Mungkin sebagian orang tak mengetahui dimana letak pulau Enggano. Pulau Enggano merupakan salah satu dari 31 pulau terluar yang dimiliki oleh Indonesia dan berhadapan langsung dengan samudera hindia serta berbatasan langsung dengan India. Dengan luasan datar yakni 39.568,74 Ha dan panjang garis pantai yaitu 126,71 Km.
Secara administrasi Pulau Enggano masuk dalam wilayah Propinsi Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara. Pulau Enggano sendiri merupakan sebuah kecamatan yang terdiri dari enam desa yakni Kahyapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meok dan Banjarsari. Untuk mencapai pulau dapat ditempuh via laut dan udara. Jika via laut yakni dengan kapal ferry Pulo Tello dengan jadwal keberangkatan setiap hari selasa dan jumat sore yakni pukul 17.00 WIB dari pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu harga tiket Rp. 60.000,-/orang, sedangkan jika udara yakni menggunakan Susi Air dengan jadwal pemberangkatan setiap hari Senin (08.00-08.50) pada minggu ganjil dan genap dan jumat (13.00-13.50) hanya minggu ganjil.
Pulau Enggano memiliki enam suku yakni Kaitora, Kahrubi, Karuba, Kauno, Kahwa dan Kamay. Kamay merupakan penghargaan untuk suku pendatang. Dan suku kaamay paling banyak terdapat di Desa Banjarsari. Karena alasan pekerjaanlah membuatku berada di Pulau Enggano. Selama beberapa bulan di pulau Enggano, aku pun menyempatkan mengunjungi tempat wisatanya. Tempat wisata tersebut antara lain
1. Rumah Adat Suku Kaitora. Rumah adat suku Kaitora ini terletak di Desa Meok. Sampai sekarang rumah adat ini masih digunakan sebagai tempat pertemuan.
2. Rumah adat suku Kauno. Rumah adat ini terletak di Desa Meok juga. Sayangnya rumah adat ini dalam kondisi rusak dan saat ini dijadikan tempat jemuran pakaian.
3. Pantai Malakoni-Kaana. Pantai ini terletak di dekat SMA N 1 Enggano, berupa pasir putih dan kondisi sekitarnya yang bersih. Di pantai sering dijadikan arena balapan oleh anak-anak muda.
4. Pelabuhan Malakoni. Merupakan pelabuhan kedua yang ada di pulau Enggano. Tempat bersandar kapal perintis yakni Sabuk Nusantara. Untuk kapal perintis akan masuk di pulau Enggano setiap sepuluh hari sekali.
5. Muara Kahabi. Muara ini terletak di Desa Banjarsari. Untuk mencapai muara ini harus berjalan kaki sekitar 3 jam dari pusat desa Banjarsari. Di sekitar muara ini terdapat banyak mangrove dan tentu saja buaya.
6. Penampang diagonal patahan bumi Banjarsari
7. Tebing Koomang
8. Air terjun Koomang. Saat aku mengunjungi air terjun ini adalah musim kemarau, sehingga tidak melihat pemandangannya.
9. Batu Loobang Koomang
Di batu loobang Koomang, aku menikmati air laut nan biru yang jernih, pasir putih yang berkilauan diterpa sinar matahari dan angin yang berhembus ditemani oleh gemuruh ombak.
10. Pulau Ular
Pesona gugusan pantai di sekitar wilayah Koomang patut diacungi jempol. Selain bersih dan alami, di tempat tersebut masih banyak jenis ikan karang. Kami sempat menjaring ikan sebagai santapan makan siang kami. Dan memang Pulau Enggano benar-benar eksotik, karena di Pulau Enggano juga merupakan daerah burung endemic dan tak lupa pengamatan buaya disungai salah stu di muara sungai Kahabi.
Untuk mencapai lokasi dari no 6 – no 10 harus menggunakan perahu dengan waktu tempuh sekitar 2 jam dari Desa Banjarsari jika lewat pinggir pantai, tetapi saat keberangkatanku (29 Okt 15) hanya 1 jam. Karena sang nakhoda langsung menuju tengah laut.
Menurut buku Profile Kawasan Konservasi Enggano, setidaknya terdapat 11 pulau kecil yang ada di Pulau Enggano. Saat ini hanya tersisa tiga pulau yakni Pulau Dua, Pulau Merbau dan pulau Bangkai. Aku bersyukur dua pulau tersebut yakni pulau Dua dan pulau Merbau sempat aku kunjungi.
Dengan eksotisme ini tentu saja menjadi kekhawatiran. Misalnya
- Kebakaran lahan dan kebun. Saat bulan Oktober 2015 terjadi kebakaran lahan di Desa Banjarsari. Otomatis kebakaran ini akan mengancam spesies endemic di Pulau Enggano.
2. Pengambilan pasir. Pengambilan pasir terjadi di desa Kaana. Pasir tersebut digunakan untuk membangun perumahan transmigrasi di desa Malakoni
3. Di Pulau ular aku menyaksikan sendiri banyaknya botol-botol plastic.
4. Vandalisme: di Tebing Koomang sudah terlihat tulisan- tulisan nama orang-orang yang pernah mengunjunginya.
Sejujurnya pulau Enggano benar-benar eksotik, di butuhkan dukungan dari stakeholders agar bisa menjaga keindahan pulau Enggano.
Dan aku juga bersyukur mengunjungi Koomang sebanyak dua kali yakni tanggal 29 Okt 15 dan 1 Nov 15. Sungguh bagi seorang pejalan seperti aku ini yang selalu mengandalkan dana pribadi hal ini merupakan rezeki yang berlimpah tak terduga. Ahh betapa tulusnya dukungan semesta raya kepadaku.Â
Semoga di lain waktu aku masih bisa menikmati ke-eksotikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H