Shwedagon Pagoda (dok. pribadi)
Selasa, 23 Januari 2018 hari Kedua, Â aku mengunjungi
Chauk htat kyi Buddha Temple. Untuk sampai di Pagoda ini asli membutuhkan usaha yang gak gampang. Awalnya aku meminta informasi ke petugas hostel tentang transportasi menuju pagoda ini. Kata petugas hostel aku harus menuju sule pagoda. Dari sule pagoda dapat menggunakan bus 28, 29 tambahan dari teman di hostel no 12 juga bisa.
Tiba di sule pagoda, aku bertanya lagi ke petugas yang mencatat bus. Beliau bilang tunggu bus di depan sule plaza. Ada halte disitu. Tiba di halte, ada seorang cewek yang duduk disampingku aku tanyakan lagi, ceweknya memberiku informasi naik yang no 29 saja. Dan busnya pun datang. Karena supirnya gak tau bahasa inggris, akhirnya aku perlihatkan map yang  ada gambar pagoda ini. Bapak supir bus mengerti. Syukurlah. Menjelang pagoda dia menurunkanku. Tarif bussnya hanya 200 kyatt per orang.
Ough iya yang perlu diingat jalan di kota Yangon itu lebar terdapat empat lajur, dua untuk masing -- masing arah. Mobil berkendara di lajur kanan dan setir di kanan, awalnya ini yang membuatku pusing terus ada juga yang membuatku deg-degan jika supir taksi mau menyalip. Pengalamanku naik bus, pintu di sebelah kiri dan aku di turunkan di tengah-tengah jalan.. Asli takut banget ketabrak.
Chauk htat kyi Buddha Temple (dok. pribadi)
Masuk ke pagoda ini gratis. Ciri khas dari pagoda ini adalah sleeping budha. Dari pagoda ini aku cukup menyeberangi jalan untuk menuju
Ngahtatgyi Buddha temple. Hampir sama dengan pagoda yang lain masuk tetap harus membuka alas kaki. Di pagoda ini, pada jidat patung terdapat diamond lainnya emas. Setelah dua pagoda ini, aku diajak oleh dua orang cewek Thailand untuk mengunjungi
Kaba Aye pagoda. Harga tiket masuk ke pagoda ini 3000 kyatt per orang. Mengunjungi pagoda ini aku tidak bisa berlama-lama. Hal ini disebabkan dua orang cewek Thailand tersebut harus ke airport dan juga pagoda tersebu sedang dalam renovasi.
Ngahtatgyi Buddha Temple (dok. pribadi)
Rabu, 24 Januari 2018, hari terakhir berada di Yangon, aku putuskan untuk ke Bogyoke Market. Di pasar ini aku mencicipi milk tea yang menjadi favorit orang-orang. Milk tea ini aku nikmati bersama warga lokal. Menikmatinya pun sambil duduk di kursi-kursi dan meja-meja kecil seperti kursi anak TK. Harga milk tea yakni 300 kyatt. Di pasar ini juga banyak dijual ole-ole khas Myanmar.
Selama di Yangon, aku tidak berani untuk mencoba
street food. Atas saran dari seorang kawan pokoknya jangan nyoba
street food. Berdasarkan hasil pengamatanku selama jalan-jalan. Aku lihat beberapa
street food itu jorok, air bekas cuci piring gak jelas. Petugas hostel pun berpesan jangan coba
street food jangan sampai kamu sakit perut. Akhirnya aku makan di restoran dengan menu nasi goreng seharga 1500 kyatt.
Street Food ( dok. pribadi)
Perjalanan di Yangon memberikanku pelajaran yang berharga, melatih kesabaran dan keberanianku, melihat dari sudut pandang yang berbeda. Semakin jauh aku melangkah semakin banyak yang aku lihat. Tentu saja membuatku semakin mencintai Negeriku Indonesia. Mengutip Clint Borgen,
When overseas you learn more about your own country, than you do the place you're visiting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya