Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

40 Hari Keliling Asia Tenggara

16 Maret 2018   02:23 Diperbarui: 16 Maret 2018   18:36 3100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir sama dengan pengalaman di Inlay. Perjalanan menuju Bagan, di sepertiga malam, dinginnya udara saat itu dan aku sedang dalam keadaan tidur tiba-tiba dibangunkan oleh kondektur bus kemudian mengatakan Bagan. Aku diturunkan di SPBU, langsung dikerubuti oleh supir taksi dan tukang ojek. Parahnya, mereka berbicara dalam bahasa Myanmar.

Bahasa Inggris pun, ada yang aku mengerti dan tidak aku mengerti. Keadaanku saat itu, masih mengantuk, menggigil meskipun udah pake jaket dan takut karena langsung dikerubuti oleh orang-orang yang tidak aku kenal.

Aku terdiam, bingung apa yang harus aku lakukan. Lalu menghela nafas, saat itu helaan nafas lebih indah daripada gema tawa. Solusinya aku memperlihatkan alamat hostel tujuanku yakni Golden Crown Motel dan tukang ojek tersebut mengantarkanku ke hostel dengan selamat. Dia juga yang berbaik hati membangunkan resepsionis hostel, agar aku bisa beristirahat. 

Jika aku menunggu di teras hotel, dia takut aku kedinginan. Untuk harga ojek, dia memberiku harga yang seharusnya. Bagiku si tukang ojek telah memperlakanku dengan sopan dan melayaniku dengan ramah. 

Selama di Myanmar, khususnya Inlay dan Bagan aku sangat terkesan dengan perlakuan masyarakatnya. Masyarakat telah memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam kemajuan pariwisata salah satunya adalah rasa aman bagi wisatawan. Sepertinya ini sebuah pesan bahwa kota kami aman bagi para wisatawan dan kami adalah orang-orang yang ramah, maka berkunjunglah ke tempat kami.

Sedangkan untuk penginapan, tidak semua memiliki loker. Awal-awal perjalanan aku masih menggunakan loker seperti di Singapura, Melaka, Yangon, dan Inlay. Setelah itu aku tidak menggunakan loker lagi. Bersyukur barang-barangku tidak ada yang hilang. Aku rajin membongkar dan merapikan lagi daypack-ku, mengecek satu persatu kantong-kantong daypack. Jangan sampai ada sesuatu yang berbahaya yang dimasukkan oleh orang. Waspada tetap harus dilakukan.

Semua tempat yang aku kunjungi memiliki keunikan masing-masing, semuanya sukses membuat sebuah pertanyaan. Akhirnya, jangan pernah sayang uang untuk jalan-jalan, memang betul bukan sebuah barang tetapi yang lebih penting sebuah pengalaman dan wawasan sehingga menjadikanku lebih toleran, tidak gampang tersinggung, pribadi yang bijaksana dan dapat menemukan kemampuan dalam diriku untuk menyelesaikan masalah yang aku hadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun