Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Vientiane yang Bersahaja

27 Januari 2019   14:20 Diperbarui: 27 Januari 2019   14:25 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku di depan Patuxai Monument (dok. pribadi)

Jumat, 2 Februari 2018 perjalanan untuk melintasi perbatasan Thailand -- Laos, aku mulai dari Bangkok yakni stasiun Hualampong dengan harga tiket 213 bath per orang menuju Nongkhai. 

Pukul 08.35 pm meninggalkan stasiun Hualampong selama perjalanan di dalam kereta aktivitasku yakni makan, baca buku dan tentu saja tidur. Kereta api jurusan Hualampong -- Nongkhai sama dengan kereta api kelas ekonomi untuk perjalanan Bandung -- Yogyakarta tempo doloe yang di setiap perberhentian kereta pedagang akan menjajakan dagangannya, panas, gerbong yang banyak sampah dan tentu saja wc yang bau. Sabtu, 3 Februari 2018 pukul 09.45 am akhirnya kami tiba di Nongkhai.

Dari stasiun Nongkhai dengan menggunakan tuk-tuk dan tariff 30 bath per orang kami menuju hostel. Hostel kami Mut and Mee garden guest house 1111/4 Kaeworawut Road terletak di belakang rumah sakit Nongkhai dan pemandangan dari hostel yakni sungai Mekong. Aku sangat menyukai guest house ini. 

Percaya atau tidak saat kami menginap, hanya kami berdua yang anak muda selainnya orang tua. Interaksi antara tamu berlangsung di garden. Kami sering berbincang dengan tamu yang lain. Meskipun guest house ini tidak menyediakan sarapan pagi secara free tamu dapat memesan untuk sarapan pagi makan siang dan makan malam dengan harga yang lebih murah dari restoran yang ada di dekat hostel.

Sabtu sore itu karena lapar akhirnya jalan-jalan dan ternyata menemukan keramaian. Aku beruntung hari pertama di Nongkhai malamnya ada Saturday Night Market. Di pasar malam menjual segala sesuatu seperti pakaian, souvenir dan tentu saja makanan dan minuman. Akhirnya aku menjelajah hanya untk melihat suasana pasar malam dan tak lupa mencari jajanan seperti nasi goreng (20 bath), somtham (30 bath), manisan mangga (20 bath), kwetiau (20 bath).

Sejujurnya aku menyukai pemandangan di sini, interaksi antara lokal dan internasional. Meskipun dengan bahasa yang tidak sama ada bahasa Thailand dan bahasa inggris. Contohnya seperti aku, ketika akan membeli nasi goreng ibu penjual menggunakan bahasa Thailand dan memperlihatkanku uang 20 bath tuk seporsi nasi goreng. Lain halnya ketika akan membeli kwetiau kami memperlihatkan gambar babi ketika penjual bilang no, maka kami akan membelinya. Pasar malam ini juga menjadi ajang gaul sederhana. Ada live music juga loh.

Minggu, 4 Februari 2018 setelah sarapan pagi kami mengunjungi Governor's museum, City Hall dan Phra That lanong & the sunken chedi. Phra that ini replica dan stupa yang asli berada di tengah sungai Mekong. Selama di nongkhai cukup walking tour.

Senin, 5 Februari 2018 pukul 10.30 am aku dan Aini meninggalkan hostel kami yakni Mut Mee Garden guest house menuju boundary. Dari hostel kami menggunakan tuk-tuk dengan tarif 50 bath per orang. Tiba di boundary Thailand kami langsung masuk ke counter. Di sini semua barang bawaan dibawa masuk dan harus melalui scanner. Setelah urusan imigrasi selesai kami membeli tiket bus seharga 15 bath per orang untuk menuju boundary Laos. Antara Thailand -- Laos dipisahkan oleh sungai Mekong. Laos merupakan negara yang letak geografisnya berada terkurung di tengah lima negara yakni Myanmar, Thailand, Vietnam, Cambodia dan Daratan CIna. Untuk menyeberang perbatasan antara Thailand -- Laos tidak perlu melintasi sungai Mekong dengan perahu tetapi telah dibangun jembatan yang diberi nama Friendship Bridge.

Tiba di perbatasan Laos kami langsung masuk dan mengurus proses imigrasi dan mendapatkan cap masuk. Setelah mendapatkan cap masuk, kami keluar dan mencari money changer. Mata uang Laos yakni Kip. Dari perbatasan sebenarnya terdapat bus untuk menuju pusat kota Viantiane, informasi baru aku ketahui ketika telah tiba di hostel. Dari perbatasan kami menggunakan taksi menuju backpackers garden hostel di 028 Sihome Road dengan tariff 30.000 KIP per orang.

etelah melaksanakan sholat duhur aku dan Aini mulai mengeksplore ibukota Laos yakni Vientiane. Untuk mengeksplore Viantiane kami hanya berjalan kaki, melewati trotoar. Berdasarkan pengamatanku meskipun Viaentiane sebagai ibukota negara Laos tetapi tidak menampakkan citra sebagai kota metropolitan. Bangunan tinggi hanya sedikit, bahkan aku jarang menemukan area perkantoran yang sibuk. Berjalan kaki di kota Vientiane sungguh sangat ringan. Teriknya sinar matahari tidak menghalangi kami menjelajahi kota ini.

Di kota ini, tidak ada sampah yang berserakan, kemacetan pun nyaris tak ada bahkan coretan vandalisme juga tidak ada. Pohon-pohon dibiarkan merindang sehingga membuat pejalan kaki nyaman dan mudah untuk menemukan public area yang bebas asap rokok. Tulisan " smoke free area" aku temukan di kuil, taman, museum dan penduduk mematuhi aturan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun