Di samping, gerobak soto kuning pak Yusup ini, ada gerobak bakso kikil pak Jaka yang nggak kalah ramainya. Bapak satu ini cekatan sekali memotong-motong kikil dan memasukkannya ke mangkok, yang lalu diberinya bakso dan kuah panas. Waduh, terpikat sekali melihat seorang ibu menyeruput bakso kikil dalam keadaan panas.
“Dikocok-kocok muncul busa seperti bir,” kata Eman, yang menggunakan kaus bertuliskan sama dengan produk yang dijualnya. Bir Kotjok Bogor. Minuman top Kop Kota Bogor . 0 % alhokhol. Sejak tahun 1965.
Eman merupakan generasi ketiga, yang sudah berjualan sejak tahun 2006. Dia bersama dua saudaranya berjualan di tempat berbeda, tapi masih tetap di sepanjang jalan Suryakencana. Dengah harga Rp.5000 per gelas, satu harinya bisa terjual 30 botol, yang setiap botolnya bisa untuk 5 hingga 6 gelas.
Sebelum kembali berkumpul dengan teman-teman KPK, gerobak dengan tulisan Pepes Sagu Khas Bogor, yang terletak dekat Ngo Hiang, memikat mata untuk berhenti. Pepes sagu? Ya, kuliner gerobak pinggir jalan ini ternyata enak disantap terutama saat panas.
Pepes sagu memliki tiga variasi rasa, yakni rasa pisang cokelat, nangka, dan pisang keju. Saya sempat mencicipi dua rasa, yakni sagu pisang cokelat dan nangka yang dibungkus seperti pepes, dibungkus dengan daun pisang seperti lontong.
Selain pepes sagu yang rasanya manis, gerobak khusus penjual pepes ini juga menyediakan peps oncom. Pepes nila, pepes ikan tenggiri, pepes cumi, dan pepes pete. Harga aneka pepes ini mulai dari Rp7.000-Rp.15.000. Ada juga bungkusan tutut, yaitu keong sawah yang juga enak dimakan.
Saya masih sempat membeli bakpia seharga Rp.10.000 dari bapak penjualnya yang terlihat sumringah. Meski tersedia berbagai rasa, lelaki ini menyarankan rasa kacang hijau saja yang lebih enak dan pasti setiap orang suka.