Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengembalikan Tawa Tanpa Baper melalui "Local Stand Up Day"

10 April 2018   22:45 Diperbarui: 11 April 2018   03:41 3440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Baper? Tersinggung? Marah? Semua kata-kata ini harus enyah jika berani-berani datang mengikuti Local Stand Up Day. Entah mau jadi penonton, tampil sebagai komika, ataupun yang hadir menjadi mystery guest. Inilah humor cerdas yang bisa jadi pilihan untuk mengembalikan tawa, di tengah suasana masyarakat sekarang.

GELAK tawa yang terdengar menggemuruh di ballroom Kuningan City Mall Jakarta, Sabtu malam 7 April 2018 seakan tak pernah berhenti. Komika yang berganti-ganti tampil dengan guyonan mengena dan gaya jenaka, membuat para penonton mampu membuka mulut lebar-lebar untuk tertawa.

Bahu dan badan berguncang-guncang. Sejumlah di antaranya seraya menggeleng-gelengkan kepala, saat mendengar ucapan yang disampaikan komika. Sesekali menyusut air mata yang merembes keluar di sudut mata, lantaran banyak tertawa. "Waduh, sakit perut gua. Dari tadi ketawa mulu," kata salah seorang perempuan yang duduk bersebelahan dengan saya.

Bila dirasa guyonan yang disampaikan salah seorang komika menarik, tak sungkan para penonton bangkit dari duduknya. Berdiri untuk memberikan tepuk tangan sekencang-kencangnya. Berseru kagum akan kecerdasan kalimat yang disampaikan oleh para komika.

Tak ada sensor  kalimat di Stand Up Comedy bertema Local Stand Up Day akhir pekan itu. Tidak seperti halnya  ketika komika hadir di sebuah acara Stand Up Comedy, yang akan ditayangkan di stasiun televisi. Kalimat yang  disampaikan lebih bebas dan lebih banyak menyentak. Bahkan bisa dibilang cukup pedas dan memasuki ranah tabu dalam pandangan umum.

Namun bila dikaji lebih jauh, ada kebenaran yang disampaikan oleh para komika mengenai situasi yang terjadi saat ini. Mengenai perilaku seseorang, perilaku masyarakat, maupun tindakan kelompok bila bersentuhan dengan sesuatu. Sehingga tanpa sadar, saat mendengarkan ucapan komika, penonton mengakui kondisi yang memang ada sehingga mau tertawa lebar dan rela memberikan tepuk tangan membahana.

30 Komika dengan latar belakang berbeda, termasuk agama dan politik menghibur sekitar 1.500 penonton stand up comedy off air (dok.windhu)
30 Komika dengan latar belakang berbeda, termasuk agama dan politik menghibur sekitar 1.500 penonton stand up comedy off air (dok.windhu)
Angkat  Keresahan  

Tiga puluh komika yang memiliki berbagai latar belakang agama dan politik tampil dalam empat genre yang mengocok para penonton. Selain itu, ada sebuah sesi roasting Pandji Pragiwaksono  yang menjadi suguhan puncak dalam Local Stand Up Comedy bertajuk Local Stand Up Day, yang digelar untuk kedua kalinya oleh Majelis Lucu Indonesia (MLI).

Ada genre Clean materi (Rachman Avri, Hernawan Yoga, Mukti Entut, Gilang Baskara, Hifdzi Khoir). Genre Kearifan lokal (Arif Brata, Lolox, Indra Jegel, Sadana Agung, Nopek).

Genre Observasi (Iqbal Kutul, Bintang Bete, Fico Fachriza, Kukuh Adi, Adriano Qalbi). Genre Dark & Blue (Aldes, Popon Kerok, Dzawin, Coki Pardede, Tretan Muslim).

Kesemua genre yang mampu mengocok perut penonton sejak pukul 16.00 hingga pukul 22.00. Enam jam penonton dibuat larut  dalam guyonan-guyonan yang  membuat terpingkal-pingkal.

Para komika sesuai dengan genre yang dibawakannya, menyampaikan permasalahan sosial dan  kemasyarakatan yang sedang terjadi, politik, maupun perilaku pemeluk agama yang kerap muncul belakangan ini.

Penonton menyimak dengan antusias para komika beraksi di panggung Local Stand Up Day (dok.windhu)
Penonton menyimak dengan antusias para komika beraksi di panggung Local Stand Up Day (dok.windhu)
Keresahan-keresahan yang ada dan mengemuka di tengah masyarakat, diangkat dengan mengena langsung  oleh para komika satu demi persatu. Misalnya saja komika Gilang yang menyoroti  toilet umum yang ada di sepanjang rute sebuah perjalanan bus. Acapkali kondisi  toiletnya becek dan kotor.

Toilet  yang kotor tentu saja menimbulkan rasa jijik karena harus berhati-hati dalam berjalan. Meski tertulis gratis, seringkali tak seperti itu. Padahal, toilet yang kotor -toilet SPBU- merupakan cerminan dari tingkat kebersihan dan bisa menjadi sebuah penilaian dalam pandangan orang. Apalagi jika dibandingkan dengan negara lain.  

Sadana Agung, dalam genre kearifan lokal mengangkat bahasan mengenai keunikan yang ada di daerah. Sebuah cita-cita dusun melek teknologi, yang akan berkaitan dengan pariwisata. Namun, kenyataannya saat ini masih banyak hal yang dipersiapkan dan dibenahi.  

Begitupun halnya dengan hal tabu seperti yang menyangkut soal hal berbau obrolan dewasa yang diungkapkan begitu saja tanpa ditutupi. Cenderung tak etis, meski mau tak mau terkadang demikianlah memang adanya.

Genre Dark and Blue, merupakan genre yang paling sensitif karena bersinggungan soal agama tanpa menyudutkan suatu agama. Penonton diajak merenungi sikap perilaku pemeluk agama, yang  ada benarnya juga dalam lingkungan keseharian. 

Gubernur DKI Jakarta mengaku tak baper meski kebijakannya dikritisi komika dalam roasting Pandji Pragiwaksono (dok.windhu)
Gubernur DKI Jakarta mengaku tak baper meski kebijakannya dikritisi komika dalam roasting Pandji Pragiwaksono (dok.windhu)
Gubernur Pun Enggan Baper

Nah, bila dalam empat genre sebelumnya  setiap komika tampil di panggung bergantian satu per satu, roasting Pandji yang dihadirkan di satu jam terakhir acara disajikan dengan berbeda.

Pandji tidak sendiri. Duduk bersama di atas panggung dengan ke-4 komika yang meroastingnya,  dengan dipandu dua komika MLI Tretan Muslim dan Coki Coki Pardede. Namun, Pandji harus menghadapi roasting yang diajukan Adjisdoaibu, Abdur Arsyad, Rigen Rakelna, dan Uus.

Roasting merupakan salah satu teknik dalam komedi. Dalam Stand Up Comedy, tujuannya semata untuk menghibur. Isi materi atau konten yang disampaikan tentu saja melibatkan orang lain. Inilah yang paling dinantikan para penonton.

Dalam roasting, ada yang menjadi obyek yang tak luput dari celaan dan nada menjatuhkan dari para komika. Namun kalimat atau jokes yang disampaikan, bisa mengundang tawa penonton.  Pandji merupakan obyek roasting malam itu.

Bukan hanya fakta kegiatan Pandji yang dijadikan guyonan, seperti pilihan politiknya pada pilkada 2017. Film terbaru berjudul Partikelir yang tayang April 2018, yang  didalamnya Pandji sebagai penulis skenario dan sutradara, juga menjadi bahan roasting.

Bahkan Gamila Arief, istri Pandji pun ikutan meroasting terutama menyangkut kehidupan rumah tangga. Salah satunya ciuman yang pernah dilakukan Pandji pada artis Sophia Latjuba. Meski tak hadir, artis Tompi yang tampil di layar, pun tak ketinggalan meroasting 'bekas sahabatnya' itu.

Pandji Pragiwaksono saat diroasting oleh 4 komika lain (dok.windhu)
Pandji Pragiwaksono saat diroasting oleh 4 komika lain (dok.windhu)
Usai diroasting, Pandji diberi kesempatan untuk membalas roastingan untuknya.  Pandji yang mengatakan tak bisa roasting, menunjuk 'juru bicaranya' sehingga para penonton langsung bangkit berdiri, saat di akhir acara muncul sebuah sosok mystery guest  tak terduga. 

Begitupun halnya dengan para komika, yang terdiri atas Adjisdoaibu, Abdur Arsyad, Rigen Rakelna, dan Uus, yang baru saja  meroasting Pandji Pragiwaksono di atas panggung.  Mereka berdiri seketika saat melihat sosok yang hadir. Gubernur DKI Jakarta Anies Bawesdan !

Gubernur berkacamata ini begitu di  atas panggung segera menyapa selamat malam ke semua orang yang tidak memilih dirinya saat Pilkada (pemilihan kepala daerah) tahun 2017. "Selamat malam, orang yang tidak memilih saya," katanya.

Kalimat yang mengundang tawa dan mendapat tepukan tangan riuh penonton. Kenapa? karena di atas panggung pun, komika yang juga menjadi pemilih calon kepala daerah saat itu punya pilihan berbeda. Ada tiga calon yang ikut pilkada tahun lalu.

Kehadiran Anies Baswedan di penghujung acara Stand Up Comedy bertajuk Local Stand Up Day, bagaikan sebuah gong acara komedi yang sebagian besar dipenuhi generasi muda . Baik laki-laki maupun perempuan. Gubernur  DKI Jakarta  mengaku ikut mendengarkan di belakang pentas  saat roasting komika kepada Pandji Pragiwaksono. 

Selama pilkada DKI 2017, sosok Pandji dikenal sebagi bagian tim sukses pemenangan Anies-Sandi.Maka tak heran, roasting yang dilakukan para komika Adjisdoaibu, Abdur Arsyad, Rigen Rakelna, dan Uus pun pun juga menyentil soal pilkada dan kebijakan yang dilakukan Gubernur Anies.  

Merasa tak perlu baper, Anies menyampaikan jika bentuk bercandaan yang dilakukan adalah humor cerdas dan berkelas. Di negara adidaya Amerika, juga dilakukan cara roasting.

Meski berlangsung enam jam, penonton tetap betah mengikuti Stand Up Comedy bertema Local Stand Up Day. Lapar? Ada yang jualan kok... (dok.windhu)
Meski berlangsung enam jam, penonton tetap betah mengikuti Stand Up Comedy bertema Local Stand Up Day. Lapar? Ada yang jualan kok... (dok.windhu)
Mengembalikan Tawa

Jadi, cukup sebut satu kata 'Berbeda' untuk mewakili Stand Up Comedy bertema Local Stand Up Day. Berbeda dari suguhan materi, berbeda cara penyampaian, berbeda bentuk acara, berbeda penonton yang hadir, dan berbeda juga cara untuk menerima guyonan yang disampaikan.

Penonton harus menerima dengan pikiran terbuka semua joke yang ada. Tidak ada ruang untuk baper karena tak ada tujuan untuk melakukan penghinaan atau pelecehan atas apapun.

Stand Up Comedy yang dilakukan semata-mata hanya demi hiburan. Meski menyoal masalah sosial, lingkungan keseharian, politik, bahkan agama, tidaklah berarti dimaksudkan untuk menyerang suatu pihak.

Joshua Suherman, salah satu pengurus Majelis Lucu Indonesia dalam press release mengatakan, acara Stand Up Comedy bertema Stand Up Local Day bertujuan memperbaiki ekosistem industri komedi di Indonesia, baik dari sisi kualitas dan juga kuantitas. Selain juga untuk mengembalikan tawa dan keceriaan di masyarakat.

Saat ini tidak jarang orang ataupun suatu kelompok mudah tersinggung ataupun marah, termasuk melalui media sosial. Lewat ruang humor seperti Stand Up Comedy, semua bisa bebas bicara tanpa perlu takut-takut. 

Harga tiket untuk bisa tertawa menikmati Stand Up Comedy tak murah, tapi penonton tetap banyak. Rindu tertawa lepas? (dok.windhu)
Harga tiket untuk bisa tertawa menikmati Stand Up Comedy tak murah, tapi penonton tetap banyak. Rindu tertawa lepas? (dok.windhu)
Sebagai  ganti harga untuk menikmati pertunjukan, penonton harus membayar cukup mahal untuk kelas Platinum Rp.550.000, Gold Rp.425.000, dan Silver Rp.300.000. Para komika pun beberapa kali menyebut  para penonton yang datang, terutama platinum sebagai orang kaya dengan nada bercanda.

Ya, merekalah penonton yang tersortir dengan sendirinya. Sebuah acara off air yang pastinya jauh berbeda, bila dibandingkan dengan acara on air yang ditonton oleh lebih banyak jumlah orang.

Satu hal yang pasti, memang perbedaan itu selalu ada dalam bentuk apapun. Termasuk halnya dalam menyampaikan guyonan yang mengangkat masalah sensitif dan satir, yang  belum tentu bisa diterima oleh setiap orang.

Meski demikian, perbedaan tidaklah harus menjadi pemicu suatu masalah. Perlu kedewasaan sikap dan cara berpikir yang terbuka agar bisa mengembalikan tawa tanpa rasa baper. Tanpa tersulut emosi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun