Badan Perencanaan Pembangunan Nasional  (Bappenas). Menyebut namanya sudah pasti tidak jauh-jauh dari segala hal perencanaan pembangunan nasional yang  ada di seluruh Indonesia, untuk tujuan pembangunan. Lembaga yang harus berupaya agar segala rencana selaras dengan seluruh pihak terkait. Juga tentunya tetap mampu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia.
Namun di saat yang sama, awal yang terbayang dari sebuah kegiatan dialog dengan  Bappenas adalah suatu hal yang berat, yang sangat serius, dan mesti berpikir sangat keras karena berupa bahasan rencana pembangunan skala nasional. Segala sesuatunya harus dalam keadaan yang serba rapi dan tertata.
Kenyataannya tidak demikian. Kegiatan Kompasiana Tokoh Bicara, berupa Dialog Bappenas di bawah Kepemimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro berlangsung dengan cair dan terbuka. Tidak ada sekat antara menteri dengan para kompasianer dalam acara yang diselenggarakan di Ruang Rapat Pimpinan, Lantai  2, Gedung Utama Bappenas, Jl. Taman Suropati No. 2, Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin, 28 Agustus 2016.
Tak jadi soal, karena justru ada waktu untuk menikmati keunikan yang ada di ruang itu. Termasuk lorong menuju ruang rapat yang dipenuhi oleh gambar-gambar para mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Gedung Bappenas, penghargaan yang diraih. Dari sini, semua yang hadir, begitu juga saya, dapat lebih mengenal dan mengetahui sejarah perjalanan Bappenas. Ya, sejak berada di depan gedung yang  menghadap Taman Suropati ini, saya sudah terpikat dengan  arsitektur menarik gedung lawas  peninggalan Belanda, yang baru kali ini saya kunjungi.
Bisa dibilang inilah kegiatan pertama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dengan para blogger . Menteri hasil reshuffle jilid II Kabinet Kerja, yang  sebelumnya menduduki posisi Menteri Keuangan ini baru saja dilantik oleh Presiden Joko Widodo, di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu 27 Juli 2016. Baru satu bulan menduduki kursi barunya menggantikan Sofjan Djalil, menteri sebelumnya.
Inilah yang mengundang rasa ingin tahu. Seperti apa sebenarnya Bappenas di bawah Kepemimpinan Bambang P.S. Brodjonegoro. Visi dan langkah apa yang dilakukan oleh menteri berkacamata yang juga guru besar Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Menteri  Bambang pun tampaknya tahu diperlukannya para penyuara berupa tulisan mengenai kebijakan-kebijakannya, agar sampai diketahui dan sampai oleh masyarakat Indonesia. Berulang-ulang dalam uraian dan penjelasan slide-nya, Menteri Bambang mengucapkan kata Blogger.
Dalam dialog yang dimoderatori Liviana Cherlisa Kompas TV, Menteri Bambang mengawalinya dengan sejarah Bappenas. Dulu pada tahun 1968 hingga 1990-an, menurutnya, Bappenas merupakan salah satu lembaga yang powerful di lingkungan pemerintahan.
Hal itu karena Indonesia sedang berusaha menata kembali pembangunan ekonomi setelah mengalami tingkat inflasi yang tinggi dan perekonomian yang tumbuh sangat rendah pada masa orde baru. Pemulihan tidak bisa dilakukan dengan normal dan memerlukan upaya luar biasa dengan pemimpin yang harus strong.
Hal itu karena apa yang diusulkan, apa yang akan dilakukan harus diikuti tanpa komplain dari kementrian lain atau unsur pemeritahan lain. Powerfulnya Bappenas juga tidak lepas  karena pemimpinnya saat itu adalah orang yang dekat dengan presiden Soeharto, terutama pada tahun 1967, yakni Prof.Dr.Widjojo Nitisastro.Â
Dekan dan guru besar FEUI itu  ditunjuk untuk menata perekonomian Indonesia.Masa itu memang sudah ada Kementrian Keuangan, namun karena masa membangun maka Bappenas berada di depan. Semua yang lain lain mengikuti dan berusaha sinkron dengan apa yang diarahkan oleh Bapenas.
Nah, ketika masa reformasi datang dengan suasana yang demokratis, peran Bappenas tidak bisa lagi mengulang atau mengkopi seratus persen masa lalu. Hal ini akan mengesankan seolah-olah Indonesia masih mengandalkan model perencanaan, yang konotasinya terpusat karena ada satu pihak yang merencanakan dan memastikan semuanya jalan sampai bawah.
Menteri Bambang menyampaikan, berbeda dengan dulu, Bappenas hari ini adalah bappenas yang harus mampu menempatkan diri dalam konteks demokratis dan desentralisasi. Dulu karena sentralisasi saat Bappenas mengeluarkan suatu kebijakan atau suatu action, maka sampai level kelurahan dan kecamatan akan ikut.
Saat ini Indonesia berubah menjadi negara desentralisasi dengan otonomi daerah. Bappenas harus berupaya mendorong daerah supaya bisa selaras perencanaannya dengan perencanaan Bappenas.
Inilah tantangan Bappenas. Dalam era otonomi yang setiap kepala daerah dipilih langsung pengikutnya. Bappenas harus bisa meyakinkan kepala daerah dengan persuasif, dialog, dan juga dengan aturan-aturan agar apa yang dibuat daerah itu sejalan dengan nasional tanpa harus melepaskan janji seorang kepala daerah kepada pemilihnya.
Menurut menteri Bambang, Bappenas saat ini berbeda dengan puluhan tahun lalu, tepatnya di zaman orde baru. Tidak perlu kembali ke GBHN yang justru menjadi acuan pemerintahan orde baru. Namun bukan berarti acuan serupa dengan GBHN tidak perlu.
Dengan sistem demokrasi sekarang, dengan masa pemerintahan  per periode lima tahun, dengan asumsi bisa dipilih lagi satu periode, sehingga paling lama 10 tahun.Setiap pemerintahan tentunya punya ide masing-masing.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, seiring dengan booming ekonomi pada tahun 1990-an, berupa booming migas, booming kayu, dan sektor manufaktur, rakyat Indonesia naik kelas. Tidak lagi di Low Income Class menjadi Low middle income class. Kelas menengah bawah. Saat krisis finansial 1998, Indonesia kembali menjadi negara miskin, sebelum kemudian kembali pada Low Middle Income Class.
Problem yang terjadi adalah Indonesia terjebak pada kondisi ini selama berpuluh tahun.Nah, disinilah diperlukan perencanaan jangka panjang , visi jangka panjang jadi perlu karena terus terang seorang presiden siapa pun dia, sehebat-sehebatnya tentunya akan berpikir lima tahun dulu.
Dalam slide pemaparan Strategi Pertumbuhan Ekonomi, Menteri Bambang meng ungkapkan, Bappenas harus bisa bekerjasama dan masuk ke dalam pikiran seorang presiden terpilih. Presiden sakarang, Joko Widodo yang memiliki visi dan misi Nawacita,  pada pemerintahan  2015-2019, diupayakan konsisten dengan RPJP tersebut.
Namun, Nawacita tidak bisa langsung menjadi RPJM. Tetapi harus bisa dintegrasikan dalam RPJM, baik apa yang menjadi tujuan, kebijakan, rencana aksi dan segala macam kemudian diperkuat angka-angka, indikator, proyeksi dan seharusnya sehingga jadilah RPJM. Sebuah RPJM adalah implementasi, refleksi dari visi dan misi presiden hanya untuk 5 tahun.
Pada Periode Jangka Menengah (2015-2019) itu diupayakan :
1. Perekonomian diarahkan agar lebih mandiri  dan mendorong bangsa Indonesia ke arah yang lebih maju dan sejahtera
2. Pertumbuhan ditopang oleh peningkatan daya saing melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas
3. Peningkatan nilai tambah perekonomian dengan titik berat pada transformasi ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan peran jasa unggulan terhadap perekonomian
4. Sektor-sektor strategis ekonomi domestik akan lebih digiatkan dengan prioritas pada kedaulatan pangan, kemaritiman, kedaulatan energi,serta upaya untuk mendorong industri pengolahan dan pariwisata
5. Stabilitas ekonomi yang terjaga ditiikberatkan pada upaya untuk menjaga kepercayaan pasar dan menjaga daya beli masyarakat
6.Penciptaan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan (berkualitas)
7. Pertumbuhan ekonomi juga diarahkan berkelanjutan yan scara keseluruhan nya disertai dengan penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjuta .
Nah, untuk itu maka Bappenas di bawah kepemimpinan Menteri Bambang, memiliki sasaran pada penyediaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, perbaikan mutu SDM, akses penduduk kepada pelayanan dasar, perbaikan mutu SDM, akses penduduk kepada pelayanan dasar, perluasan cakupan perlindungan/jaminan sosial.
Strategi pertama adalah transformasi ekonomi ekonomi. Kenapa? Menurut Menteri Bambang kaerna  Middle income trap tadi. Selama negara kita masih tergantung komoditas seperti sekarang dan belum benar-benar menjadi negara berbasis industri atau berbasis jasa, sulit  bagi kita menjadi negara maju atau menjadi negara yang income per kapitanya tinggi karena komoditasnya itu bersifat Up and Down karena pernah harganya menjadi luar biasa tinggi sekarang harganya entah dimana.
Middle Trap menyebabkan kita seperti negara orang kaya tak ubahnya seperti orang kaya tetapi orang kaya yang musiman, yang kalau musimnya bagus kaya tetapi kalau musimnya jelek maka tidak kaya. Tentunya masyarakat Indonesia tidak mau jadi negara seperti itu. Harus jadi orang kaya tetapi orang kaya terus.
Strategi kedua adalah memperkokoh keterkaitan ekonomi antar daerah
Sekali lagi sekarang zamannya desentralisasi daerah. Seakan masing-masing memilih di daerahnya masing-masing. Walikota atau gubernur, seharusnya dinilai dengan sudahkan dia memajukan perekonomian daerahnya, kemiskinannya, penganggurannya?
Otonomi kan bukan cuma sekedar bagi-bagi kewenangan, lebih powerful, bikin APBD tetapi bergantung kepada pemerintah pusat. Dengan adanya desentralisasi ekonomi, kebijakan ekonomi, rencana aksi ekonomi, inovasi ekonomi harus datang dari daerah kemudian terakumulasi di tingkat pusat. Namun, saat ini belum 16 tahun otonomi daerah belum terasa tetapi banyak, Â masih didorong oleh pusat dan daerah bereaksi denagn caranya masing-masing. Meskipun ada daerah-daerah yang boleh dibilang mandiriyang tidak lagi bergantung pada up and down ekonomi global apalagi ekonomi nasional.
Strategi Ketiga Peningkatan produktivitas nasional
Isu dan tantangan pembangunan, yakni daya serap tenaga kerja yang masih rendah dan kemiskinan terus melambat. Tingkat produktivitas masyarakat Indonesia tentu saja harus ditingkatkan agar mampu bersaing dengan negara-negara lainnya. Â
Strategi keempat, peningkatan daya saing.
Menurut Menteri Bambang, ini gampang diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilakukan karena kalau bicara daya saing kita harus membandingkannya dengan orang lain, paling tidak denan ngara lain.Nah dari waktu ke waktu, indeks daya saing ini berubah-ubah. Jadi pada tahun 90-an selain booming minyak dan kayu. Booming yang sebetulnya bagus untuk Indonesia khususnya di Industri manufaktur, khsusunya padat karya. Jadi ekonomi Indonesia didorong oleh padat karya yang menyerap tenaga naik 7-8 %. Kegiatan ini membuat pengangguran menjadi rendah dan kemiskinan menjadi turun karena orang sudah punya kerjaan.
Sekarang, menutup dialognya, Menteri Bambang mengungkapkan, saat inilah yang terbaik untuk kembali ke Industri karena komoditas tidak bisa diandalkan lagi. Apalagi Indonesia sedang mengalami Demografi Bonus. Penduduk usia muda yang jumlahnya banyak sekali.buat negara di seluruh dunia, ini adalah suatu kemewahan.
Indonesia sebenarnya diuntungkan kondisi yang seharusnya membangkitkan kembali industri manufaktur, jasa, dan pertanian yang menopang industri dan jasa. Meski demikian, harus bekerja keras supaya yang informal menjadi formal. Sektor informal penting tetapi bukan berarti ekonomi kita secara struktural terus informal. Ekonomi makin maju kalau yang informal ini bergerak formal.
Bantuan langsung tunai, menurut Menteri Bambang, juga berperan diharapkan bisa membawa masyarakat miskin lompat dari garis kemiskinan. Namun problemnya masih banyak di negara kita yang jaraknya jauh sehingga perlu effort lebih karena uang cash saja tidak akan cukup untuk mengangkat mereka.
                                                             ***
Dalam dialog yang berjalan sekitar satu setengah jam itu, Menteri Bambang tampak antusias melayani setiap pertanyaan para kompasianer . Bahkan, setelah acara menteri satu ini tak segera bergegas pergi dan memberikan kesempatan untuk berfoto-foto dengan para kompasianer.Semoga saja jika Bappenas di bawah kepemimpinan Menteri Bambang tetap terbuka, rakyat Indonesia semakin maju karena tujuan pembangunan tercapai. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H