Saya masih ingat ketika seorang teman bercerita mengenai ibunya yang meninggal dunia karena hepatitis, yang mengakibatkan sirosis (pengerasan hati). Meski sadar sang ibu sudah tidak akan menderita lagi, dia tak menyangka sama sekali harus kehilangan seseorang yang dicintai, akibat penyakit yang diketahui secara terlambat.
Begitupun yang dialami oleh Dewi. Perempuan ini mengungkapkan rasa tak percayanya begitu tahu keponakannya yang terlihat aktif, sehat, dan senang olahraga tiba-tiba dinyatakan menderita hepatitis. Apalagi, dalam jangka kurang dari setahun, keponakannya yang masih duduk di bangku sekolah itu kemudian meninggal dunia.
"Saya tahu banget kalau ibunya, kakak saya selalu menjaga sekali anak-anaknya dengan baik agar selalu sehat," kata Dewi, dalam kegiatan peringatan Hari Hepatitis Sedunia tahun 2018 setiap tanggal 28 Juli, yang diadakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Silent Killer. Menyerang secara diam-diam dan mengubah kesehatan tubuh menjadi buruk akibat hepatitis. Sayangnya, sebagian besar orang tidak mengetahui telah tertular virus hepatitis. Banyak yang mengetahuinya secara terlambat. Sudah dalam kondisi kronis sehingga tak hanya menyebabkan sakit, tapi mengantarkan juga pada kematian.
Wiendra menjelaskan, hepatitis artinya peradangan hati, yang berasal dari kata hepar (hati) dan itis (radang). Ada beberapa penyebab hepatitis, yakni perlemakan, obat-obatan, antibiotik, parasit (malaria, amoeba), dan virus lain (dengue, herpes).
Namun, virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak penyakit hepatitis. Jika tidak terdeteksi, 1 dari 4 pengidap akan meninggal karena kanker atau gagal hati.
Virus hepatitis terdiri atas A, B, C, D,dan E. Tampak seperti pilihan berganda, tapi bila yang terkena virus hepatitis tak bisa lagi dianggap bercanda. Bahkan sudah seharusnya waspada.
Dijelaskan, ada dua cara penularan virus hepatitis, yakni:
1. Melalui kotoran/mulutÂ
Termasuk dalam kategori ini adalah hepatitis A dan hepatitis E. Penularannya melalui fecal-oral. Seseorang akan terkena jika mengonsumsi suatu makanan yang tercemar virus hepatitis A (VHA) dan hepatitis E, akibat dari tinja penderita yang dibuang sembarangan/tidak higienis
Hepatitis A jumlahnya lebih banyak di masyarakat. Gejalanya akan muncul dalam rentang waktu 15-50 hari (rata-rata 28 hari), bervariasi mulai dari ringan sampai berat, yakni demam, rasa lemas/lesu, nafsu makan berkurang/tidak ada nafsu makan, mual, muntah, nyeri pada perut bagian kanan atas, air kencing berwarna teh, dan ikterus/warna kekuningan kekuninganyang bisa terlihat pada mata dan kulit.Â
Semakin muda usia anak, maka gejala yang muncul umumnya tidak khas atau malah tidak ada gejala.
2. Melalui Kontak Cairan Tubuh
Hepatitis B, hepatitis C, dan hepatitis D merupakan penyakit yang menyerang hati bersifat akut dan kronik, yang disebabkan virus hepatitis B, Virus Hepatitis C, dan Virus hepatitis D. Hepatitis ini bersifat akut dan kronik, serta dapat mengakibatkan siosis (pengerasan hati) dan kanker hati.
Penularannya melalui darah dan cairan tubuh penderita, seperti sperma, air liur, dan cairan otak. Setiap orang bisa tertular hepatitis B, C, dan D, tapi yang berisiko lebih tinggi adalah mereka yang bekerja dengan darah dan produk darah (kecelakaan jarum suntik), pengguna jarum suntuk tidak steril/bergantian, pengguna tato, tindik, pisau cukur, jarum perawatan, wajah, manicure/pedicure tidak steril, pengguna sikat gigi bergantian dengan penderita, pasangan homosex, dan sering berganti-ganti pasangan.
Nah hepatitis B, paling tinggi 95 % berasal dari ibu penderita hepatitis B kepada bayi yang dikandung atau dilahirkan (vertikal). Hanya 5 % secara horizontal. Sedihnya, 1 dari 10 penduduk Indonesia mengidap Hepatitis B.
Hepatitis D lebih jarang daripada hepatitis B dan hepatitis C. Untuk mengetahui seseorang pernah tertular hepatitis B, diperlukan pemeriksaan darah (HbsAg), sedangkan untuk mengetahui seseorang tertular hepatitis C diperlukan pemeriksaan darah (antiHCV).
Penderita hepatitis yang ditularkan melalui kontak cairan tubuh, biasanya tanpa gejala atau hanya mengalami gejala ringan, seperti cepat lelah, mual, nyeri perut, demam, dan nafsu makan berkurang. Sehingga tak jarang, sering terlambat diketahui sudah tahap akut seperti sirosis/kanker hati.
Dr. Wiendra Waworuntu M.Kes mengatakan, untuk hepatitis A umumnya bersifat self limiting atau bisa sembuh sendiri dan tidak menjadi kronis. Biasanya hanya dengan menjaga keseimbangan nutrisi.
Bila terkena hepatitis A, maka membutuhkan istirahat yang cukup dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Bila terjadi muntah berulang kali sehingga tidak bisa makan dan kemungkinan akan kekurangan cairan, baru diperlukan rawat inap.
Mencegah, kata dr Wiendra lebih baik untuk menghindari terkena hepatitis. Caranya dengan menghindari faktor risiko penularan, terutama pada hepatitis C yang sampai saat ini belum ada vaksin pencegahnya.
Untuk mencegah hepatitis A bisa dilakukan dengan mengonsumsi makanan dan minuman sehari-hari yang bebas dari pencemaran virus hepatitis A. Pastikan dengan memasaknya sampai mendidih dengan air bersih sebelum dimakan.
Membudayakan Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS), dengan mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah buang air besar, dan setelah mengganti popok bayi. Selain itu, jika buang air besar haruslah di jamban yang memenuhi syarat kesehatan dan telah menerima imunisasi hepatitis A.
Setiap tahunnya, menurut dr Wiendra, terdapat 5, 3 juta ibu hamil (bumil) yang HbsAg reaktif pada bumil rata-rata 2,2%. Setiap tahunnya diperkirakan terdapat 120.000 bayi akan menderita hepatitis B dan 95 % berpotensi mengalami hepatitis kronis (sirosis atau kanker hati) 30 tahun ke depan.
Hepatitis B sangat disoroti terkait dengan generasi masa depan. Bahkan, disebut lebih berbahaya dari HIV karena sebanyak 95 % berasal dari ibu penderita hepatitis B kepada bayi yang dikandung atau dilahirkan (vertikal). Hanya 5 % secara horizontal.
Jika hal ini diabaikan, biaya yang harus dikeluarkan untuk satu kasus sirosis membutuhkan biaya Rp. 1 Miliar dan pada satu kasus kanker hati membutuhkan biaya Rp.5 Miliar. Jumlah yang besar ini tentu saja selain merepotkan keluarga, juga merugikan negara.
Karenanya, pencegahan penularan hepatitis B melalui vaksinasi sangat ditekankan. Imunisasi aktif BB 0 diberikan segera setelah bayi lahir (kurang dari 12 jam), yang kemudian dilanjutkan 3 dosis pada usia 2,3,dam 4 bulan sesuai dengan program imunisasi nasional).
Imunsasi pasif (immunoglobulin) diberikan setelah terkontaminasi darah pada penderita bayi baru lahir dari ibu yang menderita hepatitis B. Sementara imunisasi pada remaja dan dewasa dilakukan setelah tes laboratorium. Ibu hamil dengan Hepatitis B disarankan untuk melahirkan di layanan kesehatan.
Dr Wiendra menyebutkan, sejak tahun 2016-2018 (Juni), sudah dilakukan deteksi dini Hepatitis B sebanyak 742.767 ibu hamil. Sebanyak 7.268 bayi berhasil diproteksi dari penularan vertikal ibunya.
Melakukan deteksi dini hepatitis ditegaskan, merupakan langkah penyelamatan generasi penerus bangsa mengingat potensi terjadi sirosis atau kanker hati puluhan tahun.
Sehingga, setidaknya kasus yang dialami oleh kedua teman saya yang anggota keluarganya menderita hepatitis bisa dihindari. Apalagi, Indonesia hingga kini masih menjadi negara dengan jumlah pengidap hepatitis B terbesr di antara anggota WHO SEAR (South East Asian Region).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H