Orang Boleh Pandai Setinggi Langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian
– Pramoedya Ananta Toer-
ABADI. Kata itu seakan melekat kuat saat melihat sejumlah buku karya penulis Pramoedya Ananta Toer. Meski sudah meninggal sepuluh tahun lalu, pada tahun 2006, karyanya masih mudah ditemukan di rak-rak toko buku. Pemikiran Pramoedya abadi dalam berbagai bentuk tulisan.
Kutipan Pramoedya Ananta Toer, yang disampaikan Maman Suherman, penulis yang dihadirkan sebagai salah satu pembicara dalam Kompasiana Nangkring di Booth Group of Digital Kompas Gramedia di area Pekan Raya Indonesia (PRI), di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Minggu 6 November 2016, seakan menyentak pentingnya menulis.
Para peserta tetap menyimak yang disampaikan oleh ketiga pembicara di antara riuhnya PRI yang berkonsep pameran multiproduk indoor terbesar. Semua ingin tahu kiat-kiat mengenai penulisan.
Karya tertulis lain yang sangat abadi contohnya surat-surat milik tokoh perempuan Kartini yang dibukukan. Hingga kini, pemikiran Kartini yang menggugah mengenai pendidikan dan emansipasi perempuan tetap abadi.
Soal tulis menulis, Maman Suherman sudah memiliki banyak pengalaman. Inilah kedua kalinya saya belajar mengenai penulisan dari lelaki asal Makassar, yang lantaran namanya sering dikira asal Sunda. Maman pernah menyampaikan penulisan fiksi di kopdar Fiksiana Community, Kompasiana.
Kiprah Maman dalam bidang tulis menulis memang tak diragukan. Lelaki berkepala plontos ini selama 15 tahun pernah menjadi jurnalis. Hingga kemudian menjadi menjadi seorang pemimpin redaksi di Kelompok Kompas Gramedia.
Menulis dengan 5 R