Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menulislah agar Dirimu Abadi Memberi Manfaat

20 November 2016   20:21 Diperbarui: 20 November 2016   20:25 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasiana hadir sebagai ruang untuk masyarakat menulis. Bukan Jurnalis tapi jago menulis (dokpri)

Orang Boleh Pandai Setinggi Langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

– Pramoedya Ananta Toer-

ABADI. Kata itu seakan melekat kuat saat melihat sejumlah buku karya penulis Pramoedya Ananta Toer. Meski sudah meninggal sepuluh tahun lalu, pada tahun 2006, karyanya masih mudah ditemukan di rak-rak toko buku. Pemikiran Pramoedya abadi dalam berbagai bentuk tulisan.

Kutipan Pramoedya Ananta Toer, yang disampaikan Maman Suherman, penulis yang dihadirkan sebagai salah satu pembicara dalam Kompasiana Nangkring di Booth Group of Digital Kompas Gramedia di area Pekan Raya Indonesia (PRI), di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Minggu 6 November 2016, seakan menyentak pentingnya menulis.

Para peserta tetap menyimak yang disampaikan oleh ketiga pembicara di antara riuhnya PRI yang berkonsep pameran multiproduk indoor terbesar. Semua ingin tahu kiat-kiat mengenai penulisan.

Meski diadakan di lokasi pameran yang cukup ramai, para peserta tetap menyimak kiat menulis dengan semangat (dokpri)
Meski diadakan di lokasi pameran yang cukup ramai, para peserta tetap menyimak kiat menulis dengan semangat (dokpri)
Begitu luar biasanya sebuah pemikiran, opini, ide, atau gagasan, yang telah disampaikan dalam bentuk tulisan. Begitu kekal. Penulis ataupun pengarang boleh tidak ada lagi. Meninggal dunia. Namun, sebuah karya tulisan tidak pernah meninggalkan Bumi Manusia, seperti karya-karya Pramoedya Ananta Toer yang diterjemahkan dalam puluhan bahasa.

Karya tertulis lain yang sangat abadi contohnya surat-surat milik tokoh perempuan Kartini yang dibukukan. Hingga kini, pemikiran Kartini yang menggugah mengenai pendidikan dan emansipasi perempuan tetap abadi.

Menulis itu memberikan keabadian walaupun penulisnya sudah meninggal dunia. (dokpri)
Menulis itu memberikan keabadian walaupun penulisnya sudah meninggal dunia. (dokpri)
Dalam kegiatan nangkring bertema Saatnya Warga Menulis,  selain Maman Suherman (Penulis), tampil juga dua pembicara lain, yakni Yayat (Kompasianer of The Year 2016) dan  Iskandar Zulkarnaen (Assistant Manager Kompasiana).

Soal tulis menulis, Maman Suherman sudah memiliki banyak pengalaman. Inilah kedua kalinya saya belajar mengenai penulisan dari lelaki asal Makassar, yang lantaran namanya sering dikira asal Sunda. Maman pernah menyampaikan penulisan fiksi di kopdar Fiksiana Community, Kompasiana.

Kiprah Maman dalam bidang tulis menulis memang tak diragukan. Lelaki berkepala plontos ini selama 15 tahun pernah menjadi jurnalis. Hingga kemudian menjadi menjadi seorang pemimpin redaksi di Kelompok Kompas Gramedia.

Menulis dengan 5 R

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun