Mohon tunggu...
Rian Ndjandji
Rian Ndjandji Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Pemerintahan

Sebagai Dosen Ilmu pemerintahan - Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Santa Ursula

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fenomena Budaya Politik Popularitas dalam Pemilu 2024

2 Maret 2024   21:42 Diperbarui: 2 Maret 2024   21:45 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam kontestasi pilpres dan pileg tahun 2024 banyak partisipasi politikus (Kaum Petahana) yang memiliki semangat untuk Kembali meraih kursi di DPR, DPRD, dan DPD baik Pusat sampai pada Daerah. Fenomena politik yang tidak langkah lagi dengan melihat sejumlah selebritis tanah air yang terjun berkompetisi meraih suara masyarakat pada kontes pemilu di tanggal 14 februari 2024 yang lalu. 

Popularitas yang sering digandeng pada istilah aktor atau aktris karena memiliki daya tarik tersediri kepada orang lain, sehingga kecamata politik saat ini mengarah bahwa popularitas adalah strategi jitu dalam budaya politik dalam memperoleh suara baik pada paslon atau partai yang dikendarai. Berbanding terbalik pada istilah "Money Politic" yaitu strategi tradisional yang sudah populer pada budaya kalangan politikus untuk memakai strategi uang dalam memperoleh suara, tidak heran dengan strategi ini juga banyak yang menjadi tumbal politik seperti gila atau stres bahkan bunuh diri karena tidak terpilih. 

Popularitas dalam legistatif menjadi langkah paten bagi paslon yang tidak mengandalkan uang sebagai orientasi hasil pada pemilu, hal ini sebagai budaya baru dalam politik, Fenomena ini pun sebetulnya bukanlah barang baru. Berdasarkan catatan dari situs infopemilu.kpu.go.id. para artis, penyanyi hingga influencer di antaranya "Krisdayanti, Rano Karno, Nurul Arifin, Mulan Jemeela, Primus Yustisio, Eko Patrio, Desy Ratnasari, Denny Jagur, Farhan, Ahmad dhani, Anang Hermansyah, Gilang Dirga, Komeng, Uya Kuya hingga Dede Yusuf", Liputan 6, (15/08) 

Popularitas Strategi Jaminan Politik 

Salah satu caleg DPD Jawa barat yang fenomenal pada kontestasi pemilu 2024 yaitu alfiansyah komeng sebagai komedian terkenal dengan sapaan hangat si komeng uhuyyyy, menjadi sorotan di pemilu 2024 kali ini, bukan karena sebagai selebritis yang mengikuti kontes pemilu tetapi keikutsertaan komeng dalam pemilu dengan foto yeleneh yang terpampang pada kartu pemilih DPD yang menghebohkan masyarakat pada wilayah jawa barat. Berdasarkan hasil perhitungan suara sementara di situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), Data yang masuk dalam perhitungan DPD Jawa Barat telah mencapai 49,69%, Komeng meraup 1.380.427 suara (12,26%) dan terus meningkat. Angka tersebut jauh melebihi calon-calon lain pada surat suara DPD Jawa Barat. Di peringkat kedua, ada aktris Jihan Fahira dengan perolehan suara 512.161 (4,73%). Kumparan, (17/02) 

Pengamat politik dari Badan Riset dan lnovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan, mengatakan bahwa dalam politik Indonesia, masih sangat ditentukan oleh sosok dan figuritas, ketimbang pengalaman dan gagasan. "Masyarakat merasa sosok Komeng bisa dianggap sebagai sosok yang fresh untuk dipercaya sebagai perwakilan dari daerah Jawa Barat ini untuk bisa masuk ke parlemen," kata Devi. 

Ia menyatakan bahwa peran dan fungsi perwakilan rakyat, baik di tingkat DPR, DPD maupun DPRD, masih dipandang sebagai posisi yang simbolis atau hanya sebagai formalitas oleh para pemilih saat ikut serta dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, bagi masyarakat memiliki kecenderungan untuk memilih sosok figur yang familiar atau terkenal bagi mereka seperti tetangga, kenalan atau dalam konteks ini, selebritas. 

Lantas, bagaimana seharusnya masyarakat menyikapi fenomena popularitas pesohor atau figur publik saat pemilihan umum ? 

Fenomena ini biarlah menjadi sejarah baru dan baik dalam kontestasi pemilu, saat ini masyarakat hanya di butakan oleh fenomena "brangkas atau money politik", dimana masyarakat tidak memahami dan mengerti sosok figure yang mereka ingin pilih tetapi hanya "terpaksa" dalam pemilihan karena ada motivasi/modus tertentu. 

Komeng sendiri mengaku sengaja menggunakan foto 'nyeleneh' tersebut. Apalagi tidak ada larangan penggunaan foto dengan gaya seperti itu. "Itu kan suratnya enggak bersuara, makanya saya bikin bersuara. Ya saya demen (suka) saja, anti-mainstream, enggak sama kayak orang lain," ujar Komeng kepada detikcom, Rabu (14/2). 

Lebih lanjut Komeng menegaskan bahwa pose 'nyeleneh' tersebut bukan semata mendapat banyak suara dari publik, tapi ia ingin tampil beda dan menghibur. "Tujuan ke situ sih enggak ada. Memang saya pada dasarnya, kalau konsep ngelawak saja suka. Ingin sesuatu yang baru," ucapnya. 

Banyak akun sosial media yang menyoroti terkait fenomena budaya politik ini, karena tanpa berkampaye besar-besaran dan tidak menggunakan partai, legend komedian alfiansyah komeng dapat menduduki kursi DPD Jawa Barat dengan peringkat nomor 1, hal ini menungjukan bahwa popularitas bukan sekedar nilai komersial saja tetapi merupakan strategi mematikan dalam pemilu jika tepat digunakan oleh orang yang tepat. 

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin, mengatakan bahwa artis saat mencalonkan diri menjadi politisi, biasanya mereka memanfaatkan citra dan popularitas yang sudah terbangun di masyarakat. "Payung besar politisi selebritas ini adalah mereka akan menggunakan modal utama mereka, yaitu aura selebritas mereka. Kalau dia seorang komedian, tentu narasi komedinya ini, yaitu yang harus ditonjolkan," jelas Alvin kepada BBC News Indonesia (16/02).

 Ia mengatakan bahwa sosok Komeng masih cukup relevan dan dikenal banyak orang di kalangan publik, karena kariernya sebagai komedian dan beberapa kali ia mengisi iklan dan acara televisi. Karena muka dan karakternya familiar di mata masyarakat, ia akhirnya terpilih untuk mewakili mereka. Alvin menyebut fenomena tersebut dengan istilah politainment, ketika selebritas dan figur publik mampu menarik perhatian publik saat terjun ke dunia politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun