Â
PENTINGÂ nggak sih, anak perempuan usia SD divaksin kanker serviks? Perlu nggak sih, kan mereka masih kecil? Aman nggak, ya? Mempengaruhi organ reproduksi nantinya nggak, kalau mereka dewasa?
Gelisah. Kakak saya tidak bisa menutupi perasaannya. Di sekolah dasar tempat Lita, anak perempuannya bersekolah, diadakan pemberian vaksin kanker serviks  untuk murid kelas 5 dan kelas 6 SD.
Sementara, informasi yang diterimanya dari berbagai orang tua mengenai perlu tidaknya vaksin kanker serviks, berbeda. Kakak meminta pendapat beberapa orang perlu tidaknya untuk mengizinkan anak perempuannya divaksin kanker serviks di sekolah.
Namun  tetap saja ada dua jawaban berbeda yang membuat kakak jadi bingung. Bertanya pada yang satu katanya, lebih baik ikut divaksin saja. Selain untuk kekebalan terhadap kemungkinan terkena kanker serviks, kalau vaksin sendiri nantinya perlu biaya yang mahal ratusan ribu rupiah.
Di sisi lain, ada yang bilang  vaksin kanker serviks justru akan memberi masa depan yang tidak baik untuk anak. Bisa mengganggu kesehatan organ reproduksi anak nantinya.
"Katanya, kalau divaksin malah bisa membuat rahim kering. Kalau besar nanti, Â anak perempuan yang divaksin bisa tidak punya anak," suara kakak terdengar ciut.
Sebenarnya, pemberian vaksin kanker serviks di sekolah dasar  yang ada di Jakarta, bukanlah yang pertama tahun ini. Tahun 2017  merupakan tahun kedua pelaksanaan bulan imunisasi anak sekolah (BIAS). Sasarannya adalah anak-anak perempuan SD usia 11-12 tahun.
Mulai tahun  2016, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyelenggarakan program vaksin kanker serviks gratis kepada siswi sekolah dasar, sebagai tindak pencegahan penyakit ini sedini mungkin.
Kanker serviks merupakan penyakit yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV). Salah satu penularannya adalah melalui hubungan seksual. Gejala seorang wanita tertular virus HPV, baru menampakkan gejala terkena kanker serviks dalam rentang lama hingga puluhan tahun. Kanker serviks bisa juga disebabkan oleh pola hidup dan kebersihan yang tidak terjaga.Â
Kakak saya bukannya tidak tahu berita yang kemudian sudah diklarifikasi Kementerian Kesehatan bahwa vaksin kanker serviks aman. Namun, keyakinan kakak agak goyah ketika anaknya sendiri harus divaksinasi. Orang tua Eva, teman dekat Lita di sekolah menolak anaknya Eva untuk divaksin.
Apalagi tidak hanya Eva, meskipun vaksin kanker serviks diberikan gratis, ada beberapa orang tua lainnya yang tidak mengizinkan anaknya divaksin karena khawatir akan dampak yang ditimbulkan. Rentang waktu dari anak menjadi dewasa yang cukup panjang sehingga sulit terdeteksi keefektifan vaksin, menjadi alasannya. Â Â
Karenanya, akhirnya pagi hari pekan terakhir Oktober, di sela-sela kerjaan kantornya, Â kakak menyempatkan berangkat ke sekolah Lita, anaknya. Setiap orang tua dari anak perempuan yang akan divaksin harus menandatangani persetujuannya. Â
Selain itu, kakak berpikir lebih baik untuk bertanya langsung mengenai manfaat vaksin kanker serviks kepada petugas kesehatan, yang datang ke sekolah untuk memvaksin anak.
Sebenarnya, bukan hanya itu. Kakak juga teringat seorang kerabat yang akhirnya harus merelakan nyawanya karena menderita kanker serviks. Keterlambatan memeriksakan diri ke dokter, menyebabkan kerabat baru tahu menderita kanker sudah dalam stadium yang  tinggi. Kisahnya pernah saya tulis di sini.
Kanker serviks, selain kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak membunuh perempuan saat ini. Pada bulan Oktober yang merupakan bulan peringatan kanker, banyak sekali dijumpai spanduk-spanduk untuk mencegah kanker serviks dan kanker payudara.
Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan, dr Mohammad Subuh pernah mengatakan, program vaksin kanker serviks gratis di sekolah dasar ditargetkan juga terlaksana di kota-kota besar di Indonesia hingga tahun 2019.
Selain vaksin kanker serviks gratis, vaksin yang akan menjadi imunisasi wajib bagi anak-anak dari tahun 2016 hingga tahun 2019 adalah vaksin MR (penyakit Rubella), vaksin JE Â (radang otak), dan vaksin pneumo (radang paru-paru akut).
Penyakit kanker serviks saat ini menjadi momok yang  mengerikan buat perempuan. Semua kalangan bisa terkena kanker serviks. Banyak yang meninggal  pada usia produktif. Contohnya saja artis Julia Perez yang meninggal dunia 9 Juni 2017 lalu, meskipun sempat menjalani perawatan di rumah sakit.
Meninggalnya artis Yana Zein, yang kemudian disusul Jupe, tentu saja bukan saja membuat duka dunia hiburan Indonesia. Sejumlah artis kemudian menjadi duta pencegahan kanker serviks. Sebut saja Prilly Latuconsina, Ruben Onsu, Sarwendah, dan Wulan Guritno.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dikutip dari website Kemenkes menyebutkan, Â prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk, atau sekitar 347.000 orang. Kanker tertinggi pada perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher Rahim.
 ***
Kini, sepekan sudah Lita menjalani vaksin kanker serviks. Tidak ada yang berubah dari Lita. Tidak ada demam atau apapun. Tetap biasa beraktivitas dan bersekolah. Eva teman dekatnya sejak kelas 1 SD, tidak ikut divaksin karena orang tuanya tidak mengizinkannya. Orang tuanya tetap merasa khawatir meskipun vaksin itu gratis. Setiap hari dua teman dekat yang satu kelas ini tetap bersekolah seperti biasa. Semoga saja kedua karib ini terbebas kanker serviks dan selalu sehat hingga dewasa nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H