Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kenangan Itu Ada di Yogya

10 Mei 2017   00:32 Diperbarui: 10 Mei 2017   16:13 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Yogya, dalam bentuk miniatur di sebuah hotel (dokpri)

Semua baik-baik saja, hingga kami sadar salah salah satu sepupu tidak ada. “Lho, Dinda mana?” pekik kakaknya. Karuan, kami pun sibuk mencari Dinda. Duh, hape bocah itu tampaknya sedang habis batere.

Sempat terhubung, tapi akhirnya mati. Komunikasi terputus. Kami yang sudah berencana akan ke Stasiun Tugu pun akhirnya kembali menyusuri sepanjang  Jalan Malioboro.

Duh, lega akhirnya,setelah mencari-cari akhirnya bocah yang baru saja masuk SMU itu sedang celingak celinguk kebingungan di antara para pedagang Malioboro.Matanya basah dan marah. Untunglah, sudah bertemu.

Tapi ternyata drama belum usai. Kali ini adik saya yang malahan tidak ada. “Mbak Gati nggak ada, mbak.”  Semula kami berpikir untuk menunggunya di Malioboro saja, tapi mengingat hari sudah sore dan adik saya sudah dewasa, saya putuskan untuk menyuruhnya langsung ke Stasiun Tugu.

Kami akan menunggu disana. Tapi, was was kemudian muncul karena dia tak kunjung datang. Ada apakah? Melalui hape, dia ternyata kesasar ke pintu stasun kereta api lainnya. Dengan nada marah, dia merasa sudah lama menunggu tapi tidak melihat kami. Saya baru sadar kalau dia keder, Stasiun kereta api Tugu memiliki dua pintu masuk. Kami berada di pintu Selatan dan dia berada di pintu Utara.

Stasiun Tugu memang memiliki dua pintu masuk dan keluar, yakni pintu utama yang menghadap ke Jalan Margo Utomo (Jalan Pangeran Mangkubumi, termasuk wilayah Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis) dan pintu selatan yang menghadap ke arah Jalan Pasar Kembang (wilayah Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen).

Akhirnya kami dapat berkumpul juga. Pasukan delapan cewek sepupu komplit sudah, setelah adik saya akhirnya memutar ke pintu masuk. Namun, wajahnya merah padam. Sangat marah. “Mbak itu lebih mementingkan sepupu daripada adik sendiri,” tukasnya.

Saya tersentak. Muncul rasa tak terima. Saat adik sepupu terpisah, kami mencarinya. Saat dia tertinggal, saya memintanya untuk langsung saja ke stasiun. “Tapi kamu jauh lebih besar. Malah kamu yang seharusnya ikut bantu menjaga para sepupu di keramaian sempurna,”  jawabku.

Adik saya terdiam. “Saya nggak mau ditinggal. Memang kapan terakhir saya ke Yogya? Mbak selalu pergi sendiri.”

Kali ini saya yang terdiam. Selain kalimat yang mengagetkan, tapi karena para sepupu lain mulai memandangi kami. Stasiun kereta api Tugu yang padat dengan antrian pulang kereta Prameks yang cukup panjang.

Yogyakarta, jalan-jalan dengan para sepupu berbarengan memberi sebuah pelajaran sendiri. Ada rasa mangkel, jengkel, kesal, marah, dan capek saat berjalan. Tapi saat itu, saya juga tersadarkan kalau selama ini saya pun sejak bekerja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman. Kalaupun berjalan-jalan ke luar kota pun, biasanya dengan teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun