PERJALANAN menyusuri lereng Gunung Salak itu mulai terasa melelahkan. Beban bawaan ransel di pundak seakan memberat. Langkah kedua kaki pun perlahan melambat. Perlu hati-hati karena jalanan tanah yang dipijak cukup licin karena basah. Pepohonan lebat ada di sisi  kiri dan sisi kanan.
Beberapa kali, kawan saya bertanya kepada pemandu yang membawa kami, "Lokasinya masih jauh, kang?" Sementara Kang Deni, Â yang membawa kami tertawa sebelum menjawab, "Tenang, sebentar lagi. Paling cuma 500 meter lagi."
Nyatanya, jarak yang ditempuh masih lebih dari 500 meter. Ucapan itu merupakan penyemangat  agar kami tetap melangkahkan kaki. Tetap berada pada jarak yang terjaga dengan rombongan komunitas yang diikuti.
Saya menghela napas  kemudian menghembuskannya. Segar  terasa. Kami sudah melalui hutan pinus. Akhirnya senyum lega menghias wajah saya saat  langkah kaki berhasil mencapai  lokasi punden Pasir Manggis, situs purbakala yang menempati areal yang sempit dan diapit oleh tiga jurang.
Saya bisa melihat di depan saya, batu-batu menhir yang usianya ribuan tahun. Batu-batu pipih yang merupakan bagian dari situs megalitikum. Mencermati seraya mendengarkan penjelasan dari pembina komunitas yang berpengalaman dan menguasai sejarah.
Setelah itu, kami beranjak ke situ-situs lainnya yang ada di kompleks situs Cibalay yang tersebar di kaki Gunung Salak. Tentunya, semua harus dicapai dengan berjalan kaki. Jalan yang dilalui tentu saja  menanjak saat naik, datar, maupun menurun saat meninggalkan lokasi. Lebih banyak jalan tanah yang licin dan basah. Sehingga kadang pula terpeleset bila meleng sedikit dan kurang hati-hati. Â
Mengisi hari Minggu dengan mengunjungi lokasi baru, terutama yang bersejarah, menjadi salah satu hal yang menyenangkan buat saya bila ada kesempatan bersama komunitas.Bisa lebih tahu dan bukan sekedar jalan-jalan. Selain bisa menambah teman, wawasan pengetahuan pun meningkat.
Seperti halnya saat  ke situs megalitikum ini yang ada di Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Berangkat pagi-pagi dari Jakarta. Naik Commuter Line ke Stasiun Bogor, yang kemudian dilanjutkan dengan naik angkot lebih dari sekali. Selanjutnya sampai di tempat berkumpul dan memulai perjalanan dengan kaki. Plus ditambah guyuran hujan yang turun. Â
Saya tersenyum sambil memijit bagian betis. Meski berujung pegal, saya suka melakukan berbagai aktivitas luar ruang yang memerlukan jalan kaki ataupun bersepeda. Terutama di akhir pekan. Ya, bersepeda merupakan olahraga yang saya sukai. Biasanya saya bersepeda melalui jalan-jalan perumahan. Berkeliling beberapa kali hingga saya berkeringat selepas subuh. Saya suka sekali menikmati pemandangan yang temui selagi bersepeda.Â
Olahraga bersepeda modalnya hanya sepeda dan sepatu olahraga. Dilengkapi helm bila jarak tempuhnya jauh. Soal intensitas waktu bersepeda, saya sesuaikan dengan waktu luang yang miliki dan kesanggupan. Tiga puluh menit cukup kalau hanya berputar dekat rumah saja. Sesekali saya ikut fun bike ataupun berkeliling yang cukup jauh. Memanfaatkan momentum car free day, biasanya, saya memulainya dari rumah di slipi, menyusuri pinggiran jalan tol kebun jeruk, melewati jl panjang, permata hijau, senayan, hingga mencapai Jl. Sudirman dan Thamrin. Saya melakukannya hingga mencapai Monas tanpa jeda.Â