Hari itu, Senin 25 Mei 2015 adalah pertama kali aku menginjakkan kaki di Bumi Rafflesia. Tiba di bandara Fatmawati, aku di jemput kawanku Sherly. Kemudian ke penginapan. Setelah beristirahat dan makan siang serta berbekal informasi dari ibu penjaga warung maka petualanganku menjelajahi kota Bengkulu di mulai. Tujuan pertamaku adalah rumah pengasingan Bung Karno.
Rumah pengasingan Bung Karno terletak di jalan Soekarno -- Hatta kecamatan Gading Cempaka tidak jauh dari Simpang Lima Kota Bengkulu.
Dari papan informasi yang terpampang nyata (ala ala Syahrini) di depan, rumah ini dikelola oleh Dinas Budaya provinsi Bengkulu yang kemudian menjadi objek wisata yang bagiku harus dikunjungi.
Harga tiket masuk ke rumah pengasingan ini hanya Rp. 3.000,-/orang. Ough iya, di rumah pengsingan ini juga bisa dijadikan tempat untuk photo prawedding jika tak salah ingat biayanya Rp. 150.000,-.
Berdasarkan informasi yang aku dapatkan baik itu google, buku sejarah  dan bertanya dengan petugas di rumah pengasingan. Kota Bengkulu merupakan kota kedua Bung Karno menjalani pengasingannya.
Sebelumnya ia menjalani hukumannya di Ende, Flores , NTT selama empat tahun yakni 1934-1938. Aku berharap suatu hari nanti dapat mengunjungi Ende.
Tanggal 14 Februari 1938 (Valentine's day) Bung Karno tiba di kota Bengkulu seorang diri. Sang Istri dan anak angkatnya (Ratna Djuami) menyusul beberapa minggu kemudian.
Sebelum menempati rumah ini, beliau ditempatkan di Hotel Centrum.
Menurut kawanku Sherly, saat ini Hotel Centrum sudah tidak ada lagi dan lokasi hotel ini di seberang kantor Bank Indonesia di provinsi Bengkulu.
Awalnya rumah ini milik seorang pedagang Tionghoa, Tjang Tjeng Kwat. Alasan pemilihan rumah ini karena terpencil yang otomatis membuatnya sulit untuk diakses. Perkembangan dan adanya pembangunan saat ini sehingga membuat rumah pengasingan ini berada di jantung kota.
Memasuki rumah ini, aku seakan dibawa ke mesin waktu, tiba-tiba saja aku membayangkan saat itu ada prajurit-prajurit yang mengamakan Bung Karno. Terdapat lima ruangan di dalamnya yakni ruang tamu, ruang kerja dibagian depan, satu kamar tidur utama dan dua kamar tidur keluarga. Dari pintu depan, sebelah kanan terdapat satu ruangan yang digunakan untuk menyimpan barang-barang yang pernah dimiliki oleh Bung Karno.
Aku banyak melihat benda-benda memorabilia otentik milik maupun yang digunakan Bung Karno dan keluarga selama menjalani pengasingan seperti kursi dan meja rotan, ada sepeda onthel, lemari kayu yang berisi pakaian-pakaian Bung Karno dan Inggit Garnasih.
Jangan salah, sepeda onthel ini merupakan saksi bisu tumbuhnya benih-benih cinta Bung Karno kepada Ibu Fatmawati.
Beragam tanaman hias yang berbunga tengah bermekaran yang pastinya menyajikan pemandangan yang kontras dan memikat hatiku.
Menurut bapak yang jaga, rumah ini menempati lahan seluas 4 Ha. Adapun ukuran rumah ini yakni 9 x 18 meter atau seluas 162 m2.
Adapun model rumah ini tidak berbentuk rumah panggung. Struktur bangunan terbuat dari kayu dengan dinding plat baja yang kemudian dilapisi dinding tembok yang tentu saja tebal dan pastinya keras.
Aku memasuki kamar tidur. Situasi kamar kosong hanya  nampak ranjang besi dan lemari yang berisi sejumlah kostum panggung kelompok tonil "Monte Carlo" asuhan Bung Karno.
Masih informasi dari bapak yang jaga, bahwa Bung Karno memiliki jiwa berkesenian. Mulai dari menjadi penulis naskah, sutradara, manajer dan produser beliau lakoni.
Di rumah pengasingan ini ada beberapa spanduk bertuliskan judul pementasan yang di cat sendiri oleh Bung Karno.
Rumah kediaman ibu Fatmawati tidak jauh dari rumah pengasingan Bung Karno sekitar 600 meter hanya berbelok arah, rumah kediaman sangat dekat dengan simpang lima, Bengkulu.
Rumah panggung berwarna cokelat, rumah tradisional Sumatera dengan aksen kayu yang tentu saja sangat kuat, pondasi kayu dan batu yang di cat berwarna putih. Tidak sulit menemukan rumah ini.
Di depan rumah ini ada tulisan Rumah Fatmawati dan ada patung seorang wanita di depannya. Kondisi rumah masih dalam keadaan baik dan terawat tidak ada biaya masuk ke rumah ini.
Berdasarkan pengamatanku, banyak gambar yang dibingkai di setiap sudut ruangan. Dari gambar-gambar ini, aku menarik kesimpulan, bahwa gambar-gambar ini memiliki sebuah cerita tentang kedekatan Bung Karno dan Ibu Fatmawati.
Ada photo ibu Fatmawati saat masih muda sangat cantik mukanya mirip dengan ibu Puan Maharani. Di rumah ini juga, aku melihat kamar tidur lengkap dengan kelambu yang berwarna putih.
Benteng Marlborough merupakan benteng terbesar di Asia yang merupakan peninggalan pemerintah Inggris pada saat penjajahan.
Pemerintah Inggris menduduki kawasan ini pada tahun 1685 hingga 1825, sekitar 25 tahun. Benteng ini terletak di jalan Bencoolen.
Pada awalnya benteng ini berfungsi sebagai pertahanan lalu beralih fungsi menjadi pusat perdagangan. Benteng ini dekat dengan pantai Paderi dan pantai Zakat Bengkulu.
Selain itu ada meriam, terowongan dengan lebar 2 meter dan panjang sekitar 6 meter.
Ada hal yang unik dari masjid ini yakni ada perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa. Atap limas khas Jawa dan arsitektur khas Tionghoa.
Selain masjid, beliau juga mendesain dua rumah tinggal yakni sebuah rumah di Jln Prof. DR. Hazairin No. 3137-3138 dan di jln KH. Ahmad Dahlan No. 48.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H