Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

(JelajahClicK): Menyusuri Keindahan Masa Lampau di Stasiun Tua Jakarta Kota dan Tanjung Priuk

15 Juli 2016   17:21 Diperbarui: 15 Juli 2016   17:25 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Tanjung Priuk, stasiun megah yang dibangun zaman Belanda ini sangat megah meski masih sepi dikunjungi. Banyak tempat menarik yang bisa dijadikan tempat berfoto-foto di stasiun bersejarah ini (foto;riapwindhu)

NAIK kereta api, tut...tut...tut... Berada dalam rangkaian kereta penumpang, selalu memiliki kenangan yang dapat menjadi cerita tersendiri. Tidak hanya sekedar merasakan guncangan halus saat kereta api melaju di atas rel besi, suguhan pemandangan dari sisi kanan dan sisi kiri yang tampak di luar jendela kereta, seakan melengkapi kisah yang dapat tercipta saat duduk manis ataupun bercanda ria dalam perjalanan.

Maka, seperti halnya penggalan lagu anak-anak ciptaan Ibu Soed, berjudul Naik Kereta Api, yang sampai pada kalimat Siapa hendak turut? Tanpa ragu, saya pun segera menyatakan ikut serta dalam Jelajah ClickKompasiana (Commuterline Community of Kompasiana)  pada 28 Juni 2016 lalu.

Tujuan utama jelajah Click yang diadakan pada pekan terakhir menjelang lebaran tahun 2016  itu menuju Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta Utara, yang letaknya berseberangan dengan stasiun Tanjung Priuk. Selain berbuka puasa bersama dengan sensasi berbeda, agendanya adalah menjelajah isi kapal yang tengah bersandar di pelabuhan.

Namanya juga komunitas kereta api commuterline, sudah pasti untuk mencapai lokasi,  menggunakan transportasi kereta commuterline (kereta rel listrik). Dua stasiun megah yang memiliki kisah sejarah dan menjadi cagar budaya, disinggahi sekaligus, yakni Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Tanjung Priuk.

Stasiun Jakarta Kota, stasiun bersejarah yang saat ini fokus pada komuter. Stasiun ini sekarang lebih bersih, lebih rapi, lebih terawat, dan lebih tertib (foto:riapwindhu)
Stasiun Jakarta Kota, stasiun bersejarah yang saat ini fokus pada komuter. Stasiun ini sekarang lebih bersih, lebih rapi, lebih terawat, dan lebih tertib (foto:riapwindhu)
Inilah istimewanya. Banyak hal yang bisa ditemui dalam jelajah Click. Menjelajah Stasiun Tanjung Priuk, stasiun tempat dilakukan elektrifikasi jalur KA pertama saat berupa perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, Staats Spoorwegen (SS), dengan rute Tanjung Priuk – Meester Cornelis (Jatinegara). Begitu pun halnya dengan Stasiun Jakarta Kota yang juga mengawali elektrifikasi jalur KA dengan tujuan Buitenzorg (Bogor).   

Kapan lagi melihat stasiun-stasiun  yang mengawali adanya kereta rel listrik (KRL) di Jakarta, secara bersama-sama teman komunitas di bulan puasa?

Stasiun Jakarta Kota yang selalu memikat

Tidak ingin ketinggalan kereta, saya tiba lebih awal, setengah jam sebelum pukul 14.00 di stasiun Jakarta Kota, yang dijadikan lokasi bertemu rombongan. Cuaca sangat cerah. Sinar matahari bahkan cenderung panas terik. Namun, selalu ada semangat  jika berada di dalam gedung stasiun tua Jakarta Kota ini. Betapa beberapa tahun lalu saya melintasinya, nyaris hampir setiap hari.

Dibandingkan beberapa tahun lalu, kondisi stasiun kereta api Jakarta Kota kini lebih tertata. Lebih rapi. Lebih bersih. Pintu masuk stasiun hanya dibuka pintu samping  menghadap Pinangsia, sehingga lebih terkontrol.

Dulu, saat pintu utama juga dibuka, hiruk pikuk, suasana padat dan ramai lebih terasa karena dekat dengan pintu masuk banyak terdapat pedagang. Selain juga macet oleh kendaraan angkutan kota yang kerap melambatkan lajunya untuk mencari penumpang yang keluar dari stasiun.

Kereta commuterline dari stasiun Jakarta Kota ke stasiun Tanjung Priuk, hanya ada enam kali perjalanan dari masing-masing stasiun. Rangkaian keretanya pun hanya empat buah. Kereta ini melintasi rute stasiun Jakarta Kota-Kampung Bandan-Ancol-Tanjung Priuk. Begitu pun sebaliknya.(foto:riapwindhu)
Kereta commuterline dari stasiun Jakarta Kota ke stasiun Tanjung Priuk, hanya ada enam kali perjalanan dari masing-masing stasiun. Rangkaian keretanya pun hanya empat buah. Kereta ini melintasi rute stasiun Jakarta Kota-Kampung Bandan-Ancol-Tanjung Priuk. Begitu pun sebaliknya.(foto:riapwindhu)
Di atas KRL, kala itu kondisi pun padat. Para pedagang yang mengasongkan berbagai jualan. Bahkan seorang teman saya sempat mengatakan dengan bercanda, kalau mau apa pun bisa didapatkan di atas KRL, dari jepit rambut sampai buah-buahan.

Sekarang semua berbeda. Semua lebih tertib. Jika tidak berkepentingan, tidak ada yang dapat masuk ke area tunggu stasiun. Saat ini semua harus membeli tiket ! Tidak ada lagi ceritanya dapat meloloskan diri tanpa tiket naik KRL dari salah satu stasiun seperti dulu.

Kini, e-ticketing berlaku untuk seluruh KRL commuterline. Awalnya,  siang itu, saya hendak membeli tiket harian berjaminan pulang pergi karena tidak punya kartu Multi Trip. Namun antrian cukup panjang di vending machine dan loket. Untunglah, saya selalu membawa flazz  bergambar kriko yang juga berlaku, sehingga saya tidak usah repot-repot dan langsung bisa masuk ke dalam stasiun.

Hmm, sambil menunggu teman Click yang lain, menyempatkan diri berfoto-foto untuk kenang-kenangan sekaligus mengagumi kemegahan stasiun tempo dulu, yang kini fokus pada layanan komuter. Stasiun yang juga dikenal dengan sebutan Beos alias kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur) ini tetap memikat di usia tua.

Perjalanan rombongan Click di dalam commuterlilne Jakarta Kota -Tanjung Priuk, yang penuh canda dan tawa. Kereta masih sepi dan hanya berhenti sebentar di stasiun yang dilewati. Salah satunya adalah stasiun Ancol, yang baru difungsikan kembali sejak 25 Juni 2016, setelah bertahun-tahun tidak aktif. (foto:riapwindhu)
Perjalanan rombongan Click di dalam commuterlilne Jakarta Kota -Tanjung Priuk, yang penuh canda dan tawa. Kereta masih sepi dan hanya berhenti sebentar di stasiun yang dilewati. Salah satunya adalah stasiun Ancol, yang baru difungsikan kembali sejak 25 Juni 2016, setelah bertahun-tahun tidak aktif. (foto:riapwindhu)
Saat  datang, commuterline jurusan Tanjung Priuk bernomor 2333 sudah tersedia di jalur 8. Hanya ada enam pemberangkatan dalam sehari, baik dari stasiun Jakarta Kota maupun dari stasiun Tanjung Priuk. Rangkaian keretanya pun hanya ada empat!

Antara Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Tanjung Priuk  

Pukul 14.20, KRL pun berangkat perlahan. Nyamannya naik KRL ini. Bebas pengamen, bebas pengasong, dan ber-AC. Tiketnya pun sangat murah hanya Rp.2000, dengan waktu tempuh sekitar 20 menit.  Semakin bahagialah rombongan Click sehingga bisa sibuk berselfi ria. Wajah-wajah kami cerah. Tertawa dan bercanda lepas karena siang itu penumpang commuterline arah Tanjung Priuk masih sedikit.

Maklum, stasiun kereta Tanjung Priuk baru saja diaktifkan kembali  mulai 21 Desember 2015, setelah sempat berhenti beroperasi selama 26 tahun, sejak tahun 1989.  Meski sudah enam bulan difungsikan kembali sebagai stasiun untuk mengangkut penumpang, inilah kunjungan pertama saya ke stasiun Tanjung Priuk yang bersejarah. 

Perjalanan menggunakan commuterline selalu menjadi cerita tersendiri. Salah satunya dengan melihat pemandangan di kiri dan kanan sepanjang lintas rel yang dilalui, antara stasiun Kota hingga Tanjung Priok, dengan tarif perjalanan cukup murah (foto:click)
Perjalanan menggunakan commuterline selalu menjadi cerita tersendiri. Salah satunya dengan melihat pemandangan di kiri dan kanan sepanjang lintas rel yang dilalui, antara stasiun Kota hingga Tanjung Priok, dengan tarif perjalanan cukup murah (foto:click)
Rute KRL Jakarta Kota menuju Tanjung Priuk sangat singkat, yakni dari stasiun Jakarta Kota, melewati stasiun Kampung Bandan dan stasiun Ancol, hingga akhirnya tiba di stasiun Tanjung Priuk.

Sepanjang perjalanan,  di sisi kiri dan sisi kanan dari kaca jendela KRL, saya bersama teman-teman dapat menyaksikan padatnya rumah-rumah dan aktivitas penduduk di sepanjang rel, yang terdiri dari sejumlah warung.

KRL berhenti di setiap stasiun yang dilewati termasuk di stasiun Ancol, yang juga baru beroperasional kembali sejak 25 Juni 2016, setelah 8 tahun tidak aktif. Senangnya, kami melintasi stasiun Ancol yang baru dibuka empat hari. Pintu kereta hanya terbuka sebentar sekali di stasiun ini tanpa ada penumpang yang masuk.  

Tanjung Priuk, stasiun megah yang masih sepi

Akhirnya, rombongan Click pun tiba di stasiun Tanjung Priuk. Sepi. Itu yang pertama kali terasa saat melangkahkan kaki turun dari KRL. Hanya ada satu rangkaian kereta barang. Tidak ada kereta penumpang lain, selain KRL yang kami tumpangi di stasiun tua yang sangat megah di Jakarta ini. Sebagai stasiun pemberhentian terakhir, tidak banyak penumpang yang turun. Bisa jadi, justru rombongan Click-lah yang meramaikan suasana siang itu.

Stasiun Tanjung Priuk, stasiun megah yang dibangun zaman Belanda ini sangat megah meski masih sepi dikunjungi. Banyak tempat menarik yang bisa dijadikan tempat berfoto-foto di stasiun bersejarah ini (foto;riapwindhu)
Stasiun Tanjung Priuk, stasiun megah yang dibangun zaman Belanda ini sangat megah meski masih sepi dikunjungi. Banyak tempat menarik yang bisa dijadikan tempat berfoto-foto di stasiun bersejarah ini (foto;riapwindhu)
 Bangunan art deco tampak indah terlihat. Atap yang menjulang tinggi seakan kokoh memayungi rangkaian kereta di bawahnya. Sudah pasti, kesempatan emas untuk berfoto-foto di stasiun yang diresmikan penggunaannya 6 April 1925, bertepatan dengan peresmian elektifikasi jalur KA kala itu.  

Stasiun Tanjung Priok yang letaknya berseberangan dengan Pelabuhan Tanjung Priok  itu kini tampak sangat terawat dan apik. Jauh berbeda dengan tahun lalu sebelum difungsikan, yang keadaannya serba kumuh, kotor, dan banyak dihuni oleh para gelandangan dan pengemis sebagai tempat tinggal. Tentu saja sempat menakutkan bagi siapa pun yang hendak turun atau melintas di stasiun ini.  

Untunglah saat ini segalanya serba terawat dan bersih. Bahkan menjadi tempat yang sangat bagus untuk berfoto-foto. Pantas untuk menjadi sebuah tempat wisata sejarah. Kondisi stasiun yang masih sangat sepi, membuat kami leluasa mengambil foto di berbagai posisi. Termasuk berfoto dengan latar belakang sejumlah Abang dan None Jakarta Utara yang sedang melakukan kegiatan di stasiun Tanjung Priuk.

Sistem E-ticketing sudah dilakukan di setiap stasiun yang ada di Jakarta, termasuk yang ada di stasiun Tanjung Priuk (foto:riapwindhu)
Sistem E-ticketing sudah dilakukan di setiap stasiun yang ada di Jakarta, termasuk yang ada di stasiun Tanjung Priuk (foto:riapwindhu)
Menurut Ita Dawita, salah seorang anggota satuan pengamanan yang sedang bertugas di dekat e-ticketing, biasanya pengunjung ramai pada akhir pekan saja. Untuk hari-hari biasa masih sangat sepi.

Antrean di loket tidak ditemui di stasiun Tanjung Priuk.  Pintu masuk hanya ada di satu sayap saja, agar lebih mudah mengawasi keamanan stasiun. Warung-warung makanan atau toko kue juga tidak terdapat di dalam stasiun,seperti pada umumnya.  Menurutnya, itu karena Tanjung Priuk merupakan sebuah cagar budaya.

Stasiun Tanjung Priuk yang luas dan megah. Tidak ada antrian tiket di stasiun ini karena masih sepi penumpang (foto:riapwindhu)
Stasiun Tanjung Priuk yang luas dan megah. Tidak ada antrian tiket di stasiun ini karena masih sepi penumpang (foto:riapwindhu)
Namun, juga dengan alasan karena stasiun Tanjung priuk adalah cagar budaya, saat rombongan click tengah asyik berfoto-foto dan jepret sana jepret sini, seorang Polsuska menegur tidak dapat mengambil foto tanpa izin resmi tertulis dari PT KAI Commuter Jabodetabek dengan menggunakan kamera profesional DSLR, di sebuah kawasan bersejarah. Jika hanya mengambil foto dengan kamera ponsel masih diperkenankan.

Wah, meski sedikit bingung karena kamera ponsel pun saat ini sudah canggih teknologinya, ini akan menjadi pengingat bila berniat berkunjung ke tempat cagar budaya lainnya.

Stasiun Tanjung Priuk yang saat ini terawat, bersih, dan tertib. Berbeda jauh saat belum diaktifkan kembali sejak Desember tahun 2015 yang sempat kumuh dan menyeramkan (foto:riapwindhu)
Stasiun Tanjung Priuk yang saat ini terawat, bersih, dan tertib. Berbeda jauh saat belum diaktifkan kembali sejak Desember tahun 2015 yang sempat kumuh dan menyeramkan (foto:riapwindhu)
Akhirnya,tak lama setelah berfoto-foto, rombongan Click pun menyudahi kunjungan singkat di stasiun yang berasitektur indah. Tuntas sudah keinginan dan rasa penasaran bagi kami, yang sebagian besar belum pernah singgah ke Stasiun Tanjung Priuk. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.10, sudah saatnya kami harus segera melanjutkan jelajah Click menuju pelabuhan Tanjung Priuk, yang letaknya hanya berseberangan dengan stasiun.

Kami pun akhirnya satu persatu keluar stasiun dan mulai berjalan menyusuri depan stasiun yang saat itu depannya tertutupi oleh pedagang di pinggir jalan. Sinar matahari  menjelang sore masih terasa panas di kulit saat berjalan kaki beriringan menuju pelabuhan Tanjung Priuk.  

Bagian depan Stasiun Tanjung Priuk, Cagar budaya kebanggaan Jakarta (foto:riapwindhu)
Bagian depan Stasiun Tanjung Priuk, Cagar budaya kebanggaan Jakarta (foto:riapwindhu)
----  

#JelajahClicK, Jelajah Tanjung Priuk ke-1

Jakarta, Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun