Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Inspirasi dan Edukasi dari Nonton Bareng Rudy Habibie Bersama Merchant Bank BRI

23 Juli 2016   23:58 Diperbarui: 24 Juli 2016   00:15 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nobar film Rudy Habibie yang diselenggarakan di CGV Grand Indonesia dibintangi oleh sejumlah artis terkemuka (foto:riapwindhu)

BILA  ingin sukses, belajarlah dari orang yang sukses. Banyak hal yang bisa dipelajari dan diamati. Salah satu cara menyenangkan yang dapat dilakukan adalah dengan menonton film berkualitas mengenai kisah hidup orang sukses, yang berasal dari dalam negeri sendiri.

Mengangkat kisah masa muda mantan Presiden RI ke-3 Prof. Dr. Bacharudin Jusuf, film berjudul Rudy Habibie, mampu memikat perhatian masyarakat Indonesia untuk menontonnya. Sejak ditayangkan perdana pada ulang tahun ke-80 Habibie, pada 25 Juni lalu, film ini ada di jajaran bioskop ternama di Indonesia, dengan jumlah penonton ratusan ribu orang per hari.

Keingintahuan seperti apa seorang jenius Habibie menjalani hari-harinya saat masih anak-anak dan menjalani perkuliahan di Jerman, sangat tinggi. Setidaknya itulah yang saya rasakan dan saya lihat saat hadir sebagai salah satu dari lima kompasianer dalam acara nonton Bareng (nobar) Rudy Habibie Bersama Merchant  bank BRI.

dokpri
dokpri
Rabu 20 Juli 2016 sore itu, bioskop CGV Blitz, yang terletak di lantai 8, Grand Indonesia, Jl. MH. Thamrin No. 1 Jakarta, dipadati oleh para pengunjung yang menggunakan baju kaos berwarna putih dan berwarna biru.

Warna yang identik dengan kekhasan warna yang dimiliki PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI) selaku penyelenggara nobar. Kegiatan ini diadakan sebagai bentuk penghargaan BRI terhadap para merchant yang setia menggunakan EDC (Electronic Data Capture) BRI, sebagai sarana pembayaran non tunai.

Hujan deras yang mengguyur Jakarta siang hari, tidak mempengaruhi semangat untuk nonton bareng film berkualitas tanah air. Siapa yang tidak suka aktivitas menyenangkan seperti ini? Apalagi, jika film yang ditayangkan menarik dan bernilai inspirasi. Sudah pasti pula akan menjadi kenangan tersendiri jika Prof. DR. Bacharuddin Jusuf Habibie, si pemilik kisah film Rudy Habibie, dapat hadir bersama dalam acara nobar.

Maka tak heran, kedatangan mantan Presiden RI Ke-3 ini, sekitar pukul 15.40, sangat menyedot perhatian. Mengenakan baju setelan jas berwarna hitam, para pengunjung yang sebagian besar tidak tahu dan tidak menyangka kedatangannya, segera berebutan mengambil foto lelaki berpeci hitam yang selalu tersenyum ramah ini, melalui ponsel yang dimiliki. Tidak ketinggalan juga para kompasianer yang turut hadir saat itu, juga ikut berusaha untuk dapat berfoto.

Para penonton nobar dari sejumlah merchant memanfaatkan waktu untuk berfoto dengan latar belakang film Rudy Habibie (foto:riapwindhu)
Para penonton nobar dari sejumlah merchant memanfaatkan waktu untuk berfoto dengan latar belakang film Rudy Habibie (foto:riapwindhu)
Rangkaian acara nobar dimulai sekitar pukul 16.00. Prof. Dr. Bacharudin Jusuf Habibie duduk bersama Direktur Utama BRI Asmawi Syam, dan para jajaran direksi BRI lainnya. Dalam sambutannya sebelum penayangan film, Director of Consumer Bank BRI, Sys Apik Wijayanto mengatakan, acara nonton bareng ini secara serentak digelar di tujuh kota, yakni Bandung, Solo, Medan, Surabaya, Yogyakarta, dan Makassar, dengan lebih dari 1.300 orang penonton.

Film ini, menurutnya, mengisahkan seorang inspirator dan visioner bangsa Indonesia yang diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para penontonnya, terutama anak-anak muda.

Harus Mengandalkan SDM

Prof. Dr Bacharudin Jusuf Habibie yang memberikan pemaparan singkat sebelum tayangan film dimulai, menekankan pentingnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dimiliki. Bahkan lebih penting daripada hanya mengandalkan pada sumber daya alam (SDA).

“Mengandalkan pada sumber daya alam itu kalah dan salah. Harus mengandalkan pada sumber daya manusia,” kata Habibie.

Prof. Dr. BJ Habibie, bersama jajaran direksi BRI menyaksikan nonton bareng film Rudy Habibie, yang mengisahkan masa kecil dan masa kuliahnya di Jerman (foto:riapwindhu)
Prof. Dr. BJ Habibie, bersama jajaran direksi BRI menyaksikan nonton bareng film Rudy Habibie, yang mengisahkan masa kecil dan masa kuliahnya di Jerman (foto:riapwindhu)
Menurut Habibie, tiga elemen seperti agama, budaya, dan ilmu pengetahuan teknologi sangat baik dikuasai. Namun, itupun belum tentu dapat membawa seseorang pada keunggulan dan memiliki daya saing yang tinggi. Masih dibutuhkan adanya lapangan pekerjaan dalam bidangnya masing-masing. Manusia mengalami proses keunggulan sehingga semua itu harus dipersiapkan sedini mungkin.

Habibie menyampaikan, sektor turisme pun tidak bisa diandalkan begitu saja. Turisme akan datang bila ada orang yang berduit. Lebih dibutuhkan SDM yang mampu membuat produk yang unggul dan memiliki daya saing. Semua ini membutuhkan waktu.

Sehingga,  tidak cukup hanya pada budaya, pendidikan, dan kesehatan yang jitu. Sementara di sisi lain lagi-lagi Indonesia masih mengimpor barang-barang dari luar negeri. Isyu orang kerja harus menjadi yang utama.

Penyerahan cindera mata dari BRI ke Prof.Dr. BJ Habibie (foto:riapwindhu)
Penyerahan cindera mata dari BRI ke Prof.Dr. BJ Habibie (foto:riapwindhu)
Harus dapat memproduksi barang sendiri dan setiap produk yang dimanfaatkan dibayar dengan pekerjaan dan dengan jam kerja. Karena hanya orang bekerja yang bisa membayar pajak, sedangkan orang yang tidak bekerja bisa ribut karena tidak memiliki uang.

Habibie yang kini berusia 80 tahun memiliki definisi sendiri dengan menyebut siapa pun yang dibawah 41 tahun sebagai cucu intelektual dan siapa pun yang di bawah usia 65 tahun adalah anak intelektual.

Dengan film yang diputar itu, Habibie berharap yang menontonnya akan memperoleh ilham, tidak hanya untuk yang menonton melainkan juga bagi anak-anak masa depan lainnya. Habibie menegaskan jika Jerman adalah negara yang tidak mengandalkan pada sumber daya alam (SDA) melainkan SDM (sumber daya manusia).

Inspirasi Film Rudy Habibie

Film Rudy Habibie yang memiliki durasi tayangan lebih dari dua jam ini diawali dengan masa kecil Habibie, yang diwarnai masa penyerangan sekutu saat masih tinggal di Pare-Pare. Sebelum akhirnya pindah ke Gorontalo, tempat asal Alwi ayah Habibie.

Sejak kecil, Rudy Habibie sudah sangat menyukai pesawat terbang. Meski kemudian ayahnya meninggal dunia secara mendadak akibat serangan jantung, ketertarikan Rudy pada pesawat terbang tidak berkurang.  Sampai saat kemudian memutuskan melanjutkan kuliah di RWTH Ancheen, Jerman, keinginan Rudy untuk membangun industri pesawat terbang di tanah air Indonesia tidak pernah pupus.  

 Namun, semuanya tidaklah selalu mudah bagi Rudy yang dibiayai sendiri oleh Tuti, maminya di Bandung. Rudy dibullykarena adanya senioritas dari sesama mahasiswa Indonesia di Jerman. Belum lagi terkadang menghadapi masalah keuangan karena telatnya kiriman uang dari maminya, sehingga terpaksa harus menahan lapar.

Nobar film Rudy Habibie yang diselenggarakan di CGV Grand Indonesia dibintangi oleh sejumlah artis terkemuka (foto:riapwindhu)
Nobar film Rudy Habibie yang diselenggarakan di CGV Grand Indonesia dibintangi oleh sejumlah artis terkemuka (foto:riapwindhu)
Pun masih ditambah dengan saat awal tidak ada rumah yang mau menampung mahasiswa asal Indonesia, karena tidak mengenal nama negara ini. Saat ingin beribadah shalat juga sulit karena tidak ada masjid sehingga Rudy terpaksa shalat di bawah tangga kampus.

Meski begitu, di Jerman pula, Rudy mengenal persahabatan yang tulus dan cinta dari seorang perempuan bernama Ilona asal Polandia. Belajar mengenai pesawat terbang, yang ingin diterapkannya di Indonesia.  Napas nasionalisme dan kecintaan kepada negeri yang sangat tinggi.  

Dalam film itu, Rudy yakin segala sesuatu dapat diselesaikan. Polanya selalu pada adanya fakta, adanya masalah, dan adanya solusi. Tidak ada kata menyerah dalam pemikiran Rudy, yang rerligius.  

Saat kesulitan-kesulitan datang menghampirinya dalam kegiatan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Aachen. Habibie selain berusaha dengan gigih, tetap taat beribadah menyerahkan segalanya pada Allah. Setiap waktu luang dimanfaatkannya dengan membaca sebuah buku dan belajar.

Saat menonton Film Rudy Habibie, ada tawa dan tangis. Tertawa saat ada beberapa adegan lucu yang muncul di film ini saat Rudy masih kecil di Gorontalo. Menangis saat meninggalnya ayah Rudy yang mendadak.

Dalam film itu, juga terungkap bahwa Rudy Habibie pun ternyata pandai menyanyi karena menggagas malam Indonesia di Jerman. Selain itu juga jago memasak sejumlah hidangan dan meracik kopi.

Dua kompasianer sangat terpukau menyaksikan film Rudy Habibie (foto:riapwindhu)
Dua kompasianer sangat terpukau menyaksikan film Rudy Habibie (foto:riapwindhu)
Semakin Mendekat

Usai acara nobar, Pof. Dr. Baharudin Jusuf Habibie didampingi dengan direksi Bank BRI sempat ditanya seorang pengunjung, benarkah memang dapat bernyanyi. Lelaki yang tampak sabar dan ramah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Termasuk saat ditanya mengenai Ilona, mantan kekasihnya asal Polandia sebelum dijodohkan dengan Ainun. Habibie semakin membuat kagum dengan jawabannya yang menyatakan kesetiannya pada Ainun, perempuan yang telah dijodohkan oleh ibunya.

Acara bincang Habibie usai acara nobar yang semula lebih ditujukan kepada media, akhirnya semakin tipis jaraknya dengan para penonton film Rudy Habibie, yang lama-lama jaraknya semakin maju. Semuanya ingin berfoto atau paling tidak berjabat tangan dengan mantan orang presiden .

Nur, salah seorang kasir dari restoran Soto Kudus, sebuah merchant pengguna EDC di gedung BRI II, merasa sangat senang sekali dapat menjadi salah satu penonton film Rudy Habibie. SInilah pertama kalinya setelah lima tahun bekerja di tempat itu. Nur bersama tiga kawan kerjanya. Perempuan berkerudung ini mengagumi Habibie karena pintar dan bisa membuat pesawat terbang.  

Dalam acara nobar, hadir para merchant yang bekerjasama dengan Bank BRI antara lain Mitra Adi Perkasa, McDonalds, Matahari Department Store, Pertamina Retail, Indomaret, Ramayana, Alfamart, dan Kawan Lama Group.

Meningkatkan kualitas hubungan baik dengan para merchant. Memang hal itulah kedekatan yang dijalin oleh BRI melalui nonton bareng yang menyenangkan namun tetap bersifat inspirasi dan edukasi. Siapa pun suka dengan kegiatan nonton bareng, yang agaknya sudah menjadi salah satu gaya hidup yang tidak bisa dilepaskan saat ini

Dengan terciptanya kedekatan, ke depannya BRI berencana untuk menambah sebanyak 35.000 EDC merchant setiap tahun. Selain tentunya juga sebagai upaya untuk memberikan pelayanan terbaik dalam menjalankan business consumer.

Selain itu, BRI juga berencana menumbuhkan bisnis kartu kredit minimal 25 % dengan preposisi produk BRI yang berbeda dari yang ada di pasar. Saat ini, BRI memiliki jaringan kartu lebih dari 22,792 ATM dan 213,198 EDC merchant yang tersebar ke seluruh pelosok Indonesia.

Buat saya pribadi, nobar Rudy Habibie memiliki kenangan tersendiri. Genggaman tangan yang hangat masih terasa di tangan saya, usai bersalaman dengan mantan Presiden RI ke-3, yang selalu tersenyum ramah. Katanya, bersalaman dengan orang hebat pun bisa menularkan sukses. Paling tidak dari motivasi dan semangat yang terasa dalam genggaman.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun