Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Saatnya Membatasai Sampah Plastik untuk Masa Depan Lautan

31 Oktober 2018   23:41 Diperbarui: 1 November 2018   00:50 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka sampah plastik yang terdapat di laut (sumber:www.mongabay.co.id)

 

Pernahkah  berdiri di pinggir  sebuah pantai atau berada di tepi suatu pelabuhan?  Bila diperhatikan, tak jarang melihat adanya sejumlah sampah plastik yang menyembul di antara air laut yang menghempas sisi dermaga atau pada sisi kapal yang sedang  bersandar.

Itu bisa ditemui di Ancol. Begitupun saat berada di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, untuk mengunjungi open boat Kapal hijau Greenpeace Rainbow Warrior yang datang April lalu 2018 lalu. Timbulan sampah juga  tak luput terlihat  Di antaranya adalah sampah plastik.

Baca juga disini  

Ya, membicarakan sampah, seakan-akan tak pernah habisnya dan tak jarang dianggap  menjadi sumber masalah. Banjir, misalnya. Gara-gara sampah, Provinsi DKI Jakarta pun kisruh dengan pemerintah kota Bekasi mengenai pembuangannya di TPA  Bantar Gebang.

Di  kawasan lingkungan, sampah juga bisa dilihat ada di selokan-selokan yang berada di pinggir trotoar. Ketika hujan, sebagian sampah meluber ke jalan. Selebihnya terbawa aliran air melewati sungai , yang kemudian mendorongnya untuk sampai ke lautan lepas.


Jenis sampah memang beragam.  Namun, sampah plastik dipastikan menjadi ancaman serius untuk laut sehat. Suatu hal yang wajar, lantaran saat ini nyaris semua barang atau perabotan yang digunakan tak lepas dari unsur plastik.

Adakah di sebuah supermarket, pasar, ataupun pusat perbelanjaan tidak menemukan adanya barang yang mengandung unsur plastik? Minimal, para pengunjung yang menjadi konsumen akan menjinjing kantung plastik untuk mebawa barang yang telah dibelinya. Membawa keranjang belanja, tak semua dilakukan pembeli.  

Berserakannya sampah plastik di laut (www.kompas.com)
Berserakannya sampah plastik di laut (www.kompas.com)
Sejatinya,  plastik pada awalnya digunakan untuk membantu kehidupan manusia. Seperti dikutip dari laman www.greenpeace.org,  salah satu versi mengenai munculnya plastik berawaal dari kekhawatiran akan punahnya gajah yang memiliki gading yang dikonsumsi minimal 1 juta ton setiap tahunnya. Hal ini  mendorong para peneliti menemukan plastik pada paruh abad ke-2.  Awal abad 20, orang sudah bisa membeli sisir dan pakaian yang tidak terbuat dari gading gajah.

Seiring dengan perjalanan waktu, perkembangan produksi dan penggunaan plastik pun meningkat. Pada perang dunia II, plastik digunakan untuk membuat senjata bazoka hingga komponen pesawat.

Berakhirnya masa perang, perusahaan plastik mengubah produksinya untuk beragam produk, mulai dari boneka barbie, kontainer plastik, mainan plastik, dan furnitur plastik. Plastik memiliki daya pikat yang tinggi karena lebih murah dan lebih ringan.

Namun, itulah yang menjadi permasalahan besar. Setelah tak digunakan, barang yang terbuat dari plastik akan  menjadi sampah plastik yang sangat mengganggu lingkungan.

Plastik memiliki daya tahan lama untuk bisa terurai. Sampah plastik akan tetap ada selama 500 tahun. Laman Greenpeace bahkan mengilustrasikan jika Leonardo Davinci  menggunakan botol minuman dari plastik saat melukis Monalisa, maka sampahnya masih akan bertahan hingga saat ini.

Mungkinkh jumlah sampah di laut lebih banyak dari jumlah ikan? (gambar:EU-UF)
Mungkinkh jumlah sampah di laut lebih banyak dari jumlah ikan? (gambar:EU-UF)
Sampah Plastik di Laut

Semakin hari, semakin banyak benda dari plastik yang diproduksi, digunakan, dan dibuang. Hal ini menjadi tantangan yang cukup serius bagi Indonesia dan juga dunia, dalam menghadapi sampah plastik.

Permasalahan sampah plastik di laut menjadi salah satu hal yang dibahas dalam perhelatan akbar Our Ocean Conference, yang berlangsung selama dua hari mulai Senin 29-30 Oktober 2018, di Nusa Dua Bali.

Jacqueline Savit, Chief Policy Officer Oceana, sebuah organisasi konservasi laut global menuturkan, saat ini lautan  mau tidak mau harus menghadapi  ancaman sampah plastik.

Kata Jacqueline, setidaknya ada 17,6 miliar ton sampah plastik masuk ke lautan setiap tahunnya. Sampah plastik itu tidak hanya mengancam  lautan Indonesia, tapi juga hampir seluruh negara di dunia.

Membersihkan sungai dari sampah di Bali (sumber:www.mongabay.co.id)
Membersihkan sungai dari sampah di Bali (sumber:www.mongabay.co.id)
"Banyak perusahaan yang terus-menerus menggunakan kemasan plastik menghancurkan tempat-tempat yang indah seperti Bali. Kita telah membuang satu truk sampah plastik ke lautan setiap menitnya," ujarnya, seperti dikutip dari liputan6.com.

Menteri Luar Nageri Retno Marsudi pun menyadari jika Indonesia telah menghasilkan jumlah cukup besar sampah pastik, termasuk sampah plastik di laut. Karenanya, kegiatan OOC pun diawali dengan  kampanye membersihkan pantai.

Laut Bukanlah Tempat Sampah

Pandu Laut, komunitas binaan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahkan telah melakukan aksi bersih-bersih pesisir laut pada  76 titik di berbagai wilayah Indonesia, sejak Agustus 2018 .

Kampanye untuk melindungi laut dari sampah plastik kemudian dipertegas dalam aksi Menghadap Laut dalam bentuk konser yang ada di OOC. Hal ini untuk menggarisbawahi dengan tebal jika laut, bukanlah sebuah tempat sampah besar. Laut bukanlah  tempat penampungan berbagai  jenis sampah yang mengancam kelangsungan biota laut.

PPSU melakukan bersih-bersih laut dari sampah (gambar:beritajakarta.co.id)
PPSU melakukan bersih-bersih laut dari sampah (gambar:beritajakarta.co.id)
Bahkan Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris meski tak bisa datang dalam kegiatan dua hari Our Ocean Conference (OOC), dalam video yang dilansir channel youtube Kementerin Kelautan dan Perikanan (KKP), juga menyoroti permasalahan sampah laut, salah satunya.   

Selebihnya, Pangeran Charles juga mendukung pemberantasan ilegal fishing dan dampak perubahan iklim terhadap laut. Kegiatan melindungi laut dan mengupayakan laut  sehat harus dilakukan.  

Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry saat memberi pidato dalam gelaran Our Ocean Conference 2018  mengungkapkan kekhawatiran nantinya  jumlah sampah plastik di lautan akan lebih banyak daripada  ikan. Padahal di saat yang sama, banyak oran yang menginginkan terhidangnya daging ikan segar yang tersaji sebagai menu hidangan.

Sampah yang terdapat di sisi kapal lingkungan Rainbow Warrior saat bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, April 2018 lalu (foto:windhu)
Sampah yang terdapat di sisi kapal lingkungan Rainbow Warrior saat bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, April 2018 lalu (foto:windhu)
Kerry  mengajak untuk menyelamatkan laut dengan melakukan semua upaya. Tujuannya, agar generasi mendatang bisa merasakan dan mencicipi hasil tangkapan laut yang masih segar dan bagus.

Kata Kerry, saat ini setidaknya  sudah lebih dari 500 dead zone ada di laut dunia dan kemungkinan akan terus meningkat  akibat ulah manusia. Di area dead zone, tidak ditemukan kehidupan karena rusaknya perairan. Laut saat ini sedang kritis karena banyaknya sampah plastik.

Selain menghasilkan kesepakatan untuk mengatasi permasalahan sampah plastik, Our Ocean Conference 2018 yang  membahas keberlangsungan laut telah menghasilkan 287 komitmen baru, yang  terdiri atas Marine Protected Area (62), climate change (40), maritim security (41), maritim pollution (61), Sustainable Fisheries (39), suistainable blue economy (44).  

Sampah menumpuk di pinggir laut (gambar:www.kkp.go.id)
Sampah menumpuk di pinggir laut (gambar:www.kkp.go.id)
Komitmen Untuk Laut Sehat Polusi Plastik 

Perusahaan multinasional Prancis, Veolia di OOC ikut menandatangani komitmen global untuk memberantas limbah plastik. Komitmen yang  didukung berbagai produsen, merek, pengecer, dan pendaur ulang kemasan plastik terkemuka di dunia.

Senior Executive Vice President Development, Innovation and Markets Veolia, Laurent Auguste mengatakan, Veolia akan memperluas bisnis daur ulang plastiknya lima persen hingga 2025.

Melalui program yang  diprakarsai oleh Ellen MacArthur Foundation, yang  berkolaborasi dengan lembaga PBB, United Nations Environment Programme (UNEP), melakukan komitmen global pemberantasan sampah plastik

Sebagai perusahaan, Veolua ingin berkontribusi meningkatkan volume dan kualitas plastik daur ulang, tapi tetap bisa  mendorong pengembangan pasar, dan memenuhi permintaan yang terus meningkat. Nilai yang digelontorkan mencapai satu miliar euro.

Laut yang bersih dari polusi plastik diupayakan untuk keberlanjutan masa depan (gambar:www.elshinta.com)
Laut yang bersih dari polusi plastik diupayakan untuk keberlanjutan masa depan (gambar:www.elshinta.com)
Komitmen global menghilangkan polusi plastik diteken 250 organisasi di ajang OOC, dengan sejumlah poin, yang di antaranya :

(1).   Melakukan penghentian produksi kemasan plastik sekali pakai. Sebagai gantinya,  digiatkan penggunaan kemasan daur ulang.

(2)  Melakukan inovasi dan upaya yang bisa memastikan 100 persen kemasan plastik yang diproduksi,  bisa digunakan kembali, didaur ulang, atau dijadikan kompos maksimal 2025.

(3) Pasar plastik daur ulang untuk pengolahan menjadi kemasan atau produk baru   diperluas .

Membersihkan lautan dan pantai dari limbah plastik merupakan hal penting. Di sisi lain, hal ini tidak berarti bisa langsung menghentikan jumlah plastik yang masuk ke dalam lautan setiap tahun.

Technoplast, perusahaan produsen plasticware asli Indonesia di gelaran OOC juga  menyampaikan komitmen untuk pelestarian lingkungan. Cara yang dilakukan adalah dengan  terus memproduksi peralatan rumah tangga berbahan dasar plastik, yang  bukan berkategori sekali pakai.

Sebagai bukti, Technoplast  membagi-bagikan ribuan botol minum ( tumbler). Dewi Hendrati, GM Marcomm Technoplast, menegaskan keseriusan Technoplast untuk menjaga laut dari sampah plastik sekali pakai.  Mengurangi penggunaan wadah plastik seperti botol minum dan tempat makan yang sekali pakai.

Melalui Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang diselenggarakan di Bali selama dua hari, mulai 29-30 September 2018, kepedulian terhadap lingkungan terutama laut ditingkatkan (www.antanews.com)
Melalui Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang diselenggarakan di Bali selama dua hari, mulai 29-30 September 2018, kepedulian terhadap lingkungan terutama laut ditingkatkan (www.antanews.com)
Indonesia merupakan negara kedua sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia setelah Cina. Sampah plastik yang dihasilkan Indonesia sebesar 187,2 juta ton.

Hasil riset Universitas Udayana dengan menggunakan teori CSIRO, bahwa 45 % sampah adalah plastik lunak,15 % plastik keras dan lainnya, kayu, busa, baju dan lainnya. Adapun kategori sampah plastik tersebut terbagi menjadi 3 (tiga), 40 % merupakan plastik kemasan berlabel, 17 % sedotan dan 15 % plastik kresek.

Lalu tindakan apa yang bisa kita lakukan secara sederhana sebagai  individu kelompok masyarakat? Sudah saatnya untuk  mengurangi pemakaian botol kemasan. Kenapa? Karena ujung-ujungnya adalah sampah plastik kemasan yang dibuang ke sungai akan tiba di laut. 

Jadi tak ada kata lain,  saatnya membatasi pemakaian sampah plastik, dimulai dari diri sendiri. Meski terlihat  sederhana, tindakan ini akan  menyelamatkan laut dan membantu laut untuk sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun