Dalam sejarah sunda, permainan dan bermain merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Para leluhur meyakini bahwa permainan sunda merupakan hal yang penting dan memiliki kedudukan yang tinggi.Â
Hal ini dibuktikan dengan naskah yang berasal dari Kabuyutan Ciburuy yang berada di lereng gunung Cikuray, Garut. Isi Naskah Siksa Kanda Ng Karesian menempatkan posisi yang memiliki keahlian dalam permainan disejajarkan dengan keahlian lain seperti ahli pantun, ahli karawitan, ahli cerita atau dalang dan keahlian lainnya.Â
Permainan gasing juga memiliki arti yang dalam. Secara filosofis, permainan ini juga memberikan pelajaran kepada kita untuk menyadari adanya "perputaran nasib". Pemain diajari harus siap dengan resiko permainan yang bisa saja turun atau naik tingkatan.Â
Bagi mereka yang berada pada posisi dibawah (gucit) jangan putus asa karena ada kesempatan untuk naik tingkat. tentunya dengan upaya dan kerja keras. bagi mereka yang berada di urutan tengah harus siap untuk kemungkinan naik atau turun posisi dan yang berada di puncak urutan tertinggi atau ratu harus siap apabila sewaktu-waktu harus turun dan menyerahkan jabatan kepada orang lain.
Gasing memiliki fungsi untuk melatih kemampuan otot motorik anak. Permainan tradisional ini melatih kemampuan motorik kasar dan motorik halus pemain yakni dengan aktivitas mengaitkan tali ke kaki gasing, memutar gasing dengan otot tangan yang kuat dan sebagainya.Â
Pemain juga berlatih konsentrasi, untuk membenturkan gasingnya dengan gasing teman, pemain belajar konsentrasi dan ketepatan. Mereka yang bermain gasing juga belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman temannya melalui permainan ini.
Pentingnya menjaga kelestarian mainan tradisional khas Sunda diutarakan oleh Gubernur Jawa-Barat dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia. Hal ini dapat diketahui dalam website resmi Pemerintah Kota Bogor (2019), bahwa pimpinan Jawa-Barat kian gencar memberikan kampanye Astaga (Asik Tanpa Gawai) sebagai perwujudan peduli pada pelestarian permainan tradisional.Â
Ridwan Kamil sebagai Gubernur berpendapat bahwa kegembiraan anak anak menikmati mainan khas daerahnya tanpa ketergantungan dengan teknologi merupakan cerminan adiluhung peradaban di tatar Jabar. Nilai positif permainan tradisional diungkapkan oleh Kak Seto selaku ketua yayasan pemerhati anak, bahwa berperan sebagai stimulus psikomotorik, psikososial, pembangun nilai moral dan melatih kejujuran.Â
Nilai Budaya dalam Permainan Gasing
Pada dasarnya permainan tradisional lebih banyak bersifat mengelompok yang dimainkan minimal dua orang anak, menggunakan alat permainan yang relatif sederhana serta mudah dicari, serta mencerminkan kepribadian bangsa sendiri. Beberapa diantara nilai budaya dalam permainan tradisional yang memiliki arti penting hingga saat ini adalah nilai kebebasan, seseorang yang mempunyai kesempatan untuk bermain tentunya merasa bebas dari tekanan, sehingga ia akan merasa senang dan gembira.Â
Kemudian nilai budaya lainnya adalah rasa berteman, meskipun di era digital komunikasi dan menjalin pertemanan bisa kapan dan dimana saja, seseorang tetap memerlukan pertemanan dalam dunia nyata, ketika individu mempunyai teman bermain tentunya akan merasa senang, bebas, tidak bosan dan dapat saling bertukar pikiran dengan sesama teman.Â