Dua Lelaki itu duduk menatap lereng merapi yang mengepulkan asap. Mereka adalah Ki Reksonowolo dan Ki Lurah Jatisari. Mereka hendak bertemu dengan eyang merapi yang sedang murka, sehingga menyebabkan seluruh warga desa Jatisari akhirnya harus mengungsi meninggalkan desa. Terpaksa hidup dengan mendirikan gubuk-gubuk darurat.
Bertemukah dengan eyang merapi? Dengan terkekeh pelan kepada kerabatnya, Ki Lurah Jatisari mengatakan, jika sebenarnya eyang merapi itu ada di dalam hati kita masing-masing.
"Eyang merapi wujudnya adalah pribadi kita. Nah, kalau kita sayang kepada bumi warisan leluhur, pasti kita akan merawatnya dengan baik. Kita tidak akan membuang sampah sembarangan. Kita tidak akan menebang pohon sembarangan, dan membunuh binatang-binatang hutan dengan semena-mena. Kita tidak akan merusak mahluk hidup yang lain. Kita tidak akan merusak lingkungan. Sebab kalau lingkungan rusak, maka sumber-sumber air pun kering," tutur Ki Lurah Jatisari panjang lebar.
Dialog yang saya dengar dari Sandiwara Radio Asmara di Tengah Bencana (ADB) I, tayangan  ke-47 melalui youtube BNPB TV itu mengandung pesan yang sangat kuat.
Meski sandiwara radio ADB I yang berjumlah total 50 episode ini telah selesai diputar pada tahun 2016, Â di 20 stasiun radio yang terdiri dari 18 radio lokal dan 2 radio komunitas yang ada di pulau Jawa, masyarakat masih dapat menikmatinya melalui BNPB TV.
Melalui sandiwara radio ADB, tak hanya kisah asmara yang didengarkan. Komunikasi pesan mengenai waspada bencana dari pemberi pesan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Â kepada penerima pesan (masyarakat pendengar) tersampaikan dengan lebih mudah.
Sebuah pesan melalui sandiwara radio untuk waspada terhadap kemungkinan adanya suatu bencana yang bisa saja terjadi dimana saja dan kapan saja tanpa ada sebuah pemberitahuan sebelumnya. Menyadarkan masyarakat tentang penyebab bencana, sekaligus tetap siaga menyiapkan diri bila terjadi bencana.
Tidak dengan nada menggurui atau banyak berteori mengenai bencana, sandiwara radio berupa roman sejarah berlatar belakang kerajaan Mataram, terasa asyik untuk didengarkan.
Manusia hidup dengan cinta dan siapapun suka dengan kisah cinta. Karenanya, sandiwara radio dijalin dengan kisah cinta sepasang anak manusia dengan perbedaan status sosial, Raden Mas Jatmiko yang merupakan anak Tumenggung dinilai tidak pantas menjalin cinta dengan  Setyaningsih, yang hanya anak seorang Lurah Jatisari.  Â
Keberhasilan penayangan sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana (ADB) I sebanyak 50 episode pada tahun 2016 yang dinyatakan memikat sebanyak  43 juta jiwa pendengar inilah, yang membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melanjutkan dan memproduksi Sandiwara Radio ADB 2.