Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Perihal Mukena

30 Mei 2018   14:05 Diperbarui: 30 Mei 2018   14:17 2048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shalat dengan menggunakan mukena yang bersih dan wangi lebih menyenangkan. Apalagi, saat ramadan. (dok.windhu)

Ayu baru saja hendak melepas mukena yang dikenakannya, saat matanya menangkap ada seorang  perempuan muda di sampingnya dan tersenyum. "Mbak, boleh pinjam mukenanya?" tanya perempuan itu.

Ayu melirik jarum jam mungil di pergelangan tangannya, sebelum kemudian mengangguk. Perempuan itu sigap menerimanya,"Nggak lama kok,mbak!" ucapnya segera mengambil posisi shalat di sebelah Ayu.

Ayu pun beringsut ke shaf paling belakang. Merapikan pakaian. Kemudian menuju cermin yang memang tersedia di bagian ruang shalat akhwat. Memupur pipinya dengan bedak agar cerah dan memulas pipinya dengan lipstik berwarna pink dan mengatupkan kedua bibirnya agar warna pada bibir merata.

Tak perlu waktu banyak. Ayu tersenyum. Wajah ayunya terlihat lebih cerah dengan gaya dandanan sederhana. Ayu memang tak suka dengan dandanan yang menyala. Tampil rapi dengan dandanan natural agar tak berwajah kusam, sudah cukup baginya.

Ayu memandang cermin. Dandan sudah, pikir Ayu. Apalagi?  Tinggal menunggu perempuan muda yang meminjam mukenanya. Setelah itu, baru melanjutkan perjalanan. Untunglah tak lama menunggu. "Mbak, ini mukenanya. Terima kasih,ya," ujar gadis muda itu segera berlalu.

Ayu pun memasukkan mukena miliknya di tas. Dia tak kenal perempuan muda itu dan sebaliknya pun pasti tidak. Jarang juga tahu nama atau mengenal orang yang telah meminjam mukenanya.

 Di masjid atau mushola, pinjam meminjam mukena adalah hal biasa. Obrolan yang paling sering terjadi antar dua orang tak dikenal mengenai mukena, terbatas pada pertanyaan :  boleh pinjam dan ucapan terima kasih.

Ayu menarik napas. Membahas mukena adalah hal yang cukup sensitif dan ingin dihindarinya jika bisa. Pernah Ayu bercerita pada salah seorang temannya mengenai keberatannya, saat mukena miliknya dipinjam orang lain. Saat itu dia menolak untuk meminjamkan karena tak ingin menunggu.

Sayangnya,  ayu bercerita pada orang yang salah. Ayu merasa tersudutkan. Temannya itu malah mengucapkan hal yang membuatnya merasa bersalah sekaligus kesal dan bingung.

 "Kamu menghalangi orang lain untuk beribadah.  Kenapa nggak dikasih pinjam saja. Dia kan sudah menyempatkan untuk salat. Di luar sana, ada yang tidak shalat," cerocos temannya.

Ayu terkesiap. Ayu yang punya mukena, kenapa ayu yang dianggap telah bersalah tidak meminjamkan? Kenapa juga, orang lain harus meminjam-minjam mukena, punya orang lain?

Ayu merasa tidak terima tapi enggan membalas ucapan temannya.  Sejak saat itu, jika ayu sedang tidak ada waktu banyak sehabis shalat, buru-buru mencopot mukenanya, segera melipatnya, kemudian memasukkannya ke dalam tas.

Jika ada waktu longgar, barulah ayu sedikit santai  dan bersedia meminjamkan mukenanya kepada orang-orang yang hendak meminjam. Soalnya pernah,  mukenanya ternyata dipinjam beberapa orang sekaligus. Berpindah tangan meski belum izin padanya.    

Mukena di rak sebuah masjid. (dok.windhu)
Mukena di rak sebuah masjid. (dok.windhu)
***

"Kenapa ya, bu. Ada orang-orang yang tidak membawa mukena sendiri kalau keluar rumah. Mereka kan harus salat lima waktu ?" pertanyaan itu meluncur begitu saja saat duduk berdua dengan ibu di rumah suatu sore.

Ibu, perempuan separuh baya itu tersenyum. Sejak dulu, ibu selalu berpesan pada Ayu untuk membawa mukenanya sendiri. Ibu meminta agar tidak meninggalkan shalat lima waktu dimanapun berada. Ibu tahu jika Ayu lebih banyak bekerja di luar kantor.

Kata ibu, jika membawa mukena sendiri lebih memudahkan. Bisa langsung shalat karena tak perlu mencari-cari mukena  atau menunggu gantian mukena masjid. Selain juga tentunya lebih higienis.

Tidak semua masjid atau mushola menyediakan mukena dalam jumlah banyak. Kalaupun ada, tak semuanya dalam keadaan bersih, yang nyaman untuk digunakan salat.  Kain pada bagian atas kepala, atau sekeliling muka seringkali terasa basah, berbau dan berbintik-bintik hitam.  

Setahu Ayu, memang mukena-mukena dalam keadaan bersih hanya ada di masjid-masjid besar ataupun tempat salat di pusat perbelanjaan besar yang cukup peduli. Mungkin, karena mereka punya biaya pemeliharaan untuk itu.

Karena Ayu sering shalat di berbagai tempat dan pernah juga lupa membawa mukena,  ayu jadi tahu kalau banyak juga mukena di suatu masjid dalam kondisi acak-acakan di rak dan kotor. Nah, disitulah biasanya pinjam meminjam mukena itu terjadi.

Ayu merasa heran saat ada temannya bilang malas bawa mukena karena berat saat ditaruh dalam tas atau tas yang dipakai tidak cukup. Temannya  memilih untuk memakai yang ada di masjid  atau pinjam saja.

Semakin heran lagi, saat ada teman yang bilang tak bisa salat karena tidak membawa mukena, saat itu memang tidak ada mukena di masjid. Ayu saat itu tidak bisa meminjamkan karena saat sedang haid memang tidak membawa mukena.

Ibu mendengarkan seluruh cerita Ayu, sebelum berkata,"Ayu, membawa mukena setiap hari saat beraktivitas di luar rumah atau di luar kantor itu sudah betul. Suatu hal yang baik. Saat orang lain tahu lebih menyenangkan untuk menggunakan dan membawa sendiri mukena, dia akan ikut melakukannya."

Shalat dengan menggunakan mukena yang bersih dan wangi lebih menyenangkan. Apalagi, saat ramadan. (dok.windhu)
Shalat dengan menggunakan mukena yang bersih dan wangi lebih menyenangkan. Apalagi, saat ramadan. (dok.windhu)
***

Ayu  tersenyum puas. Dipandangnya mukena-mukena yang ada di hadapannya sudah bersih. Harum bunga dari parfum pewangi dan pelembut pakaian pun tercium. Tinggl ditaruh kembali di masjid tempatnya mengambil mukena-mukena tersebut.

Meski awalnya ragu, Ayu berhasil mengajak tiga temannya untuk ikut serta melalukan aksi sosial mencuci mukena di sejumlah masjid terdekat. Memang, yang dilakukannya tidak akan menjangkau seluruh masjid yang ada karena keterbatasan.

Semua dilakukan secara sukarela, baik tenaga maupun perlengkapan mencuci. Ayu merasa senang. Ramadan kali ini ada hal berbeda yang dilakukannya.  Semula ingin rasanya membelikan saja mukena-mukena baru, tapi kemudian tidak jadi karena memerlukan biaya yang lebih besar.

Maka, mulailah Ayu mengajak teman-temannya untuk bekerja sosial mencucikan mukena di tempat terdekat. Mukena yang sudah terlalu jelek, diganti dengan yang baru jika sedang ada dana. Ayu lebih memilih mukena warna putih daripada mukena yang warna warni. 

Mukena-mukena dalam keadaan bersih dan wangi selalu lebih menyenangkan untuk digunakan.  Siapapun perempuan yang tidak membawa mukena ataupun lupa membawa mukena pasti lebih senang.

Ayu kini tidak merasa gusar lagi jika ada yang tidak membawa mukena setiap harinya. Dia hanya berharap semoga saja teman-temannya bisa membawa mukena dalam setiap kegiatan, jika memang ingin menggunakannya.

Ayu pernah membaca di sebuah media online, mukena sebagai busana perlengkapan salat, seringkali dianggap suatu hal yang sangat penting di Indonesia. Sehingga,  ada anggapan jika salat tidak menggunakan mukena maka salatnya tidak sah. Padahal, tidak ada keharusan menutup aurat dengan menggunakan mukena.

Kini, Ayu memilih lebih baik untuk mencontohkan saja dan bertindak yang nyata mengenai mukena. Apalagi  di saat ramadan, berbuat baik dan bermanfaat lebih menyenangkan bukan? (rwindhu)

Terinspirasi :

1. Instagram  @mporatne

2. Media Online disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun