Nggak salah kalau menyebut Indonesia itu surganya makanan. Setiap wilayah di negeri tercinta ini selalu punya kuliner-kuliner khas yang menggoda untuk dicicipi. Semua itu muncul tak hanya dari segi rasa, tampilan, atau keunikan bahan masakan yang terkadang hanya ada di suatu tempat.
Jika melihat nikmatnya orang yang sedang bersantap di depan mata, tak mampu disangkal seringkali terbit rasa lapar ingin mencoba. Sensor perut ikut tergelitik. Lidah pun tak sabar ingin menjajal rasa. Berburu kuliner pun akhirnya dilakukan untuk memenuhi penasaran dan demi mencari pengalaman baru kelezatan resep yang terwujud dalam hidangan matang.
Seperti Sabtu, 29 September 2018 di wilayah Blok M, Jakarta Selatan. Terinspirasi film Aruna dan Lidahnya yang berpetualang kuliner, teman-teman dari komunitas penggemar film, KOMiK Kompasiana, berkumpul di kawasan yang sangat terkenal sebagai salah satu ikon lokasi mejeng di Jakarta sejak puluhan tahun. Siapa yang tinggal di Jakarta tidak kenal Blok M?
Jika mencari pilihan kuliner untuk memuaskan perut yang keroncongan atau sekedar menyudahi lapar mata yang tak bisa dihindari, Blok M jangan dilewatkan. Pilihan rumah makan sederhana ataupun sekedar makanan pinggir jalan juga bisa ditemukan. Mau makanan berat hingga jajanan gerobak abang-abang tersedia. Begitupun dengan aneka minuman penuntas dahaga.
Tidak pagi, tidak siang, tidak malam, kawasan Blok M senantiasa hidup. Wajar, wilayah ini bisa dijangkau sangat mudah dengan transportasi umum, mulai dari bus kota, Transjakarta, Damri, transportasi online, hingga kendaraan pribadi.
Meski belum hitungannya jam makan siang, pujasera basement Blok M Square sudah dipadati orang. Berjajar orang, baik laki dan perempuan, muda dan tua, sendiri ataupun berombongan sudah duduk di depan meja hidangan yang berjajar di depan kios-kios aneka makanan.
Begitu banyak lokasi kuliner yang bisa dipilih, teman-teman komunitas film Kompasiana yang dibagi tiga rombongan dengan budget yang ditentukan kemudian berpencar. Food tour itu istilah yang disematkan biar lebih efektif dan maksimal. Kelompokku yang terdiri dari lima orang dewasa dan satu anak kecil memilih untuk menyantap mie ayam Don Don.
Seraya saling mengenal lantaran baru pertama kali bertemu, di sela-sela menyantap mie obrolan terjadi. Pujasera Blok M Square mulai banyak didatangi pengunjung. Penjaja donat goreng hilir mudik berteriak menawarkan donatnya yang dipikulnya.
Aneka minuman yang bisa dipilih juga ada. Sebut saja ada Es Oyen yang khas Bandung, Timun Serut, aneka jus, es kelapa jeruk, sekedar teh manis atau jeruk manis. Jika mau minuman bubble dan minuman Thailand yang lagi tren juga ada.
Aku memilih untuk tahu yang namanya Tahu Bubuteuh dari Ceu Mumun. Penasaran saja karena memang baru kali itu kenal namanya. Searching di google pun nggak ada. Baiklah, bermodal Rp.10.000, penjual makanan pun beraksi.
Aruna dan Lidahnya
Sop Buntut dengan kuah yang masih berkepul panas menjadi pembuka film Aruna dan Lidahnya. Duduk di barisan kursi D dan kursi E studio, tampilan aneka makanan kuliner khas daerah menjadi tontonan tak henati-henti sepanjang durasi film yang diputar.
Film yang rilis di bioskop mulai 27 September 2018 ini dibintangi 4 tokoh utama yang sudah sangat dikenal oleh publik pecinta film Indonesia. Dian Sastrowardoyo, Hannah Al Rashid, Oka Antara, Nicholas Saputra. Dinsas dan Nicholas yang dulu lebih dikenal dalam film AADC (Ada Apa Dengan Cinta) hadir dalam film bertaburan kuliner.Â
Petualangan kuliner Aruna nyaris batal saat Aruna yang berprofesi sebagai ahli wabah yang bekerja di sebuah konsultan kesehatan One World, ditugaskan oleh bosnya Burhan (Desta) untuk meneliti langsung ke daerah lokasi terjangkit wabah Flu Burung, sesuai dengan laporan lembaga mitra yang dipimpin Priya (Ayu Azhari).
Petualangan kuliner Aruna dan Bono akhirnya tetap dilanjutkan tetapi menyesuaikan dengan jadwal kerja Aruna. Bono yang sudah ambil cuti akan berburu kuliner mengikuti lokasi tempat Aruna ditugaskan melakukan penelitian.
Belum lagi ditambah Nadezhda (Hannah Al-Rasyid), seorang penulis dan kritikus kuliner yang juga gebetan Bono. Maka, berempat mereka pun melakukan kulineran di sela-sela pekerjaan Aruna dan Bono. Kebetulan, Aruna memang mencari bumbu nasi goreng mbok Sawal yang sangat disukainya.Â
Dalam petualangan kuliner itu ternyata satu per satu terungkap hal-hal yang tidak diduga sebelumnya. Ada dugaan konspirasi dan korupsi terkait penanganan kasus Flu Burung yang tidak ditemukan korbannya. Ada bumbu cinta tak diungkapkan antara Aruna dan Farish, serta Bono dan Nades.
Satu hal yang paling mengasyikkan ditonton di film Aruna dan Lidahnya ini adalah tampilan-tampilan kuliner yang terdapat di 4 daerah yang didatangi, yakni Surabaya, Pamekasan, Singkawang, dan Pontianak.
Penonton diajak larut dalam laper dan baper. Ada 21 total menu hidangan yang hadir di film Aruna dan Lidahnya. Semua tampil secara alami dalam balutan jalannya cerita. Kuliner-kuliner khas ditampilkan penuh menggoda mata yang melihat.Â
Ada Sop Buntut, ada Rujak Soto, ada Campor Lorjuk, ada roti keju, ada Pengkang, ada Choipan, ada Rawon khas surabaya, dan lainnya. Menontonnya tentu saja menerbitkan selera untuk bisa ikut mencicipi kuliner yang tersaji panas berkepul-kepul mengundang selera.
Seperti itulah, setidaknya tampilan kuliner khas daerah itu. Pengkang adalah kuliner seperti lemper dengan isi udang/ebi yang berbalut dan pisang dan dibakar boak balik dengan jepitan. Menyantapnya dengan sambal kerang.
Menonton Aruna dan Lidahnya, orang diajak untuk menikmati 'rasa' jika makanan bukan hanya sekedar ada dan sekedar kenyang. Ada emosi yang hadir dalam kepiawaian tangan yang meraciknya. Ini diungkapkan oleh salah seorang pasien yang diduga mengidap Flu Burung, saat bercerita lezatnya soto buatan istrinya. Rasa 'tangan' yang tak pernah bisa terganti.Â
Menyaksikan Aruna dan Lidahnya yang disutradarai Edwin, peraih Sutradara Terbaik Piala Citra tahun 2017, penonton bisa menyimak jika makanan bisa menyatukan orang dan memaknai arti persahabatan. Lewat makanan bisa saling mengenal lebih jauh dan pembuka untuk mengungkapkan sesuatu.
Seperti kata Bono dalam salah satu adegan film,"Hidup itu seperti makanan. Bisa merasakan yang sepahit-pahitnya atau yang seasin-asinnya kalau makannya sendiri-sendiri."
Film yang diadaptasi secara bebas karya Laksmi Pamuntjak yang rilis pada tahun 2014 ini memang tak main-main menyuguhkan tampilan sajian kuliner karena melibatkan chef professional seperti Bara dan food stylist.
Lalu bagaimana kelanjutan kisah kuliner yang berbalut asmara, konspirasi, dan korupsi ini? Bagusnya dengan menonton langsung di jaringan bioskop Indonesia. Silakan menikmati.Â
Hati-hati buat yang tadinya kurang tahu atau antipati masakan tradisional, menonton Aruna dan Lidahnya selama 1 jam 46 menit nantinya bisa jadi simpati, lalu berubah menjadi empati, kemudian akan jatuh hati pada kuliner Indonesia yang beragam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H