The man who goes alone can start today, but he who travels with another must wait till that other is ready --Henry David Thoreau-
Ide untuk ke Wanci salah satu dari empat kepulauan WAKTOBI dari si Fabio, kawanku keturunan Batak yang sungguh terobsesi menjadi seorang model,tapi punya selera bagus di luar urusan mode.Â
Rabu, 7 Agustus 2019 dia mengajak ke Wakatobi. "Yuk ke Wakatobi weekend ini. Rabu depan gw udah balik ke Jakarta. Masa udah di Buton gak nyeberang ke Wanci," katanya seperti mengiba.Â
Mulailah dia menghitung biaya, jika dari Buton lebih murah, paling habis 1 juta, sedangkan dari Jakarta bisa mencapai 6 juta. Backpackeran aja kite, katanya lagi. Idenya  ini dia sampaikan ke Charles. Kemudian Charles mengajak aku dan Farid. Tanpa embel-embel aku langsung mengiyakan. Dan aku bilang aku mau diving.Â
Perjalanan kami awali dengan mengambil titik poin dari pelabuhan Kamaru yang berada di daerah Lasalimu Kab. Buton. Harga tiket kapal Ferry yakni Rp61.000 per orang lama, perjalanan sekitar 3 jam.Â
Pukul 13.16 WITA, kapal ferry bertolak meninggalkan pelabuhan Kamaru menuju pelabuhan Wanci. Di kapal, aku menghabiskan waktu bercerita sesama penumpang. Katanya, begitu yang kudengar dari pembicaraan mereka, Wanci  adalah tempat masyarakat dari pulau-pulau lain berbelanja kebutuhan. Hal ini terbukti saat di kapal aku melihat banyak sayuran, buah-buahan seperti semangka yang akan diangkut ke Wakatobi.Â
Selain bertukaran cerita dengan sesama penumpang, kegiatanku tidur dan menatap lautan bebas, berharap ada lumba-lumba yang lewat. Sayang beribu sayang sampai di pelabuhan Wanci sang lumba-lumba tidak muncul juga. Meski demikian, aku bersyukur, suasana perjalanan laut, tenang, diselingi gempuran ombak terhempas di badan kapal.Â
Pukul 17.05 WITA, kami tiba di pelabuhan Wanci. Di pelabuhan, beberapa kapal kayu yang tertambat dipinggir pantai. Keluar dari pelabuhan, tujuan pertama ke rumah ibadah, menunaikan salat ashar, kemudian mencari warung makan, naga-naga dalam perut telah memberontak. Selesai makan malam, dilanjutkan menunaikan salat maghrib. Selanjutnya menuju Desa Waha, Â mencari penginapan.
Kaka seniorku Hardin memberikan informasi terkait penginapan di desa Waha yang ala-ala backpacker. Â "Kalau mau yang eksklusif, ada Patuno Resort. Mulai dari Rp 100.000 per malam hingga Rp 2.000.000, sisa menyesuaikan dengan budgetmu,'' pesannya.Â
Dari informasi yang aku dapatkan baik itu dari Pak Dirman yang merupakan ketua WTC (Waha Tourism Community) Pulau Wangi-Wangi merupakan pintu masuk apabila ingin mengeksplor kepulauan Wakatobi. Aku ingat tahun 2006, aku pernah mengunjungi salah satu gugusan kepulauan Wakatobi yakni Kaledupa, kemudian menyeberang menuju Pulau Hoga. Kami menginap di resort dan free. Sayangnya, saat itu aku belum memiliki lisensi diving sehingga hanya bisa snorkeling.Â
Dalam hati aku berkata, jika suatu hari nanti aku mengunjungi Wakatobi aku ingin menyelami keindahan bawah laut.Â
Sabtu, 10 Agustus 2019. Tujuan kami adalah mengunjungi pantai-pantai yang ada di Wanci. Pantai Sousu, terus melihat-lihat resort seperti Naya Resort terus ke Patuno resort, mencari info fasilitas dari dua opsi tempat menginap tersebut.
Siangnya, teman-teman menikmati makan siang di Wasabinua Resto dan Coffee. Lokasinya berada di atas pulau batu karang kecil. Sejujurnya kawan-kawanku sepertinya lama menunggu makanan datangnya sajian makanan hingga perut lapar, sengaja diabaikan dengan menikmati keindahan alam, melezati rasa angin sepoi-sepoi.Â
Aku sempat  bertanya ke petugas restoran, bapak kok sekarang sepi yah? Bukannya di Wanci biasanya ramai wisatawan yang berkunjung? Kata petugasnya (aku lupa namanya), sekarang ini wisatawan ke Wanci mulai berkurang. Bisa saja faktor transportasi yang mahal seperti tiket ke Wakatobi yang semakin tak terjangkau.Â
Mahalnya harga tiket dan kendala akses transportasi yang paling banyak dikeluhkan oleh wisatawan lokal dan asing yang berkunjung ke Wakatobi. Belum lagi infrastruktur yang tidak memadai  menjadi tantangan yang utama dalam pengembangan pariwisata.
Dia juga menambahkan, "Penyebab dari kurangnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Wakatobi adalah faktor promosi pariwisatanya."Â
Jika aku tak salah, keberhasilan pariwisata Malaysia terletak pada promosi yang dilakukan. Pemasaran pada sektor pariwisata  dikelola oleh Malaysia Tourism Promotion Board (MTPB) dilakukan sangat gencar ke seluruh pelosok negeri hingga keluar negeri. Dampaknya tentu saja mampu menjaring wisatawan baik lokal maupun luar untuk berkunjung ke Malaysia.
Terkait promosi, mungkin juga yah terkendala dengan dana. Saran sih, ke depannya diperlukan dana yang lebih banyak untuk melakukan promosi besar-besaran pariwisata. Bukankah dalam ilmu pemasaran, promosi merupakan hal terpenting dari sebuah produk. Yang aku tahu nilai beli dan jual suatu produk bisa meningkat dengan menerapkan jaringan promosi yang lebih luas dengan cara efektif  dan efisien. Sehingga ke depannya pariwisata di Wanci mampu menyaingi tempat lainnya di Indonesia bahkan negeri lain. Menjadi bahan renungan, sepertinya harus ada strategi lain untuk mendatangkan wisata.
"Pergilah kalian ke sana," katanya.
Tiba di lokasi mercusuar, kami beberapa kali mengucapkan salam, tetapi tidak ada balasan. Berbekal modal nekat, aku dan Fabio menaiki mercusuar. Di bagian pertama dari mercusuar (seperti pemberhentian) dikunci tapi aku tetap bisa melewatinya.Â
Tiba di bagian pertama, lututku gemetar, sambil membaca doa keselamatan dan fokus serta pelan-pelan menapaki tangga satu persatu akhirnya aku tiba di puncak mercusuar.
Malam hari aku menghabiskan waktu duduk di dermaga Waha, menikmati angin  malam dan melihat bintang di langit yang sedang betamburan ditemani keheningan.
Ahad, 11 Agustus 2019. Alunan Takdir berkumandang. Semalam Pak Dirman, mengajak kami untuk menunaikan salat Ied di lapangan Desa Waha, pukul 07.00 WITA salat Ied mulai dilaksanakan.
Pukul 06.30 WITA aku dan Farid berjalan kaki menuju lapangan. Pemandangan di jalan, mengherankn, "Kok masih banyak orang yang lalu lalang tetapi masih memakai baju biasa, belum lagi masih banyak yang duduk-duduk di depan rumah," Kami saling pandang, dalam hati berucap, "Kok orang-orang belum berangkat."
Sampai di lapangan, jamaah perempuan hanya 5 orang termasuk aku sedangkan jamaah laki-laki cuma 6 orang termasuk Farid. Salat Ied baru dilaksanakan pada pukul 07.16 WITA. Pulang dari salat Ied tujuan kami mengarah rumah jabatan bupati.
Selesai menunaikan salat duhur, aku mulai mempersiapkan peralatan diving. Â Pukul 14.00 WITA kami menuju spot diving. Dari 4 orang yang diving, aku dan Fabio. Sedangkan Charles dan Farid hanya snorkeling.
Checked off my bucket list. Alhamdulillah bisa menyelami keindahan bawah laut. Tiga belas tahun mimpi itu ada di kepalaku. Bermain di kedalaman 18-20 meter sempet panik karena fins sebelah kanan lepas, bersyukur buddy-ku langsung mengambil dan aku kembali menikmati karang, ikan-ikan. Cantik sekali dan terumbu karangnya masih alami dan sehat.
Terlintas, mata kuliah Koralogi waktu di semester VI dulu. Seperti kita tahu Wakatobi masuk dalam segitiga coral dunia. Beragam jenis coral ada di Kepulauan Wakatobi. Ternyata kepulauan Wakatobi memiliki 750 dari total 850 species karang yang ada di dunia.
Lebih dari 112 jenis karang dari 13 famili dapat kamu temukan di Wakatobi, diantaranya adalah Acropora formosa, A. Hyacinthus, Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia spp yang tinggal harmonis bersama penghuni bawah laut lainnya. Nah, konfigurasi kedalamannya pun bervariasi mulai dari datar sampai melandai ke laut. Di beberapa daerah perairan terdapat yang bertubir curam. Bahkan, bagian terdalam perairannya mencapai 1,044 meter.
Taman Nasional Wakatobi ditetapkan pada tahun 1996, dengan total area 1,39 juta hektar, memiliki keanekaragaman hayati laut dan karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. "Wakatobi merupakan tempat menyelam paling indah di dunia," -- Jacques Costeau (Jurnalis selam dunia).
Bukan hal yang baru lagi, pesona kawasan Taman Nasional Wakatobi sudah terkenal sampai mancanegara, bahkan sejak Ekspedisi Wallacea dari Inggris tahun 1995, yang menyebutkan bahwa kawasan di Sulawesi Tenggara ini sangat kaya akan spesies koral.
Nah, aku bangga sekai karena negeriku memiliki aset bawah laut yang sangatlah indah. Untuknya itu mari kita jaga untuk keberlangsungan anak cucu kita. Semoga masih diberi kesempatan untuk mengunjungi Tomia dan Binongko. Percaya saja jika punya mimpi, selalu berdoa dan berusaha untuk mewujudkannya dan jangan pernah berputus asa. Tiga belas tahun, itu mungkin waktu tercepat mencapai impian. Pernah mengalami masa penantian seperti itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H