Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Delapan Bulan di Perbatasan

31 Desember 2015   15:29 Diperbarui: 31 Desember 2015   15:59 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pulau Enggano, inilah kusaksikan bagaimana seorang istri memukul suaminya di tengah keramaian. Saat itu sang suami sedang menyanyi di atas panggung membawakan lagu “Kau selalu di hatiku”. Belum sampai di pertengahan lagu, sang istri naik ke atas panggung dan meninju mata sang suami. Esok hari, kejadian itu menjadi cerita terpopuler di Pulau Enggano.

Disini, kusaksikan seorang kakek dan nenek yang sangat kompak setiap hari ke ladang, jalan berdampingan. Mereka mengajarkanku bahwa dalam suatu hubungan harus ada rasa saling percaya. Kakek itu pernah bercerita kepadaku, dia sangat bersemangat ke ladang jika istrinya ikut, tetapi saat nenek sakit, sang kakek tidak memiliki semangat untuk bekerja di ladang.

Di Pulau Enggano aku merasakan denyut nadi kehidupan nelayan. Bagaimana kegembiraan sang istri menyambut sang suami yang kembali dari melaut dan bagaimana kegembiraan kepala keluarga tersebut ketika membawakan oleh-oleh untuk keluarganya.

Disana aku telah dianggap sebagai bagian dari keluarga. Aku merasakannya bagaimana saat itu bapak angkatku yang kupanggil Pak Tua, setelah selama empat hari pergi melaut dan pulangnya membawakanku dua buah lobster. Dia berkata “Lobster itu jangan diganggu, itu buat ii”. Ia menyebutku ii, sang putri angkatnya. Itulah oleh-oleh untukku.

Kukatakan sekali lagi, meskipun hidup diperbatasan tetapi aku bahagia. Terlalu banyak pelajaran hidup yang aku dapatkan dalam beberapa bulan ini.

Semoga dengan perjalanan ini dapat membuatku bersyukur akan kehidupan yang telah Sang Pencipta berikan kepadaku.

  1. Terima Kasih untuk Ayuk Wati, Bapak, nenek di Kaana, keluarga Bapak Asnawi Kauno di Malakoni, Keluarga Adam di Banjarsari, Letda Kuswanto, Pak Mario dan Pak Roni atas canda tawa selama aku di Pulau Enggano. 
  2. Terima kasih buat Bang Ostaf yang telah membantu untuk mengedit tulisan ini.
  3. Terakhir terima kasih buat seseorang yang telah menenangkan jiwa ini...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun