Di Indonesia, kerokan dimaknakan sebagai suatu upaya pengobatan tradisional Jawa dengan cara menekan dan menggeserkan secara berulang-ulang benda tumpul pada kulit dengan pola tertentu, sehingga terjadi bilur-bilur berwarna merah. Dulu, biasanya digunakan uang logam zaman Belanda benggol  yang terbuat dari tembaga .
Pola dan bagian yang dikeriki secara tradisional umumnya pada dada dan lengan. Lalu seperti apa pola yang benar? Menurut profesor Didik, polanya dari atas turun ke bawah, baik untuk kerokan bagian punggung maupun bagian leher. "Bagian yang tidak boleh dikerik adalah leher depan," ujar Prof. Didik.
Profesor Didik secara khusus melakukan penelitian mengenai kerokan, sehingga disebut profesor kerokan. Menurutnya, kerokan rupakan pengobatan holistik, yang  mengandung unsur 4M, yakni Mudah, Murah, Mesra, Manjur.
Kerokan Itu Mudah
Betul juga. Siapa pun bisa melakukan kerokan dimana saja.Mau di kantor, di kamar, di ruang tamu, di tempat penginapan, di pasar, bahkan hingga di pinggir jalan. Ya, seperti para pemusik jalanan yang saya jumpai di trotoar samping gedung Sarinah.
Kerokan Itu Murah
Lha, alat dan bahan yang digunakan untuk kerokan sangat mudah didapat. Seperti sudah disebutkan, cukup butuh minyak-minyakan atau balsem sebagai pelicin. Paling sip menggunakan Balsem Lang, karena sekaligus mampu menghangatkan tubuh. Â Alat yang digunakan bila tak ada alat pengerik, sendok porselen atau uang logam pun jadi. Â
Kerokan Itu Mesra
Betul banget. Kerokan membutuhkan dan menimbulkan kontak fisik dan sentuhan kasih. Misalnya saja, kasih seorang ibu kepada anaknya, rasa sayang antar sesama pasangan suami istri, bahkan rasa kepedulian seorang teman kepada temannya yang sedang masuk angin.