2. Setelah berbagi-bagi makanan, para peserta Sahur On The Road tidak segera beribadah melakukan subuhan bareng di masjid yang terdekat. Konvoi yang dilakukan malah meninggalkan ibadah salat dan hanya nongkrong-nongkrong tidak jelas.
3. Bila ada yang melakukan SOTR di luar lokasi pendistibusian makanan yang sudah ditentukan dan berbuat tindakan-tindakan tak patut. Apalagi membahayakan orang lain, berbuat onar, dan sulit ditertibkan.
Memberikan  bantuan makanan sahur itu merupakan tindakan yang baik. Berbagi berkah dan bersedekah memang salah satu bentuk ibadah selama bulan ramadan. Namun, sungguh tidak tepat jika bergeser makna dan mengandung potensi merugikan orang lain.
Orang-orang yang berpuasa pastinya tidak akan melakukan tindakan yang tidak bermanfaat, bukan? Ibadah di bulan ramadan tetap terjaga positif dan dikerjakan oleh orang-orang baik.
Namun bila sulit untuk menghindari SOTR tak melenceng, sahur di rumah dengan orang-orang tersayang, tetap merupakan yang terbaik. Lalu bagaimana dengan mereka yang kurang mampu dan membutuhkan makan sahur?
Sebaiknya diberikan imbauan bagi mereka yang berpuasa untuk merapat ke masjid-masjid terdekat. Tujuannya supaya bisa mendapatkan makanan sahur secara cuma-cuma dari SOTR.
Untuk itulah, kerjasama dengan pengurus masjid dan pengelola lingkungan kampung setempat sangat dibutuhkan. Mereka lebih tahu wilayah-wilayah atau orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Karenanya, suatu hal yang pantas bila ada peserta SOTR yang berbuat onar langsung diserahkan kepada pihak kepolisian dan diberikan hukuman yang sepantasnya. Hal ini juga untuk menghindari agar Sahur On The Road (SOTR) tidak berubah menjadi Sampah On The Road (SOTR) dan Tawur On The Road (TOTR).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H