Akomodasi dan transportasi
Cara terbaikku untuk menghemat biaya akomodasi yakni aku menginap di hostel. Waktuku di hostel hanya pagi dan malam hari, siang hari aku habiskan mengeksplorasi keindahan kota yang aku kunjungi. Di hostel juga aku bertemu banyak backpacker lain, biasanya pada malam hari jika tidak ada kegiatan maka aku dengan senang hati bergabung bersama mereka dan mendengar percakapan teman-teman, berbagi tips, dan tentu saja melatih listening-ku.
Untuk akomodasi aku menggunakan booking.com. Cari yang murah, review bagus dan yang paling penting ada breakfast. Di antara hostel yang aku datangi, aku paling suka yang di Singapura dan Bagan. Di Bagan, breakfast-nya lengkap ada nasi goreng, pancake, roti beserta kawan-kawannya, buah, juice. Aku ingat pesan Cristobal, Irma makan yang banyak yah, breakfast sekaligus lunch and dinner, hahahaha.
Cara lain untuk menghemat adalah dengan berjalan kaki. Dengan berjalan kaki, aku dapat menjelajahi sudut-sudut suatu daerah dan menemukan spot foto yang terlihat lebih jelas dan detail. Setiap berjalan kaki, aku selalu berharap dapat menemukan keseruan seperti yang terjadi HCM yakni menemukan taman kota yang saat itu sedang ada pameran tanaman hias dan buah-buahan ataukah menemukan es tebu limau murni yang sangat segar. Selain jalan kaki yang murah dan sehat, alternatief lain yakni menggunakan transportasi umum seperti bus dan MRT.
Untuk urusan perut, biasanya aku makan di restoran India. Saat di Singapura dan Malaysia tidaklah rumit mencari tempat makan, untuk murah aku mencoba street food. Lain halnya ketika di Yangon aku takut menyantap street food, di Inlay warung makan depan hostel cukup nasi putih dan telur dadar. Nah di Bagan, malah aku hanya makan saat sarapan pagi. Untuk Mandalay yang di street food, menunya tentu saja nasi goreng cukup 1000 Kyatt.
Saat di Phnompenh, aku bersyukur menemukan restoran Indonesia saat akan lari pagi. Pemiliknya orang Indonesia, letaknya di dekat museum nasional. Bali Food adalah nama restoran milik Bapak Firdaus.
Siemreap, malah lebih gampang mencari restoran muslim, pemiliknya orang Malaysia, lokasinya dekat dengan hostel dan hotel. Kadang juga mencari restoran halal di daerah night market dan. Banyak kok. Salah satu cara mengetahui budaya makan orang lokal yakni mencoba street food.
Di Singapura, tidak sulit untuk mencari masjid. Saat aku berada di kawasan Little India, aku menemukan masjid. Begitupun saat di daerah Orchard. Nah di Melaka, dekat hostel banyak juga masjid. Kadang-kadang menunaikan sholat di masjid (duhur dan ashar) kalau subuh, maghrib dan isya pasti di hostel.Â
Aku teringat, ada saat teman kamarku bertanya mengapa aku melakukan ibadah sehari lima kali, hal ini dia ungkapkan ketika aku selesai melaksanakan sholat maghrib. Alasanya sederhana, karena dia pernah melihat temannya hanya melaksanakan ibadah sehari tiga kali. Aku pun menjelaskan tentang menggabungkan sholat yakni duhur - ashar, magrib - isya, namanya sholat jamak.
Saat di Yangon, hostel tempatku tidak memungkinkan untuk sholat berdiri, akhirnya aku sholat duduk. Ada pengalaman, waktu itu aku mendengar adzan isya berkumandang. Maka aku berencana menunaikan sholat isya di masjid. Aku menemukan masjid tersebut saat pulang dari mengunjungi pagoda. Tiba di depan masjid dan akan masuk, tiba-tiba ibu yang berada di depan masjid menegurku.
Karena aku tidak mengerti apa yang dia ucapkan, aku tetap melanjutkan membuka sepatuku. Nah di sinilah ada seorang lelaki yang menegurku bahwa masjid ini hanya khusus laki-laki.
Kalau di Inlay, Bagan dan Mandalay tidak ada masalah. Cerita lain di Bagan, teman kamarku Abbasi Parsa dari Kanada mengajukan pertanyaan yang sama tentang waktu sholat dan apakah aku ini pengikut syiah atau sunni? Untuk pertanyaan terakhir aku tidak menjawab, karena tidak tau.
Jika dalam perjalanan malam maka aku akan tayamum dan sholat duduk.Â
Berbaur dengan warga lokal
Mengunjungi pasar pagi dan night market, menikmati street food dan minum milk tea membuatku berbaur dengan penduduk lokal dan melihat dengan mata kepala sendiri tentu saja memberiku pengalaman yang berharga. Nah saat di pasar aku tidak lupa menggunakan "keahlianku" menawar saat berbelanja.
Dari tujuh negara yang aku kunjungi semuanya aman. Pengalaman di Inlay, aku tiba jam 04.00 am ada seorang bapak yang membantuku mencarikan tuk-tuk. Kemudian supir tuk-tuk mengantarkanku ke depan hostel (Friday Inn). Supir tuk-tuk membangunkan pemilik hostel dan baru mau meninggalkanku ketika aku sudah bertemu pemilik hostel.