Dalam praktik demokrasi, meminjam istilah Karl Marx, seringkali kaum borjuis memanfaatkan kaum proletar untuk kepentingannya. Fenomena dimana masyarakat dimanfaatkan oleh aktor politik yang oportunis terlihat jelas menjelang pesta demokrasi.
Ketika kampanye pemilihan Presiden 2014 dan 2019 yang lalu, pendukung Jokowi menggunakan isu radikalisme agar Prabowo tidak dipilih masyarakat. Sedangkan dari pendukung Prabowo, mereka menjual isu PKI atau komunis supaya Jokowi tidak terpilih menjadi Presiden.
Sosok Jokowi selalu salah dimata kubu Prabowo. Sebaliknya, kelompok pendukung Jokowi selalu menyerang Prabowo seakan- akan Prabowo tidak ada baiknya.
Elit politik dua kubu tersebut bukannya bertarung gagasan atau ide tentang bagaimana membangun Indonesia. Mereka malah mempermainkan atau mengelabui emosi masyarakat dengan menjual ketakutan dan agama.
Sains sudah membuktikan bahwa manusia cenderung meyakini sebuah informasi bukan karena fakta atau hoax, tetapi apakah informasi itu "membahayakan" dirinya atau tidak.
Itu sebabnya, ada yang takut kalau nanti Jokowi jadi Presiden, PKI dan komunisme akan hidup kembali. Dipihak lain, ada yang ketakutan apabila Prabowo menjadi Presiden, Indonesia akan menerapkan sistem khilafah.
Sayangnya, banyak masyarakat yang latah dan miskin literasi politik sehingga tidak sulit untuk dimanfaatkan. Strategi yang dimainkan oleh aktor politik berhasil melahirkan fanatisme. Virus fanatisme ini menjangkit sebagian masyarakat dan telah merobek persatuan dan kebhinekaan.
Perseteruan antara cebong dan kampret penuh dengan hinaan dan cacian sebagai menu utamanya. Ironisnya, kebencian antar dua kelompok fanatik ini belum surut meski idola mereka sudah seranjang dalam kekuasaan.
Sudah seharusnya kita memiliki kesadaran bahwa tidak ada gunanya bersikap fanatik atau mengkultuskan tokoh politik. Adalah kesia-siaan berseteru dan saling caci maki hanya karena beda preferensi politik.
Pentingnya Bersikap Skeptis
Sudah saatnya kondisi politik yang penuh racun dan kebohongan ini dihentikan. Dan itu bisa dimulai dari masyarakat, kita sendiri.