Sesuai dengan namanya yang memiliki makna doa dan harapan ke angkasa, Gana ternyata betul-betul dapat dapat mengangkasa dan berkeliling luar negeri. Dalam perjalanan mencapai usianya yang ke-40, Gana banyak melalui lika-liku dalam hidupnya yang dituangkan dalam bukunya. Buku yang diterbitkannya melalui sebuah penerbitan di Yogyakarta dengan cara Print On Demand (POD). Sebelumnya, Gana telah menerbitkan sejumlah buku yang di antaranya oleh penerbit mayor.
Melihat buku Gana yang terdiri sekitar 150 halaman dengan dilengkapi biodata diri dan uraian berbahasa Inggris di setiap step-nya ini, menceritakan langkah-langkah dalam kehidupan yang telah dilalui Gana. Dalam buku, tertulis  9 steps, yakni what’s in a Name?, Enjoyed Study!, Halli-Hallo, I Was on Radio, I Believe I Can Fly, Won Competition, Worked to a non governmental organization, Married My bule, Boring? Lets blogging ! Being a Teacher at Volkshochschule Tuttlingen, Dancing around the world, Wrinkles and gray hair, Meeting good friens.
Masa muda tidak boleh disia-siakan dan harus diisi dengan hal yang bermanfaat. Â Ajang bersosialisasi yang sebenarnya tak lain juga merupakan kebutuhan hidup. Masa muda dimaksimalkan hingga mampu berdiri sendiri dan menjadi diri sendiri. Memang seakan sebuah perjalanan yang panjang dan berliku, namun menurutnya akan terasa mudah bila sudah dilalui.
Gana mengisi masa mudanya dengan banyak kegiatan. Menari sudah pasti sangat dicintainya dan tak pernah ditinggalkannya. Kemampuan menari itu didapatkannya dari pendidikan eksrakurikuler seni tari gratis selama masa sekolah. Tentu saja, selain ada darah seni yang mengalir di tubuhnya  dari kedua orang tuanya.
Gana pernah menjadi seorang penyiar radio, yang meski katanya tak bergaji besar tapi mendatangkan kebahagiaan. Kemampuan berbahasa Inggrisnya semakin terasah saat bekerja di LSM Internasional, yang memungkinkannya sebagai koordinator untuk berkeliling dunia. Tentu saja, Gana tak luput menyuguhkan tarian tradisional di negara-negara yang disinggahinya.
Dalam buku yang ditulisnya hanya memerlukan satu bulan, Gana juga mengisahkan dirinya sebagai perempuan yang menikah dengan bule. Menjadi diaspora. Tinggal di luar negeri, di Jerman Selatan,  sepertipost power syndrome. Semua berbeda, selain hawa yang dingin, penyesuaian lidah atas makanan, dan tentu saja dengan budaya dan kebiasaan orang setempat. Gana menyatakan orang bule tidaklah semudah orang Indonesia mengembangkan senyum atau menerima kehadiran orang lain. Namun, keteraturan, disiplin, dan tepat waktu di luar negeri dapat  dijadikan contoh yang baik.
Lantas apa yang dilakukan Gana dalam mengisi waktunya di Jerman? Blogging! Hobi menulisnya semakin terasah. Gana mulai menerbitkan buku, artikel yang dimuat dalam free suplemen Kompas hingga nangkring di Kompas TV. Â Gana selalu aktif menulis di sela-sela kesibukannya sebagai ibu yang melakukan pekerjaan rumah tangga. Kapan pun kesempatan menulis bisa dilakukan, terutama saat tiga anaknya bersekolah sehingga ada waktu luang. Di kompasiana, Gana pun aktif menulis. Meski terkadang suaminya, bertanya apakah yang didapatnya dari menulis.
Di Jerman, Gana menjadi guru bimbel TPL dan LPK VHS. Kegiatan ini dilakukan  untuk mengamalkan ilmu selama kuliah dan menjaganya agar tidak percuma. Mengenai menari? Gana tidak akan pernah akan meninggalkannya. Masih di bulan Oktober, Gana baru saja menari di Spanyol. Dua anak perempuannya, yakni anak kedua dan ketiga pun tertarik mengikuti jejaknya menari, meski anak nomor tiga yang kini berusia delapan tahun yang lebih luwes.
Mengenai mencapai  usia 40 tahun? Itu adalah alami.  Lambat laun usia bertambah dan tidak bisa ditolak. Tanda-tanda penuaan tidak bisa dihindari, seperti keriput dan uban. Dua hal inilah yang selalu meresahkan para perempuan dan ingin selalu ditutupi.