Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Morotai, Pulau Bersejarah yang (Mungkin) Terlupakan Sejarah

21 November 2017   02:55 Diperbarui: 21 November 2017   13:59 4556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keinginan untuk menginjakkan kaki ke Morotai, pertama kali tercetus saat aku melakukan perjalanan #40HariKelilingSumatera. Keinginan itu aku sampaikan ke Kak Rima Sylviana. Pulau Morotai merupakan salah satu pulau terluar yang dimiliki Indonesia. Pulau ini masuk ke dalam propinsi Maluku Utara. Tahun lalu, di Pulau Morotai terdapat secretariat sentra kelautan perikanan terpadu (SKPT) yang merupakan program dari Kementerian Keluatan Perikanan (KKP) aku berharap dapat diterima di program tersebut ternyata tidak.

Tahun 2017, akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di Pulau Morotai. Kak Merlyn Neyland yang saat ini menjabat sebagai manager SKPT pulau Morotai mengajakku untuk mengunjungi Morotai, tentu saja ajakan ini tidak aku tolak. Sebelum berangkat aku memberikan list tempat-tempat yang akan aku kunjungi selama aku di morotai dan tak lupa kusampaikan bahwa aku ingin menyelam. Kak Merlyn hanya menjawab tenang ada Ahmad dan Dewa yang akan menemani perjalananmu.

Untuk mencapai Pulau Morotai dapat ditempuh via laut dan via udara. Waktu itu aku melalui via udara. Maskapai yang melayani Ternate -- Morotai adalah wings air. Keberangkatan pukul 11.55 WIT sedangkan Morotai -- Ternate pukul 13.00 WIT. Harga tiket saat itu yakni Rp. 404.000,-. Jika via laut ada kapal yang melayani dengan rute Ternate -- Sofifi -- Tobelo -- Morotai.

Berbicara tentang  Pulau Morotai, pulau yang terkenal dengan perang dunia ke II. Pulau ini juga dijadikan tempat pelaksanaan Sail Morotai pada tahun 2012. Pulau Morotai menjadi basis pertahanan militer Sekutu untuk menghadapi kekuatan pasukan Jepang yang terkonsentrasi di Halmahera.  Sekutu menggunakan pulau ini sebagai landasan untuk menyerang wilayah Filipina dan Borneo Timur.

Adapun Jepang menjadikan Pulau Morotai sebagai pertahanan pada perang dunia ke II karena memiliki lokasi yang strategis sehingga membuat pulau ini menjadi pilihan tepat untuk membuat pertahanan. Morotai berbatasan dengan samudera pasifik dan Filipina.

Hari pertama di Morotai, aku langsung mengunjungi Taman Kota Daruba sambil menikmati sunset ditemani pisang goreng mulut bebek + dabu-dabu dan tak lupa segelas air guraka.

Hari kedua, setelah mengantar Kak Merlyn ke bandara bersama dengan Ahmad dan Dewa kami mengunjungi Monumen Trikora, Danau air kaca, Tank Amphibi di desa Gotalamo, Patung Teruo Nakamura dan Army dock & Navi Base di desa Pandangan.

Salah satu koleksi Mukhlis Eso (dok. pribadi)
Salah satu koleksi Mukhlis Eso (dok. pribadi)
Dari Dewa pula aku berkenalan dengan Mukhlis Eso. Mukhlis Eso seorang yang gigih mengumpulkan artefak peninggalan perang dunia ke II. Hasilnya kini terkumpul di rumah  yang akan beliau jadikan museum pribadinya. Dari hasil diskusi dengan pak Mukhlis Eso, bagi dia benda-benda hasil peninggalan merupakan benda cagar budaya. Dia sempat bercerita, dia pertama kali ikut mencari benda-benda tersebut atas ajakan kakeknya saat beliau berumur 10 tahun. 

Mengutip ucapan kakek beliau, bahwa Mukhlis Eso tidak boleh ikut menghilangkan sejarah dengan menjual benda-benda. Alasan kakeknya, bahwa beliau pernah menjadi bagian arti sejarah perjuangan bangsa ini. Masih dari beliau, banyak warga yang menganggap benda-benda peninggalan itu sebagai barang rongsokan yang dapat diperjualbelikan. Sayangnya aku tidak sempat merasakan pengalaman untuk berburu artefak perang dunia ke II.

Aku beruntung dapat berkunjung ke rumah pak Mukhlis Eso yang berada di kampung Daruba dan satu lagi (lupa nama daerahnya). Di rumah kedua itu aku sempat mengangkat senjata SMB 12,7 mm.

Senjata SMB 12,7 mm (dok.pribadi)
Senjata SMB 12,7 mm (dok.pribadi)
Tidak lengkap apabila membicarakan keindahan pulau Morotai dari atas laut saja. Keindahan bawah lautnya juga tak kalah dibandingkan dengan tempat lain. Apalagi banyak peninggalan perang dunia ke II. Gugusan terumbu karang warna warni seperti vegetasi  laut. Aku bersyukur memiliki sertifikat izin menyelam.

Adalah Enos juniorku di Korpala Unhas yang memperkenalkanku dengan Bang Syarif. Syarif sendiri merupakan guide di dive morotai. Syarif mengajakku menyelam untuk menyaksikan saksi bisu perang dunia ke II. Dari beberapa titik penyelaman di Pulau Morotai ini bisa kita temui beberapa peninggalan perang dunia ke II. 

Sisa-sisa peninggalan perang dunia ke II berada di kedalaman  berkisar 30-40 m, karena alasan kesehatan maka aku menolak. Aku bertanya adakah peninggalan yang tidak sampai kedalaman itu. Syarif menjawab, ada tapi wujudnya Ban. Bagiku tak masalah.

Salah satu peninggalan perang dunia ke II (dok. Syarif Sengi)
Salah satu peninggalan perang dunia ke II (dok. Syarif Sengi)
Setelah menyelam, Mukhlis Eso mengajakku mengunjungi pulau Dodola, Galo-Galo dan pulau Zum-Zum. Orang-orang menyebut pulau Dodola dengan julukan Mutiara di bibir Pasifik. Dari pelabuhan Daruba bersama Dewa dan pak Mukhlis Eso, kami menuju pulau Dodola. Sejujurnya menyusuri lautan tidak membuat perjalananku membosankan. Perjalanan sekitar 45 menit, pulau Dodola memiliki dermaga, Karena saat kunjunganku pada hari minggu pulau ini sangat ramai. 

Di pulau Dodola pengunjung dapat bermain di pantai, berenang dapat duduk-duduk bersantai di pinggir pantai.  Hari itu matahari bersinar terang, setelah puas berjalan-jalan di pantai, aku pun beristirahat sambil menikmati mie instant dan pisang goreng sembari mengobrol dengan ibu penjual makanan. Pengunjung juga dapat menikmati air kelapa muda, the, kopi dan camilan yang dijual di warung-warung.

Dewa juga mengajakku untuk mengunjungi pulau dodola kecil, tetapi terik matahari  membuatku tidak bersemangat. Setelah puas di pulau Dodola, aku dan Dewa mencari perahu yang mau membawaku ke pulau Galo-Galo dan pulau Zum-Zum.

Jika menunggu perahu yang membawa kami ke Dodola tentu saja kami tak bisa ke pulau Zum-Zum dan Galo-galo. Ke Galo-Galo sebenarnya keinginan Dewa, dia ingin  mencari rumput laut. Dari Dodola, dengan membayar Rp. 250.000 kami berangkat menuju pulau Galo-Galo. Di pulau ini aku sempat bermain ayunan, ingatanku kembali ke masa kecil dulu. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri sambil menikmati lukisan alam yang terbentang.

Bermain ayunan di pula Galo-Galo (dok. pribadi)
Bermain ayunan di pula Galo-Galo (dok. pribadi)
Setelah puas bermain ayunan, perjalanan dilanjutkan menuju pulau Zum-Zum. Pulau Zum-Zum juga memiliki dermaga. Di pulau Zum-Zum terdapat patung Mc Arthur yang menghadap ke laut, disebelah kirinya terdapat tugu dengan sebuah bola dunia di puncaknya. Dari google, aku mendapatkan informasi tentang Mc. Arthur. Ia terkenal dengan 'I Shall Return" dengan Strategi perang " lompat katak". Di pulau Morotai juga terdapat tujuh landasan pesawat terbang dan pesawat tempur.

Perjalanan di Morotai memberi aku pengetahuan tentang perang dunia ke II. perjalanan ini juga menumbuhkan pertanyaan dalam diriku sendiri dari perang dunia ke II berapa banyak korban dari perang dunia ke II dan apa yang dicari dari perang ini??

Patung Mc Arthur dan globe (dok. pribadi)
Patung Mc Arthur dan globe (dok. pribadi)
Sebelum pulang Dewa dan Ahmad mengajakku ke tempat penyelenggaraan sail morotai. Kondisi panggung, lapangan upacara dan makam sekutu nampak tidak terawat. Aku berfikir jangan sampai panggung ini dibuat hanya untuk ceremonial belaka. Membangun saja gampang yang susah itu adalah merawatnya.

Panggung acara Sail Morotai 2012 (dko. pribadi)
Panggung acara Sail Morotai 2012 (dko. pribadi)
Seharusnya pulau-pulau kecil terluar seperti pulau Morotai dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk melakukan perjalanan, sehingga memberikan dampak pada perkembangan ekonomi yang lebih baik. Pulau Morotai memiliki banyak potensi yang dapat dijadikan destinasi wisata. Dengan memanfaatkan potesi yang dimiliki sehingga wisatawan tertarik untuk mengunjungi pulau-pulau kecil terluar. Aku pernah membaca di majalah (lupa) bahwa industry pariwisata terbukti antikrisis global. 

Saat perekonomian global terpuruk, pertumbuhan pariwisata Indonesia tetap tumbuh bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data dari Badan Pusat staistik (BPS) menyebutkan bahwa sector pariwisata menyumbang penerimaan negara sebesar 10 miliar dolar AS pada 2013.

Perjalanan ke morotai ini adalah perjalanan yang tertunda. Meski hanya beberapa hari saja tetapi aku bersyukur dalam hati dapat menginjakkan kaki di pulau terluar ini. Pada akhirnya, aku terasa berat meninggakan kota ini. Semakin banyak perjalanan yang aku lakukan maka semakin banyak orang yang aku kenal dan tentu saja semakin banyak pengalaman yang aku dapat dan terakhir aku semakin cinta pada Indonesia.

Sebuah perjalanan bagi aku selalu punya makna didalamnya. Sebuah perjalanan mengajarkanku untuk berproses untuk hatiku agar lebih terbuka melihat sesuatu dan menerima hal baru tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun