Mendatangi satu demi satu gerobak kuliner pinggir jalan yang ada di sepanjang jalan Suryakencana, saya kagum dengan betapa ramahnya para penjual dalam melayani pembeli. Tanpa sungkan dan sepertinya memang sudah biasa, mereka melayani saja setiap pertanyaan dan keingintahuan para pembeli.
Penjual lumpia basah, sambil menumis isi lumpia, menceritakan perbedaan isi lumpia Bogor dengan lumpia di daerah lain umumnya rebung. Lumpia Bogor terdiri atas bengkuang, tauge, dan telur yang kemudian dibungkus dengan kulit lumpia dan daun pisang. Isi bengkuang itu membuat lumpia basah Bogor lebih krenyes saat dikunyah.
Hebatnya lagi, para penjual kuliner di Bogor ini rata-rata sudah puluhan tahun setia dengan dagangannya. Menyandarkan hidup sehari-harinya untuk keluarga dan menyekolahkan anak.
Meski nyaris semua kuliner di jalan Suryakencana selalu diserbu oleh para pemburu makanan, para penjualnya merasa cukup hanya memberikan nomor ponsel yang dapat dihubungi, yang sudah ada di masing-masing gerobak. “Silahkan telepon saja nomor hapenya disitu,” kata ibu penjual sagu.
Saya melihat betapa peluang wisata dan peluang ekonomi yang sangat besar ada di Suryakencana. Seandainya dibenahi lebih bagus, lebih bersih, lebih tertata apik, dan penjualannya dengan mengoptimalkan penggunaan media sosial, pasti jauh lebih baik.
Kuliner jalanan masih tetap mengandalkan uang tunai untuk setiap transaksi jual beli. Belum ada yang menggunakan uang elektronik. Sistemnya masih sederhana, barang yang dibeli dikasih, uang tunai pun didapat. Non tunai belum berlaku disini.