Jumat, 17 Agustus 2018 pukul 04.44 WIB aku dan kak Eko meninggalkan kota Surabaya, tujuan kami adalah desa Tulungrejo Kab. Blitar. Perjalanan ke Blitar melewati beberapa kabupaten seperti Sidoarjo, Mojokerto, Kediri (ini yang aku ingat) tak lupa singgah sarapan di Kota Kediri untuk menikmati nasi pecel.
Ada juga saat kami tersesat, karena kak Eko lupa jalannya tetapi berkat bantuan Google maps dan bertanya ke penduduk akhirnya kami bisa menemukan desa Tulungrejo.
Tepat 10.00 WIB setelah menempuh enam perjalanan dari Surabaya -- Blitar akhirnya kami tiba juga di pos pendakian. Tidak membuang-buang waktu aku langsung melakukan registrasi. Mengisi form pendakian dan membayar karcis tanda masuk yakni Rp. 15.000,-/orang, parker Rp. 5.000 dan ojek Rp. 5.000 menuju pintu gerbang.Â
Menurutku pos pendakian Gunung Kelud via Tulungrejo dikelola dengan baik, jika tak salah ingat pengelolaannya dilakukan oleh Perhutani yang bekerja sama dengan masyarakat.
Di Pos pendakian terdapat bale-bale, musholla, warung makan, toilet dan tempat parkir. Rencananya pendakian ini tidak ngecamp, langsung turun, sejujurnya karena aku berburu waktu untuk kembali ke Surabaya. Meskipun tidak menginap aku membawa peralatan yang lengkap kecuali tenda.
Setelah urusan registrasi selesai, pukul 10.54 WIB  perjalanan di mulai menuju pintu Gerbang dengan mengendarai sebuah ojek. Tiba di gerbang perjalanan melewati melewati hutan  pinus, kebun masyarakat kemudian memasuki hutan biasa dengan vegetasi semak-semak, rumput dan rotan serta bambu. Trek menurun lalu landai. Aku berjalan melipir punggungan.  Pukul 11.24 WIB akhirnya tiba di pos I yakni di Srenggono Bale.
Tepat pukul 11. 49 WIB aku tiba di pos 2 yakni Rewondho Geni. Tiba di pos 2, kak Eko langsung menyalakan kompornya untuk membuat makan siangnya. Sedangkan aku cukup menyantap dua lembar roti tawar dan tak lupa aku melaksanakan sholat duhur.
Aku ingat jika mendaki hanya untuk mencapai puncak, binatang misalnya ayam juga bisa sampai di puncak, gunung itu tidak perlu di konservasi, yang rusak itu bukan gunung tetapi manusia. Jadi, manusialah yang perlu di konservasi.Â
Perjalanan dari pos 3 menuju puncak tetap menjadi perjalanan yang terberat, awalnya disambut dengan track penurunan yang tajam sehingga harus menggunakan tali, lalu melewati rerumputan yang tinggi kemudian tanjakan lalu menyusuri punggungan naga.