Meski dalam pelaksanaannya, para peserta yang mengikuti lomba duduk lesehan beralaskan tikar merangkai kata demi kata, membuat puisi, lalu kemudian membacakannya.Â
Untungnya di tengah-tengah para peserta tersedia kudapan, permen, dan minuman gelas kemasan. Setiap peserta diabadikan melalui jepretan foto dan direkam melalui video ponsel. Meski terkadang suara mereka harus tenggelam oleh bunyi kegiatan di panggung utama.
Sebuah kolaboraksi Ladiesiana dan RTC yang positif. Â Peminat lomba membuat dan membaca puisi bertema perempuan, tak hanya perempuan. Ada sejumlah laki-laki yang ikut serta.
Peserta lomba pun tak hanya orang dewasa seperti pekerja kantoran ataupun memang penulis puisi, para mahasiswa hingga anak yang masih duduk di bangku sekolah menengah pun ikut serta. Â
Para peserta menceritakan tentang kekagumannya pada sosok perempuan. Entah ibunya, saudaranya, kakaknya, pahlawan perempuan, teman perempuan, hingga gurunya. Â Sah saja. Semua memang boleh berpuisi. Semua memang boleh mencintai puisi dan mengungkapkannya dalam bait puisi. Â
Begitupun saat kemudian diputuskan pemenang I dan II ternyata belakangan diketahui keduanya masih berstatus mahasiswa universitas negeri di Malang. Tampaknya tema perempuan memang selalu menarik untuk dibahas.
Setidaknya, seperti puisi Mencintai Ratu Pantai Selatan karya Ikhwanul Halim, yang terinspirasi dari novel Perjanjian dengan Maut karya Harijadi S Hartowardojo pun juga tak jauh-jauh dari menyinggung soal cinta pada perempuan.
Semua Tentang Perempuan
Satu hal yang pasti, booth kolaboraksi komunitas Ladiesiana dan RTC di ICD Malang 2018 memang lebih banyak didatangi para perempuan. Tak hanya admin komunitas yang keseluruhannya perempuan.
Ladiesiana, sebagai komunitas pun bergerak dalam kegiatan yang terkait dengan perempuan. Para peserta lomba buat dan baca puisi yang mayoritas perempuan, bercerita mengenai perempuan. Sesuai dengan warna pink alias merah muda yang Â
Saat Wagub Jawa Timur Emil Dardak terpilih usai membaca puisi, seorang ibu menggendong seorang anak mendatanginya. Sri Rahayu, perempuan itu curhat mengenai kekhawatiran seorang ibu mengenai masa depan untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus (ABK). Â Â Â