleh Tulus, agaknya bisa untuk menggambarkan kuatnya anak-anak penyandang diabetes melitus (kencing manis). Bertemankan dengan suntikan insulin setiap hari adalah hal biasa. Selalu disiplin tinggi mengontrol kalori dan pola maka agar mampu menjalani hidup layaknya anak sehat lainnya, juga harus mampu.
Diabetes memang termasuk penyakit tidak menular, tapi tidak dapat disembuhkan. Jika terjadi pada usia anak rentang usia 0 hingga 18 tahun, tentu bukan hal mudah untuk dijalani. Baik untuk anak, maupun orang tua
Ya, diabetes dapat terkena pada siapa saja. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat awam yang berpikir jika diabetes merupakan penyakit orang dewasa atau orang tua. Padahal dari tahun ke tahun, jumlah Diabetes Melitus pada anak meningkat. Bagaimana aktivitasnya? Bolehkah anak diabetes ikut olahraga bela diri?
Pertanyaan itu terlontar dalam kegiatan peringatan Hari Diabetes Sedunia menyambut hari diabetes sedunia tanggal 14 November, yang diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di area Car Free Day, FX Senayan, Minggu 11 November 2018.
Cuma, tetap ada syarat. Konsultasi ke dokter harus dilakukan sebelum olahraga, seperti cek gula darah. Harus selalu mengupayakan kadar gula berada dalam batas normal, atau mendekati nilai normal tanpa menyebabkan anak berada dalam kondisi kekurangan glukosa dalam darah.
Mengenali Si DM
Karenanya, mampu mengenali Diabetes melitus (DM) sangat penting. DM adalah gangguan metabolisme yang timbul akibat peningkatan kadar gula darah di atas normal, yang berlangsung secara kronis. Ada gangguan pada hormon insulin yang dihasilkan kelenjar pankreas.
Insulin berfungsi mengatur penggunaan glukosa oleh otot, lemak, atau sel-sel lain dalam tubuh. Apabila produksi insulin berkurang, maka akan menyebabkan tingginya kadar gula dalam darah serta gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.Â
Pada umumnya, Diabetes Melitus (DM) dibedakan menjadi 2 tipe, yakni DM tipe-1 dan DM tipe-2.Â
"Sebanyak 90 % diabetes pada anak adalah tipe 1. Kebanyakan ditemukan/didiagnosis dalam keadaan yang gawat. Sebagian ada juga yang datang ke poli dengan keluhan ngompol. Di IGD, kadang-kadang diduga karena sakit perut, usus buntu. Setelah dicek semuanya karena kadar gula yang sangat tinggi," tutu dr Dana.
DM tipe-1 disebabkan oleh pankreas yang tidak memproduksi cukup insulin. Sementara DM tipe-2 disebabkan oleh gangguan kerja insulin yang juga dapat disertai kerusakan pada sel pankreas.
Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan, angka kejadian DM pada abak usia 0-18 tahun mengalami peningkatan sebesar 500 % selama jangka waktu 5 tahun terakhir.
Jumlah kasus baru DM tipe-1 dan tipe-2 berbeda antar populasi dengan distribusi. Sejak September 2009 hingga September 2018, terdapat 1213 kasus DM tipe-1. Paling banyak terdapat di kota-kota besar, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan.
Pengumpulan data jumlah kasus DM tipe-2 pada anak saat ini, masih belum secara luas dilakukan. Jumlah pasien dengan DM tipe-2 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tercatat 5 pasien sejak tahun 2014-2018. Dr. Andi Nanis Sacharina, Sp.A (K) mengatakan, kasus DM tipe-1 memang paling banyak pada anak, tapi terdapat kecenderungan peningkatan kasus DM tipe-2.
Untuk DM tipe-2, sangat erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat, seperti berat badan berlebih, obesitas, kurang aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, dan diet tidak sehat/tidak seimbang, serta merokok.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan angka kejadian faktor risiko DM tipe-2, yaitu sebesar 18,8% anak usia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat badan dan 10,8 % menderita obesitas.
Gejala Anak dengan Diabetes Melitus
Lalu seperti apa gejala anak dengan diabetes melitus? Seringkali gejala yang timbul luput diperhatikan orang tua.Â
"Anak sering merasa lapar, haus minum terus, kencingnya banyak, anak yang sudah tidak mengompol lagi pada malam hari, kemudian ngompol. Bedanya, kalau makan banyak harusnya gemuk tapi kok badannya kok malah tambah kurus. Berat badannya nggak naik bagus," tutur dr. Nanis.Â
Sejumlah penderita kasus DM tipe-1, kerap awal datang dalam keadaan KAD (Ketoasidosis diabetik). Umumnya ditandai dengan keluhan sesak, napas cepat, pingsan, atau koma, kemudian dibuktikan dengan pemeriksaan darah adanya ketosis, ketonomia, gula darah ph rendah, dan gula darah sewaktu sangat tinggi.
IDAI menyampaikan 6 gejala pada DM, yakniÂ
1. Polifagi atau sering merasa lapar. Anak dengan DM akan merasakan lapar terus menerus meski baru selesai makan. Rasa lapar ini didorong oleh jumah insulin yang tidak memadai sehingga gula tidak dapat diolah menjadi energi.
2. Polidipsi atau sering merasa haus. Serupa dengan polifagi, anak akan merasa haus terus menerus karena ketidakmampuan tubuh memproduksi hormon insulin sehingga tubuh mengalami dehidrasi.
3. Polluria atau sering buang air kecil. Rasa haus yang menyebabkan anak selalu minum, tidak diimbangi dengan kemampuan tubuh untuk menyerap cairan dengan baik. Anak dengan DM akan lebih sering buang air kecil daripada frekunesi normal, terutama di malam hari.
4. Penurunan berat badan yang drastis dalam 2-6 minggu, sebelum terdiagnosis. Meski anak sering minta makan, tapi tubuhnya tidak bertambah gemuk, melainkan cenderung kehilangan berat badan dalam jumlah yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh dalam menyerap gula darah, sehingga menyebabkan jaringan otot dan lemak menyusut.
5. Kelelahan dan mudah marah. Tubuh anak yang tidak mampu menyerap gula dari makanan membuatnya kekurangan energi sehingga mudah merasa lelah. Selain itu anak juga akan mengalami gangguan perilaku dan perubahan emosi menjadi cepat marah dan murung.
6. Tanda kedaruratan yang perlu diwaspada, antara lain sesak napas, dehidrasi, syok, dan napas berbau keton.
Untuk DM tipe-2, pencegahannya dapat dilakukan dengan menerapkan gaya hidup sehat, yakni:
1. Mempertahankan berat badan ideal. Jika anak memiliki berat badan berlebih, maka upayakan untuk menguranginya sekitar 5-10 untuk mengurangi risiko.
2. Diet kalori dan rendah lemak sangat dianjurkan
3. Memperbanyak makan buah dan sayur. Mengonsumsi berbagai macam buah dan sayur setiap hari
4. Mengurangi minum-minuman manis dan bersoda
5. Aktif berolahraga. Upayakan untuk berolahraga setidaknya 30 menit dalam sehari untuk mencapai berat badan ideal. Olahraga juga bisa menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan kadar insulin
6. Membatasi penggunaan gadgetÂ
Anak Diabetes dan Masa Depan
Lalu bagaimana masa depan anak dengan diabetes? Setiap anak dimanapun berhak untuk meraih masa depannya sesuai cita dan melakukan kegiatan yang diinginkan. Dewi Ulfah, misalnya. Perempuan yang memasuki usia 57 tahun ini, terkena diabetes sejak berusia 5 tahun.
"Saya sudah bersahabat dengan diabetes selama 52 tahun," kata Dewi.
Mampu berprestasi dan menjadi inspirasi juga diperlihatkan oleh dr. Muhamad Firas. Dokter muda berusia 34 tahun ini menyandang diabetes tipe-1 sejak usia 14 tahun. Saat masih duduk di bangku SMP. "Sudah dua puluh tahun yang lalu," kata Firas.
Dr Firas mampu menjalani hidup dengan pendidikan yang baik, berkarier, menikah,dan memiliki anak. Menurutnya, diabetes merupakan penyakit yang dapat dikontrol. Bahkan, rmenyandang diabetes juga mendorong cita-citanya untuk menjadi dokter. "Diabetes itu pada prinsipnya controllable, sangat mudah dikontrol dan diatasi. Tidak ada hambatan apapun. Cita-cita apapun bisa berhasil," kata Firas.
Menurut Firas, pemahaman dan selalu belajar tentang diabetes yang diidap, mengatur kadar gula darah, pengaturan makannya, pengaturan insulin saat berolahraga menjadi hal kunci dan sangat penting.
Selain itu, peran orang tua sangat dominan mengingat anak-anak masih berada dalam pengawasan orang tua. Dukungan dan bimbingan keluarga sangat berpengaruh.
Anggota keluarga merupakan orang terdekat yang membantu kebutuhan diabetisi, memberikan nasihat, ataupun memberi semangat untuk menjalankan terapi setiap hari dan menjaga kesehatan secara umum.
Anak dengan diabetes tipe-1 mau tidak mau harus memakai insulin, menyuntik insulin sebanyak 3 hingga 4 kali sehari. Karenanya, kontrol metabolik berupa upaya agar kadar darah dalam batas normal atau mendekati normal tanpa kekurangan glukosa dalam darah optimal, membutuhkan penanganan yang menyeluruh.
Ada tim yang terdiri dari ahli endokrinologi abak atau dokter anak, ahli gizi, ahli psikiatri, psikologi anak, pekerja sosial, dan edukator. Selain itu, Anak Diabetes dan keluarga dapat juga bergabung dalam wadah untuk berbagi informasi dan pengalaman melalui komunitas Yayasan Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Anak dan Remaja (IKADAR).
Bila jenuh, anak perlu disadarkan risiko kadar gula darah yang tinggi dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan komplikasi di kemudian hari. Misalnya, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan (pubertas terlambat), gangguan penglihatan, gangguan fungsi ginjal, gangguan pada pembuluh darah jantung dan otak, serta munculnya gangguan pada sistem saraf tepi. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H