Ah, tapi saya bukan ingin cerita mengenai pekerjaan yang sudah lewat. Ada kenangan lain yang lebih abadi jauh sebelumnya. Kenangan yang kadang teringat begitu saja ketika kami sekeluarga sedang bertemu ataupun berkumpul bersama. Padahal lebih dari lima tahun lalu.
“Ke Yogya, yuk mbak. Ke Malioboro sekitarnya, ” ajak Heni, adik sepupuku tiba-tiba. Saat itu masih suasana lebaran. Pulang kampung ke Purworejo, Jawa Tengah, hanya di rumah saja membuatnya merasa bosan.
“Masih lebaranan begini?” tanya saya ragu. Libur lebaran pasti sangat ramai. Pastinya banyak juga yang berpikiran serupa untuk jalan-jalan kesana. Tapi, ajakan sepupu itu langsung menggoda.
“Ayolah, kapan lagi kita bisa bareng-bareng. Naik kereta aja. Murah dan dekat. Belum pernah naik prameks nih.”
Ahai, seperti sepupu saya itu, saya pun belum pernah naik kereta Prameks alias Prambanan Ekspres, kereta komuter yang menghubungkan Yogyakarta-Kutoarjo-Solo.
Karena tinggal di Jakarta, kami lebih terbiasa dan lebih mengenal naik KRL yang melayani Jakarta-Bogor. Baiklah, akhirnya kami delapan perempuan sepupuan dari empat orang tua yang berbeda sudah berada di Stasiun Kutoarjo pagi hari. Tidak ada saudara laki-laki yang ikut. Hahah, siapa yang mau juga kalau kebanyakan perempuan?
Pokoknya, rencananya seharian kami akan bersenang-senang di Yogya. Menyusuri Malioboro dan mampir ke Beringharjo, sekalian untuk membeli oleh-oleh. Perjalanan berangkat dengan Prameks ceria dan penuh canda meski penumpang kereta berjejalan.
Perjalanan ke Yogya yang menyenangkan. Eits, tapi, itu baru awal. Karena ternyata mulai banyak drama yang terjadi setelah kami tiba di Yogyakarta. Setelah melewati beberapa stasiun, kereta Prameks pun tiba di Stasiun Tugu.
Ramai tapi menyenangkan. Kami menyusuri sepanjang jalan legendaris Malioboro. Jalan yang penuh dengan kaki lima dengan dagangannya di sisi-sisi jalan memang menjadi daya tarik tersendiri.
Sekedar melihat, memegang, mencoba, hingga akhirnya tawar menawar untuk membeli. Ah ya, cukup ribet. Sedikit-sedikit berhenti untuk bisa mendapatkan harga yang murah. Lumayan, biar bisa membawa oleh-oleh ke Jakarta. Keluar masuk toko. Sampai di pasar Beringharjo, kami memilih-milih batik dengan semangat.