Indahnya Maratua
Hari itu Rabu, 10.00 WITA aku meninggalkan Tanjung Redeb, menumpang speedboat menuju ke Pulau Maratua. Aku tahu tentang pulau ini dari seorang kawanku Lina PW, yang bertugas di sana sebagai seorang fasilitator pada 2015. Dari tulisannya “Meraba Maratua”, yang seakan membuatku tersihir untuk menginjakkan kaki di pulau terluar tersebut.
Pulau Maratua terkenal karena merupakan daerah wisata. Maratua sangatlah berbeda dengan pulau terluar lainnya seperti Pulau Bepondi di Kabupaten Supiori Provinsi Papua, tempatku dahulu bertugas. Pulau Maratua yang berbentuk kecil panjang dan lengkung mirip-mirip sendal jepit memiliki luas 690 km2 dengan keanekaragaman hayati yang tak tertandingi. Bahkan masuk ke dalam salah satu segitiga terumbu karang terbaik di dunia. Tiba di pelabuhan, aku disambut tulisan Maratua Island.
Di pinggir pantai banyak terdapat warung makan, memasuki Kampung Tanjung Harapan telah tampak penginapan. Pulau Maratua terdiri atas empat kampung yakni Teluk Harapan, Payung-Payung, Bohe Silian, dan Teluk Alulu. Keempat kampung tersebut masing-masing memiliki ciri khas yang membuat pulau ini menjadi suatu destinasi keanekaragaman yang tinggi.
Berdasarkan pengamatanku, beberapa rumah-rumah dikemas menjadi penginapan dan warung makan. Sehabis makan siang, sendirian aku duduk di pantai sambil menikmati pemandangan alam yang tercipta. Di warung makan, menyempatkan bercerita-cerita dengan ibu pemilik warung. Menurutnya, banyak penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata, apalagi di Pulau Derawan para nelayan telah beralih profesi ke pemandu wisata.
Bagi sebagian orang, pariwisata menjadi surga tetapi bagi sebagian lagi, aktivitas turisme adalah sesuatu yang “kejam”. Mengapa? Karena akan membatasi mereka yang masih berprofesi sebagai nelayan. Orang-orang hanya tahu, bahwa bila ke Maratua, tentunya untuk melihat pasir putih hingga bola matahari perlahan menghilang di ufuk barat. Nah, sementara bagi masyarakat yang mendiami pulau ini, dengan adanya pariwisata mereka tidak bisa bebas lagi menangkap ikan. Ruang gerak terbatas untuk menangkap ikan.
Pantai Maratua sangatlah indah dengan perairan yang tentu saja bersahabat untuk menyelam. Sayang beribu sayang, aku tidak sempat menyelami keindahannya. Yang pasti Pulau tersebut memiliki banyak area menyelam dengan kedalaman yang bervariasi. Pulau ini juga menjadi tempat penyu mencari makan dan bertelur, yang menurut beberapa orang bermigrasi 25 tahun sekali.
Seingatku pada 2011, Pangeran William—pewaris takhta kerajaan Inggris setelah Pangeran Charles—pernah betah bercengkerama di Pulau Maratua.
Sore hari aku mulai menyusuri Tanjung Harapan, menyaksikan Maratua Paradise Resort (MPR) yang sepi bahkan ada beberapa kayunya yang telah lapuk. Di sini dampak pandemic Covid-19 sangatlah terasa. Berjalan lagi, aku justru menyaksikan pemandangan yang berbeda, ada resort yang sedang tahap pembangunan, bahkan ada yang hampir selesai. “Semoga sektor pariwisata di pulau ini bangkit lagi,” harapku, meski tak bisa kutebak kapan itu terjadi.
Seperti halnya pulau-pulau kecil dan terluar lainnya, demikianlah listrik dan air bersih menjadi permasalahan yang serupa di pulau ini. Seingatku Pulau Maratua mendapatkan bantuan pembangunan sarana dan prasarana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tahun 2015. Sekarang, PLTS tersebut mengalami kerusakan. Untuk mengatasi permasalahan listrik, maka terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan jam operasi berlangsung pukul 18.00–06.00.